Selasa, 14 November 2017

Pesan Untuk Kakak

Pekan lalu berkabar dengan ustadzahnya Sakha di pondok,
Ustadzah menyampaikan ada perubahan pada Kakak, tidak se-semangat dulu.

Saat penjengukan sebelumnya memang Kakak sempat curhat beberapa hal yang sedikit banyak mengganggu dirinya.

Aku kirimkan tulisan ini untuk Si Kakak, lewat ustadzahnya (catatan: sudah dapat ijin Kakak untuk ditulis di blog sebagai pengingat)

Assalamualaikum,Kakak.

Ingat nggak buku cerita berjudul "Gurita yang suka menggelitik"

Iya, itu salah satu buku yang berulang diminta Abbad untuk diceritakan sebelum tidur, sampai hafal seluruh kalimat dan intonasi suara ibu saat membacanya.

Sekarang Shafa juga lagi senang dibacakan cerita itu, setelah tamat cerita Muhammad dan buku 
Hiu murah senyum.

Kakak masih ingat kan jalan ceritanya?
Ketika si gurita akhirnya dapat menemukan kemampuan  dirinya yang bisa  berenang cepat, berbadan lentur, dan menyemprotkan tinta nya selain 'sekedar suka menggelitiki ikan-ikan kecil'.

Bagaimana dia bisa menemukan kemampuan itu?

Itu terjadi ketika gurita ' terpaksa' harus mengejar mutiara milik kerang yang jatuh. 
Mutiara yang jatuh karena si kerang kaget digelitik gurita. 
Gurita terpaksa mengejar karena harus bertanggungjawab pada apa yang sudah dilakukannya.

Kadang kita memang harus memaksa diri kita sendiri, 
sedikit lebih keras, 
dan terkadang dengan sangat keras. 
Untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, untuk mencapai apa yang kita cita-citakan.

Kakak pun pernah melakukan itu, 
Ingat nggak ketika kakak merengut-rengut karena harus les dengan Mbak Rifka, 
ternyata dengan sedikit memaksa diri waktu itu berhasil mengantar kakak mencapai target mengalahkan nilai UN ibu.
 
Atau ketika kakak berlatih mengurai tajwid, yang semula kakak bilang sangat-sangat sulit ternyata bisa juga lancar dengan  memaksa diri untuk berdisiplin berlatih.

Kakak sayang, 
Pencapaian  kakak sekarang ini sudah membuat ibu dan bapak bangga.
Berani memutuskan sekolah di pondok, meskipun  diberikan kesempatan untuk memilih yang lain, sanggup melewati masa transisi yang ibuk yakin tidak mudah, dan sekarang ini sudah masuk di tahun kedua dengan baik.

I know you so well, 
Push your self a little bit more
You will find that you are good enough at doing lots of other things.

Ibu sayang kakak...
Wassalamualaikum 

Jadi begitu, beberapa hari kemudian setelah pesan itu tersampaikan, aku bertemu dengan si Kakak
Ada gurat semangat yang kembali merona, ada optimisme yang kembali terpancar.

Doa ibuk dan bapak selalu menyertaimu, anakku


Selasa, 07 November 2017

Menggeser Cita-Cita

Ini masih cerita tentang Raan2 dan hobbynya, sepakbola.

Tak kuingat pasti sejak kapan Akhsan mulai menyukai bola, yang pasti sudah sejak kecil. Bapaknya sudah berhasil mengajak anak laki paling gede nya punya kesukaan yang sama terhadap bola. Perihal kesukaannya pada bola ini sempat aku coba manfaatkan untuk membuat Akhsan gemar membaca, meskipun saat itu nampaknya kurang berhasil. 

Ada ceritanya di sini : Akhsan belajar membaca

Keinginan Akhsan untuk jadi pemain bola pernah diutarakan padaku 5 tahunan yang lalu, dan spesial yang diinginkannya adalah menjadi pemain belakang. 

Pernah kutuliskan di sini:  Akhsan Pengen jadi Bek 

Keinginan Akhsan jadi pemain belakang sebenarnya ngeri-ngeri sedap deh buat ibuknya, melihat para pemain bola bermain si kulit bundar semakin besar kok semakin ngeri mainnya. Gedubrakan, main body...seram lah. 

Pernah suatu saat melihat salah satu pelatih Akhsan. yang tampilannya super duper kalem di luar lapangan, begitu main bola ngeri banget seruduk sana dan sini, dan pelatih Akhsan itu pemain belakang...hmmmmm

Lha pekan kemarin nungguin Akhsan latihan, rebutan bola sama temannya sembari dorong-dorong sana sini, sampai Akhsan terjatuh.  Anaknya sih ketawa-ketawa aja, dibantu berdiri oleh teman yang menjadi asbab jatuhnya dia, tapi emboknya ini kok 'mak tratap' di pinggir lapangan.

Semula memang Akhsan berposisi menjadi bek, tapi seiring berjalannya waktu ternyata karakter bermain  Akhsan lebih cocok menjadi seorang gelandang.

Bagaimana gaya Akhsan bermain bola pernah kutulis di sini:  Karakter Akhsan di Bola

Suatu waktu pernah aku, Akhsan, Sakha dan si Babe melihat acara TV yang mengungkap "patgulipat" di dunia bola, saat itu ada pemain, wasit dan manager yang diwawancarai. Sakha waktu itu ngomong sama adiknya.

"Nggak usah jadi pemain bola, San...ih...itu pake uang suap segala, haram lho!" Kata Sakha
"Haram, po Bu?" Akhsan bertanya memastikan padaku
"Kalau mengatur pertandingan, itu fair play nggak, San?" Aku menjawabnya dengan pertanyaan balik

Akhsan berfikir sejenak, "Kalau aku tetap main sepak bola dan nggak terima suap nggak papa kan, Bu?"
Aku tersenyum saja saat itu, "Boleeeh, jadi hobby saja juga boleh" sahutku

Selanjutnya masih panjang obrolan soal pengaturan permainan di dalam maupun di luar negeri, panjang karena Bapaknya ikut nimbrung ngobrol soal ini. Kalo aku sih lebih banyak nanya karena gak tau. Setelahnya Akhsan belum menggeser keinginannya, dan  tetap mau jadi pemain bola.

Sekitar dua tahun yang lalu Akhsan sempat mengeluh kakinya sakit, jalannya berjingkat-jingkat menahan sakit.  Sebelumnya dia sempat jatuh dan tertimpa badan temannya yang berpostur lumayan besar. Waktu itu, suamiku membawanya ke  putra "Bang Udin". Bagi yang belum kenal siapa Bang Udin silahkan baca di sini 
Sepulang dari Bang Udin, Akhsan sudah tersenyum kembali dan menceritakan lamanya antri gak sebanding dengan cepatnya terapi untuk perbaikan kakinya.
"Cuma klek-klek, selesai Bu" Begitu katanya.
Karena cuma klek-klek aja, cedera ini gak membuat Akhsan jera bermain bola, dia masih tekun berlatih dan bersemangat ikut tiap kali ada turnamen.

Nah, cederanya ini muncul kembali 2 bulan lalu.  Akhsan dibawa ke klinik terapi di daerah Warungboto, terapisnya pernah berpraktik di Klinik Terapi Fisik Universitas Negeri Yogyakarta kemudian membuka praktik mandiri untuk cedera olahraga.

Yang pengen tahu tentang KTF UNY silahkan klik di sini

Kami telpon dulu untuk janjian dengan terapisnya kapan bisa melakukan terapi.  Info dari Pak Eko, sang terapis dia membatasi pasien maksimal 10 hari per orang.
Akhsan dapat jadwal esok harinya pukul 10 pagi, sampai di sana lepas celana panjang lalu diminta tengkurap lalu dipegang-pegang sebentar.
 "Olahraganya sepak bola? "tebak sang terapis
" Iya,", jawab Akhsan pendek
Lalu pak terapis menjelaskan apa yang terjadi pada otot Akhsan dan terapi yang akan dilakukan.  Aku agak lupa detilnya karena yang antar waktu itu suamiku dan saat suamiku cerita aku tidak merekam dengan baik apa yang dicertakannya he he .
Intinya Akhsan diminta istirahat dulu 5 hari agar kakinya segera sembuh.

Istirahat lima hari tanpa bola cukup membuat bete Akhsan, memang iya Akhsan istirahat dari latihan di SSB, tapi masih saja curi-curi main bola di sekolah.
Nah, dua pekan yang lalu Akhsan cedera lagi, saat latihan dia kena takling teman dan posisi jatuhnya tidak tepat, berjingkat-jingkat kesakitan lagi.

Pulang sekolah senin sore Akhsan menahan tangis, bukan karena sakitnya tapi karena khawatir tak bisa ikut turnamen sementara dia sudah masuk tim yang akan berangkat dan dapat kartu pemain.

Akhsan menolak kuajak terapi, karena dia menduga pasti disuruh istirahat setelah diterapi. Kubujuk dengan lembut untuk tetap terapi dengan mempertimbangkan efek jangka panjang untuk kakinya jika dipaksa bermain, malah membuat Akhsan semakin banyak beralasan dan berurai air mata.

Akhirnya dengan 'intonasi ibu negara' aku putuskan untuk membuat janji terapi dilengkapi penjelasan panjang bla bla tentang fungsi kaki yang bukan 'sekedar' untuk main bola saja.  Ada banyak hal lain yang harus ditopang oleh kaki, dan kakinya yang cedera bila dipaksa untuk bekerja keras akan berakibat panjang ba..bla...bla

Jam 10 esoknya kujemput Akhsan dari sekolah untuk dibawa terapi, kembali ke tempat terapi sebelumnya.
Kali ini otot betis Akhsan ketarik, tegang, kaku, nyeri kalo dipake jalan.

Setelah tengkurep,  disinar, dipijat dan ditarik, Akhsan diminta mencoba berjalan. Dua kali puteran jalan aku bilang ke terapis nya 
"Itu jalannya belum normal, Mas"

Lalu Akhsan diminta naik kembali ke atas kasur, kali ini telentang.  
"Oh, ada yang geser sedikit" Kata terapisnya. Kembali dioles minyak, diurut, lalu ditarik sampai bunyi "klek", disertai cengiran Akhsan menahan rasa (entah nyeri entah lega).

"Coba jalan lagi" Kata Mas terapis
Akhsan jalan lagi bolak-balik dan terlihat lebih baik dari sebelumnya
"Gak sakit" katanya tersenyum lega.

Kami pulang dengan nasehat istirahat bola dua hari, kompres kaki di malam hari, peregangan yang baik sebelum mulai tanding nanti dan anjuran tambahan untuk mengoles dengan balsam atau penghangat otot sebelum bertanding.

Akhsan lega masa istrirahatnya cuma sebentar, jadi dia tetap bisa ikut turnamen.  Ibuk lega karena jalan Akhsan sudah tidak lagi terpincang-pincang.

Sepulang dari sana dan dilanjutkan beberapa hari kemudian pembicaraan menghangat di seputaran 'pekerjaan' di lapangan hijau.
Menjadi pemain  bukanlah satu-satunya profesi yang bisa aktif  di lapangan bola, ada wasit, pelatih, official, tenaga kesehatan, ahli gizi, terapis, dll, dll.

Abbad ikut nimbrung dengan bertanya, 
"Kalau aku gak jadi pemain bola tetep bisa main bola ya?

"Teteplah, main bola jadi hobby yang menyehatkan, pekerjaannya bisa yang lain, yang penting lagi tetep sholih apapun pekerjannya" kataku

"Kalo terapisnya kemarin itu ustadz juga lho, Bu. Ngajar di pondok yatim putri" tambah Akhsan.

"Nah iya, terapis tuh bisa menolong banyak orang.  Banyak pemain bola tanpa melihat dari klub mana dia berasal, bagus kan?" timpalku

Ya....pembicaraan ini akan terus bersambung. 
 Boleh Nak,  menggeser cita-citamu dari pemain bola,  yang tetap berkaitan dengan bola yang sudah kau cintai sedemikian rupa, yang penting sholih dan manfaat untuk orang lain.








Jangan Asem