Selasa, 17 Desember 2013

(Masih tentang) Kondom

Tidak bermaksud latah ikut bicara soal simpang-siur berita dan silang pendapat soal pekan kondom nasional, ini cerita tentang bagaimana kami (aku dan suami) harus selalu siap siaga menjawab pertanyaan anak-anak tentang segala info dan hal yang didengar dan dibaca anak-anak.

Sakha, yang tiap hari update berita dari koran tentu saja membaca berita tentang kondom, lha gimana enggak semua koran membahas dengan judul beraneka rupa.

Setelah maghrib senja itu Sakha bertanya :
Sakha : "Ibu, kondom itu apa?"

Ibu  : " Kondom itu, alat kontrasepsi"
Melirik Bapak mencari bantuan kekuata, agak nyesel juga sih ngomong kontrasepsi, khawatir harus menjelaskan soal konsepsi ke Sakha di umur semuda sekarang


Sakha : "Apa itu?"
Bapak : " Itu alat untuk mencegah menularnya penyakit "

Aku dan suami berpandangan menunggu pertanyaan Sakha selanjutnya

Sakha : " Oh, biar nggak nular penyakitnya...berarti kan bagus itu, kenapa banyak orang yang menolak?"
Ibu : " Iya, memang bagus. Kondom seharusnya dipakai untuk orang yang sudah menikah saja, tapi yang jadi berita itu, orang menolak kondom yang dibagi anak sekolah dan mahasiswa yang belum menikah."

Kuharap jawabanku tidak mengundang pertanyaan lain, meski aku sudah siapkan amunisi tambahan.
Sakha : " Oooo, gitu ya"

Sebenarnya aku sudah siapkan jawaban lanjut untuk Sakha jika dia tidak puas. Akan kucoba sampaikan analogi kondom dengan pistol. Pistol itu dipegang dan digunakan oleh yang punya surat ijin untuk memakainya, misalnya polisi. Kalau pistol dibagi ke sembarang orang,nanti berantem dikit-dikit pake pistol bisa bahaya dong....


Kamis, 03 Oktober 2013

MAMI

Jadi, akhirnya di sinilah aku sekarang. Bergabung di Peminatan Kesehatan Lingkungan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada.  Sebenarnya aku pengen masuk Hukum Kesehatan, tapi karena beberapa pertimbangan akhirnya Kesehatan Lingkungan yang kupilih. Cerita perjalanan seleksi dan beasiswa pendidikan ini jadi satu 'tabungan' judul cerita yang akan kuceritakan suatu hari nanti.

Kami satu peminatan ber-26 orang, 20 perempuan dan 6 laki-laki. Asal kami dari berbagai daerah se-Indonesia Raya. Dari Padang sampai Papua, dari Makassar sampai Purbalingga.  Sumber biaya aku dan teman-teman terbagi menjadi menjadi tiga kelompok besar, Beasiswa PPSDM Kementerian Kesehatan, Beasiswa Dikti (yang ini para calon dosen) dan BOT alias Beasiswa Orang Tua.  Sebagian besar dari kami masih single, baru delapan orang saja yang sudag  menikah.  Dan karena sebagian besar masih single (fresh graduate pula), aku menjadi yang paling tua.
Oke, jangan pingsan dulu.  Pasti susah memang membayangkan aku yang kiyut imut ini menjadi yang tertua di kelas...the oldest. Tapi sudahlah, terima saja kenyataan ini. Karena ternyata menjadi yang tertua itu menyenangkaaaaaaaan......

Aku yang punya bakat sok tua (kata kakakku), bisa melampiaskan sikap sok tuaku disini. Bisa jadi ini sebagai salah satu bentuk kompensasi karena di rumah jadi yang termuda, yang selalu disuruh-suruh, jadi pupuk bawang. Sekarang saatnya pembalasan ha ha ha #pasang wajah jahat#

Karena aku paling tua, dengan jumlah anak yang paling banyak, panggilanku di kelas berubah....yang semula mbak berubah menjadi bunda dan mami. Yah, kunikmati saja masa-masa punya banyak anak yang udah gedhe-gedhe, dengan bermacam-macam gaya dan sifat. Insya Allah akan menjadi tambahan pengalaman hidup yang bermanfaat ...Amiin

#Posting nggak jelas di sela jeda kuliah#

Rabu, 25 September 2013

Hape Ilang Tambah Sedulur Anyar





Dua sabtu lalu, bersama suami dan anak-anak aku menjadi peserta sebuah mini workshop dengan tema tumbuh kembang anak.  Cerita lengkap tentang workshop itu akan kubagikan lain waktu.  Ini cerita tentang sesuatu yang menyertainya.


Seperti biasa mengajak tiga anak aktif di sebuah acara yang menarik menurutku tapi agak 'membosankan' menurut mereka, selalu ada seni nya.


Ketika acara belum benar-benar berakhir (belum dibagi makan siang nih...meski pembicara sih udah selesai ngomong, masih diskusi dengan peserta), anak-anak sudah benar-benar tidak sabar untuk pergi dari tempat itu.


Sedikit terburu, kusambar saja tas dan uba rampenya yang semula tergeletak di depanku, dan menyusul anak-anak dan suami yang telah lebih dulu pergi ke tempat parkir.


"Lapaaar"....kata anak-anak. Wajar saja, sudah pukul 12.15. Kami memutuskan untuk makan di sebuah tempat makan dengan menu utama 'jamur' yang hanya perlu waktu 15 menit untuk menuju kesana.


Masuk ke tempat parkir, kusiapkan tas sambil memeriksa bawaanku dan baru kusadari hape ku tidak ada di tempat semula.


Kuaduk-aduk tas tanganku, kubuka-buka seluruh kantung di tas besarku. Kuminta anak-anak memeriksa di jok masing-masing dan hasilnya nihil.


Kucoba menelpon hape ku dengan hape suami, ada nada sambung tapi tak ada yang mengangkat.  Aduuuh, teringat aku tadi menyeting hape ke 'silent' agar tidak mengganggu jalannya workshop.


Kutelpon sekali lagi berharap ada orang yang menemukan dan baik hati mengangkatnya. Tapi bahkan sekarang tidak ada nada sambung yang terdengar. Oh, bisa jadi hapeku sudah mati karena kehabisan energi.


Suamiku menyarankan untuk menelpon salah satu panitia acara, kuikuti sarannya dan jawaban yang kuterima membuat aku yakin kalau aku kehilangan hapeku. "Nggak ada hape disini, udah bersih, peserta sudah pulang"


Acara makan siang batal, suamiku putar balik ke tempat acara tadi "Siapa tahu keselip" Katanya optimis.
Kujelaskan pada anak-anak bahwa makan siang ditunda karena kita harus balik ke tempat workshop mencari hape ibu.
Ketiganya mengangguk dengan wajah khawatir. Si sulung tampak paling cemas karena dia merasa menjadi orang terakhir yang memegang hapeku. Si bungsu tak kalah sedih memikirkannya "Ibu, kalo hape Ibu ilang gimana aku main game pou-nya" Kata si bontot dengan mata berkaca-kaca.

Sampai di pendopo tempat acara tadi berlangsung, tinggal panitia yang sedang bersih-bersih. Aku dan suami turun untuk memastikan keberadaan hapeku dan memang benar, tidak nampak jejaknya.

 Rasanya waktu itu, menyesal tentu saja. Menyesal dengan betapa pelupa nya aku meletakkan barang.  Mungkin bukan sekedar pelupa ya, tapi teledor...tidak tertib memeriksa kelengkapan bawaan.


Suamiku menenangkan dengan kalimat manis, "Ya sudah, memang belum rejekinya. Untuk pelajaran Ibu agar lebih hati-hati ke depan"


Aku teringat kontak yang tersimpan dalam hapeku, file-file yang disitu, ah... tapi kucoba mengikuti fikiran positif suamiku.Anak-anak  yang semula tersedu-sedu, sudah diam terlelap kelelahan.

Kami melanjutkan perjalanan ke rumah mertua, mampir makan di Wedi jalan dan aku ' berusaha' melupakan hape yang hilang.   Anak-anak sudah ceria kembali, ketika sampai di rumah simbah nya.


Kuberitakan via fb kepada teman-teman untuk mengontakku via email dan fb sampai aku ada hape pengganti.  Menjelang malam sebuah notifikasi masuk, dan itu sebuah kabar baik.


Hapeku berada di tangan orang baik, seorang teman yang secara fisik baru kutemui hari itu di tempat acara berlangsung, sebelumnya aku berinteraksi dengannya melalui dunia maya di sebuah komunitas menulis.

Alhamdulillahirrabilalamin...
Rupanya aku LUPA meninggalkan hape itu begitu saja di tempat dudukku tadi.
Oh, memang hape itu masih rejekiku...anak-anak lega mendengarnya, begitu pula aku.  Kubuat janji untuk mengambil hape ku pekan selanjutnya di rumah Mbak Irfa di Muntilan, Jawa Tengah.

Mbak Irfa adalah seorang Ibu muda yang cantik, awet muda dan ceria. Gak ngira deh kalo udah punya anak gadis. Kalimat dan suaranya lembut, maklum penyiar radio.


Empat hari kemudian, sepulang kuliah aku meluncur ke Muntilan. Menemui Mbak Irfa, berbagi cerita tentang usaha laundry-nya, tentang pengasuhan anak, tentang kepenulisan, tentang makanan, tentang teman-teman yang ternyata setelah dihubung-hubungkan kami punya "mutual friend" di dunia nyata.


Mhm.....berasa ngobrol dengan teman lama. Ternyata hape hilang banyak manfaatnya. Aku jadi bisa silaturahmi ke Muntilan, (Mbak Irfa nih baik banget mau jemput ke terminal Muntilan dan mengantarku kembali sampe dapat bis ke Jogja) mendapat ilmu baru tentang usaha, nambah sodara baru (ditraktir makan bakso lagi) dan diingatkan untuk melakukan re-check barang-barang kecil bawaanku.


Waktu berpamitan, aku pulang ke Jogja dengan hape yang berpisah empat hari dan begitu dinyalakan ratusan notifikasi pesan bertalu-talu berbunyi.


Dalam perjalanan pulang, aku sungguh menyesal....tak mengambil foto aku dan Mbak Irfa....dan anda semua pasti tahu kan sebabnya?
Yak benar.....aku LUPA...

Setelah upload cerita ini Mbak Irfa yang baik hati mengijinkanku mengupload PP nya yang ada di FB nya......dan inilah...tadaaaaa.....penampakan mbak cantik yang baik hati itu
Irfa Hudaya Ekawati

Jumat, 16 Agustus 2013

Resolusi Ramadhan

Apa resolusi Ramadhan kali ini?

Berhijab lebih rapi
Lahir dan batin
Semoga Istiqomah

Aamiin

Gambar dari sini

Rabu, 31 Juli 2013

Al-hamdu lillahi rabbil 'alamin






الحمد لله ربّ العالمين



Semoga menjadikanku lebih baik
 dan bermanfaat ...Aamiin

Jangan Asem