Rabu, 29 Februari 2012

SUSAHNYA CARI UANG

Awalnya Sakha, sulung-ku mulai menyewakan buku-buku koleksinya. Tiap hari dibawanya beberapa buku ke sekolah, untuk dipinjam-sewakan (Rp 500,- per buku per hari) kepada teman-temannya. Buku-buku dari perpustakaan Mungil - label nama yang ditempel sakha di tiap bukunya.

Beberapa lembar ribuan kutemukan dalam kantung tas-nya, ketika kutanyakan darimana uang itu (Sakha tak pernah membawa uang saku sekolah), dijawab sebagai uang sewa buku.
Tambahan info dari Sakha adalah, banyak pula temannya yang pinjam tanpa membayar sewa.

Entah ide darimana, Sakha banting stir....membuka usaha korporasi. Maksudnya, yang semula ia hanya menyewakan buku-bukunya berubah menjadi dengan teman-temannya membuat perpustakaan bersama dengan nama perpustakaan "The queen of book".

Cara kerja perpustakaan baru itu adalah menghimpun buku yang dimiliki para anggotanya, untuk kemudian dipinjam sewakan (dengan harga yang lebih murah dari yang ditawarkan perpustakaan pribadi Sakha) kepada teman-teman yang menginginkan.
Uang yang terkumpul rencananya akan dimasukkan dalam tabungan di sekolah dengan rekening baru milik "The queen of book" daa setelah mencukupi akan dipakai untuk menambah koleksi buku.

Pagi tadi Sakha curhat padaku,
"Ibu, cari uang susah ya. ini baru terkumpul empat ribu sembilan ratus"

Ah, cukup senyum saja jawaban dariku karena sudah begitu banyak pelajaran yang didapat Sakha dari sewa menyewa buku, bukan sekedar sulitnya mendapatkan uang tapi lebih lagi bagaimana merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan dan melakukan monitoring dan evaluasi  sebuah kegiatan.




MUASAL

Ini awal cerita, bagaimana aku bisa terlibat dalam hal pengadaan barang jasa, sebuah dunia yang tak terbayangkan sebelumnya.

Babak I
Masuk sebagai CPNS di tahun 2005, dari sebuah dunia NGO yang sangat jauh berbeda.
Satu bulan pertama (entah dengan pertimbangan apa-kalo tidak salah ingat untuk menggantikan karyawan sebelumnya yang sedang bersekolah), aku dilibatkan dalam kepanitiaan sebagai sekretaris untuk  pengadaan jasa kontruksi untuk rehabilitasi gedung kantor senilai beberapa ratus juta.

Waw, aku yang buta, sama sekali buta soal proses pengadaan apalagi soal konstruksi, jumpalitan belajar dari nol besar.
Membuat dokumen dengan panduan Kepres 80 Tahun 2003, membuka lembar-demi lembar dan menuangkan dalam bentuk dokumen-dokumen pengadaan yang sangat asing.
Pengalaman yang menurutku saat itu 'mengerikan' adalah ketika harus membuka Aanwijzing (penjelasan dokumen) yang dihadiri banyak orang yang jauh berpengalaman...rasanya seperti berjalan dalam kegelapan, ragu dan tersandung-sandung. Aku bersyukur babak I akhirnya berlalu.

Babak II
Di 2006 aku kembali 'terbelit' urusan yang sama, meski di tahun ini aku tak terlalu intens karena melalui fase cuti untuk melahirkan anak kedua. Sejujurnya aku berusaha menghindari "jerat pengadaan' karena sungguh kental indikasi hal-hal yang kurang kusepakati.

Babak III
Tahun 2007 dengan alasan mengemban tugas dari atasan, aku dan beberapa teman mengikuti ujian sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa, dan entah apa yang ada dalam rencana-NYA, aku bersama beberapa teman lain lulus sertifikasi. Pada saat itu artinya adalah, hanya yang bersertifikasi yang boleh menjadi panitia pengadaan barang/jasa. Di tahun itu dengan beberapa jurus melintir aku bisa bebas dari keterlibatan menjadi panitia.

Babak IV
Tahun 2008, meski sudah kulancarkan jurus melintir tetap saja tahun itu aku tak bisa menghindar dari 'belitan' pengadaan. Tahun tersebut kulewati dengan menjadi panitia pengadaan jasa konstruksi (lagi)

Babak V
Tahun 2009 s.d. 2011 Jurus melintirku ampuh untuk menghindar dari pengadaan, didukung tambahan teman-teman baru yang berhasil juga mengantungi sertifikat.

Babak VI
Tahun 2012 aku kembali dihadapkan pada tantangan yang sama, tantangan bernama pengadaan. Dengan peraturan baru dan sistem yang diperbaharui. Meski masih gamang, di babak ini aku lebih optimis untuk bisa 'menghindar dari hal yang tak semestinya' karena perkembangan sistem yang semakin terbuka dan dukungan dari semakin banyak teman yang terlibat dalam pengadaan punya fikiran sama untuk 'berusaha' tidak larut.


AIR, PEMANFAATAN DAN PELESTARIANNYA


Menurut Lembaga Survei Geologi  Amerika Serikat, total jumlah kandungan air di bumi hampir 326 juta kubik mil, sebanyak 72% permukaan bumi tertutup oleh air, tetapi 97% air tersebut asin dan tidak baik untuk diminum. Diantara 70% air tersebut berbentuk es, kurang dari 1% air yang ada di dunia siap dimanfaatkan secara langsung. Terdapat 6 negara (Brazil, Russia, Kanada, Indonesia, China dan Kolombia) yang memiliki 50% persediaan air minum dunia. Sementara sepertiga populasi dunia hidup di kawasan negara dengan tingkat persediaan air minum yang minim dimana kandungan air minum tersimpan di dalam tanah lebih banyak daripada bentuk cair yang ada di permukaan.
Air (H2O) merupakan bahan esensial dan sangat penting bagi semua makhluk hidup terutama bagi kehidupan manusia. Beragam aktifitas manusia senantiasa berhubungan dengan air. Sebut saja seperti mencuci, mandi, minum, dan sebagainya. Semua membutuhkan keberadaan air. Dengan air ini (sebagai pelarut campuran semen dan pasir) juga bangunan dapat berdiri kokoh. Apa jadinya kalau campuran semen dan pasir ini tanpa kehadiran air. Tentu semen dan pasir itu tidak bisa bersenyawa dengan baik. Dengan air ini pulalah tumbuh-tumbuhan dapat mengambil manfaatnya sehingga menghasilkan buah yang enak dan pemandangan hijau yang menyejukkan mata. Dengan air, hewan-hewan dapat mengambil manfaatnya dan keluarlah air susu yang berguna bagi kesehatan manusia. Hewan laut (seperti ikan) tidak akan bisa hidup tanpa keberadaan air.

Air Bagi Tubuh Manusia
Air merupakan komponen utama dari tubuh, rata-rata tiap orang memiliki 60% air dari berat tubuhnya. Semua sistem di dalam tubuh tergantung oleh air. Sebagai contoh, air akan membilas racun dari organ vital, membawa nutrisi ke sel tubuh dan menghasilkan kelembapan bagi jaringan telinga, hidung dan tenggorokan. Kurangnya air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi, yaitu keadaan yang timbul karena tubuh kekurangan air sehingga tidak dapat menjalankan fungsi normalnya.
Dua pendekatan untuk mengukur kebutuhan air rata-rata pada orang dewasa:  1) Pendekatan pengganti. Rata-rata keluaran urin orang dewasa 1,5 L sehari. Air juga dapt keluar melalui pernafasan, keringat dan pergerakan usus. Makanan biasanya menyumbangkan 20% dari jumlah total yang diperlukan, jadi bila mengkonsumsi 2 L air atau minuman lainnya dalam sehari (kurang lebih 8 gelas), maka cairan yang hilang akan tergantikan. 2) Rekomendasi harian. Institute of Medicine menyarankan pria untuk mengkonsumsi 3 L (13 gelas) dan perempuan mengkonsumsi 2,2 L(9 gelas) dari total minuman dalam sehari.  Cara lain untuk mengetahui bahwa anda telah minum dalam jumlah yang cukup adalah bila anda jarang merasa haus dan memproduksi satu hingga dua liter urin yang tidak berwarna atau agak kuning.
Banyaknya keperluan air yang dibutuhkan tubuh tergantung dari keaktifan, cuaca, kesehatan, dan bila hamil atau menyusui, secara rinci dijelanskan sebagai berikut : 1) Olah raga. Semakin banyak berolahraga, maka akan semakin banyak air yang dibutuhkan tubuh. Tambahan 1-2 gelas air, biasanya cukup untuk olahraga yang singkat, tetapi bila olahraga lama maka perlu jumlah tambahan. Berapa banyak cairan tambahan yang dibutuhkan tergantung dari banyaknya keringat selama olah raga, biasanya 2-3 gelas dalam sejam sudah cukup, kecuali udara sangat panas. Lebih baik bila menggantikan air dengan cairan elektrolit sehingga elektrolit tubuh yang hilang (natrium) bersama keringat dapat tergantikan. 2)Lingkungan. Udara yang panas dan lembab dapat membuat berkeringat sehingga membutuhkan tambahan air. Udara dalam ruangan yang panas juga dapat membuat kulit kehilangan kelembapannya. Ketinggian lebih dari 2500 meter (8200 kaki) dapat menyebabkan peningkatan urinasi dan bernafas menjadi lebih cepat, sehingga lebih banyak cairan yang terbuang. 3) Keadaan kesehatan dan Penyakit. Tanda penyakit seperti demam, muntah dan diare, dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan. Bila terjadi, maka Anda harus minum air lebih banyak dan lebih baik bila dapat menggantikan elektrolit yang keluar juga. Kondisi tertentu seperti infeksi kandung kemih serta adanya batu di saluran kemih juga membutuhkan cairan lebih banyak. Kondisi lainnya seperti kelainan jantung dan beberapa tipe penyakit ginjal, hati atau penyakit adrenal dapat mengganggu ekskresi air oleh sebab itu asupan air perlu dibatasi. 4)Hamil dan menyusui. Wanita yang sedang hamil atau menyusui membutuhkan cairan untuk tetap terhidrasi. Sejumlah besar cairan hilang saat menyusui. Institute of Medicine merekomendasikan pada wanita hamil untuk minum 2,4 liter (10 gelas) air sedangkan bila menyusui disarankan untuk minum 3,0 liter air (12,5 gelas) setiap harinya.

Pencemaran Air di Indonesia
Pencemaran air di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas air hingga ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai peruntukannya. Fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas air, tapi dalam pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran.
Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas manusia yang meninggalkan limbah pemukiman, limbah pertanian, dan limbah industri termasuk pertambangan. Limbah pemukiman mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan oleh daerah pemukiman atau rumah tangga. Limbah pemukiman ini bisa berupa sampah organik (kayu, daun dll), dan sampah nonorganik (plastik, logam, dan deterjen). Limbah pertanian mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas pertanian seperti penggunaan pestisida dan pupuk. Sedangkan limbah industri mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang dihasilkan aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3).
Setiap harinya, sebanyak 775 ton polutan mencemari air di Indonesia, jumlah ini menempati urutan nomor 5 di dunia. Asian Development Bank (2008) menyebutkan pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun. Biaya yang akibat pencemaran air ini mencakup biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. Dampak lainnya yang tidak kalah merugikan dari pencemaran air adalah terganggunya lingkungan hidup, ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Air yang tercemar dapat mematikan berbagai organisme yang hidup di air.

Pelestarian Air Bersih
            Manfaat air sangat jelas kit rasakan dalam segala aspek kehidupan kita, dan tak bisa dipungkiri dalam kenyataannya pencemaran air semakin hari semakin banyak terjadi. Untuk itu hal yang dapat kita lakukan agar ketersediaan air bersih tetap ada adalah dengan pelestarian air bersih. Banyak hal yang dapat kita lakukan dalam menjalankan pelestarian ini, antara lain :
  1. Menggunakan air bersih seefisien mungkin. Dengan tidak menghambur – hamburkannya. Seperti setelah pemakaian krran sebaiknya langsung ditutup rapat jangan sampai air bersih terbuang percuma.
2.      Melestarikan Hutan di Hulu Sungai. Agar tidak menimbulkan erosi tanah di sekitar hulu sungai sebaiknya pohon-pohon atau pepohonan tidak digunduli atau ditebang atau merubahnya menjadi areal pemukiman penduduk. Dengan adanya erosi otomatis akan mambawa tanah, pasir, dan sebagainya ke aliran sungai dari hulu ke hilir yang sehingga menyebabkan pendangkalan sungai.
3.      Tidak Buang Air di Sungai atau Kali. Buang air kecil dan air besar sembarangan adalah perbuatan yang salah. Kesan pertama dari tinja atau urin yang dibuang sembarangan adalah bau dan menjijikkan. Ekskresi juga merupakan salah satu medium yang paling baik untuk perkembangan bibit penyakit dari mulai penyakit ringan sampai ke penyakit yang berat dan kronis. Oleh sebab itu janganlah boker dan beser di sembarang tempat.
4.      Tidak Membuang Sampah Ke Sungai. Sampah yang dibuang secara sembarangan ke kali akan menyebabkan aliran air menjadi mampet. Selain itu sampah juga menyebabkan sungai cepat dangkal dan akhirnya memicu terjadinya banjir di musim penghujan. Sampah juga membuat sungai tampak kotor, tidak terawat, terkontaminasi, dan lain sebagainya.
5.      Tidak Membuang Limbah Rumah Tangga dan Industri. Tempat yang paling mudah untuk membuang limbah industri yang berupa limbah cair adalah dengan membuangnya ke sungai. Namun apakah limbah itu aman dan layak untuk dibuang ke sungai? Hal itu membutuhkan penelitian dan proses perubahan secara kimia yang tentu saja akan menambah biaya operasional perusahaan. Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup telah membuat tata cara serta aturan untuk pembuangan limbah yang benar-benar ketat. Limbah yang dibuang secara asal-asalan tentu saja bisa menimbulkan berbagai gangguan masyarakat mulai dari bau yang tidak sedap, pencemaran terhadap air tanah, gangguan kulit, serta masih banyak lagi gangguan kesehatan lain yang merugikan.
Referensi :
Administrator. 2010. Pelestarian Air Bersih. (http://airuntukmasadepan.com/blogzoom.php?air=pelestarian-air-bersih&no=995 diakses tanggal 20 Mei 2011)
Administrator. 2010. (http://alamendah.wordpress.com/2010/08/01/pencemaran-air-di-indonesia/2010 diakses tanggal 20 Mei 2011)

Administrator 2011. (http://www.apakahkamutau.com/2011/02/rekor-pencemaran-air-di-indonesia.html/ diakses tanggal 20 Mei 2011)

Administrator. 2006. Usaha dan Cara Menjaga Kelestarian Sungai - Upaya Melestarikan Alam Lingkungan Sekitar Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya (http://organisasi.org/usaha_dan_cara_menjaga_kelestarian_sungai_upaya_melestarikan_alam_lingkungan_sekitar_manusia_dan_makhluk_hidup_lainnya, diakses tanggal 20 Mei 2011)

 

Syamsudi Prasetyo. 2010. Berapa Banyak Kandungan Air di Bumi?( http://www.inilah.com/read/detail/289601/berapa-banyak-kandungan-air-di-bumi/ diakses tanggal 20 Mei 2011)

Yoky Edi Saputra, 2008. Mengapa air begitu penting bagi kehidupan? (http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/mengapa-air-begitu-penting-bagi-kehidupan/  diakses tanggal 20 Mei 2011)

MEWASPADAI ANTRAKS




Pada Bulan Februari 2011 dilaporkan adanya kejadian antraks pada manusia di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kronologi penyebaran wabah dimulai dari adanya seekor sapi yang sakit pada akhir Januari 2011, sapi tersebut  dipotong untuk dikonsumsi sendiri dan sebagian dagingnya dijual ke pasar. Laporan pertama tertanggal 12 Februari 2011 itu disampaikan kasus dengan kelainan kulit tertentu, ditemukan 9 kasus dengan keropeng di kulit.  Antraks kembali menjadi topik pembicaraan, menambah sejarah panjang keberadaan antraks di dunia.  Penyakit Antraks diketahui sudah ada bahkan sejak zaman Mesir Kuno, kemudian pada tahun 1613 Eropa dilanda wabah penyakit ini dan tercatat sekitar 60.000 orang meninggal karenanya. 

Antraks di Indonesia
Di Indonesia, pada tahun 1884 ditemukan penyakit menyerupai antraks pada kerbau di daerah Teluk Betung, kemudian pada tahun 1885 dilaporkan adanya penyakit antraks di Buleleng (Bali), Rawas (Palembang), dan Lampung. Pada tahun 1886 dilaporkan kejadian di daerah Banten, Padang, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Selama tahun 1899 sampai tahun 1930  tercatat kejadian antraks pada hewan diberbagai tempat di Jawa dan luar Jawa. Pada tahun 1975 kembali wabah antraks terjangkit di enam daerah di Indonesia, yaitu Jambi, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan  Nusa Tenggara. Pada tahun 1980, di Nusa Tenggara Timur, penyakit antraks meminta korban sapi, kuda, kerbau, babi, anjing, dan manusia. Manusia yang terserang tidak ada yang mati, tetapi 14 orang menderita karbunkel kulit. Pada Bulan April 1997, Direktorat Jenderal Peternakan sempat mengeluarkan larangan sementara impor daging sapi dan bahan-bahan asal hewan dari Australia karena terjadi kasus antraks pada sapi di Victoria dan New South Wales (Australia). Di tahun 2000 muncul antraks di peternakan burung unta di Purwakarta, Jawa Barat, dimana ditemukan juga kasus pada manusia.

Antraks pada hewan dan manusia
                Antraks adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia dan menimbulkan kesakitan hingga kematian dengan masa inkubasi antara 2 – 5 hari. Penyebabnya bakteri Bacillus anthracis, bakteri ini bersifat aerob - memerlukan oksigen untuk hidup. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang dapat bertahan selama puluhan tahun dalam tanah dan bisa menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia. Beberapa hewan yang sering terjangkit penyakit ini adalah sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, burung onta, dan babi. Masuknya penyakit ini biasanya melalui luka atau dari udara yang tercemar bakteri, pada hewan  biasanya terjadi pada saat makan rumput. Daun atau ranting yang keras melukai mulut atau kaki hewan kemudian bakteri. Proses penularan antraks pada manusia bisa terjadi bila manusia kontak langsung dengan spora antraks yang ada di dalam tanah, pada tanaman ataupun produk-produk hewan yang terjangkit antraks. Penularan bisa juga terjadi melalui udara yang mengandung spora antraks yang masuk  masuk melalui luka atau pun melalui makanan yang tercemar bakteri.
                Pada hewan, antraks dapat menimbulkan demam, gelisah, lemah, paha gemetar, nafsu makan hilang dan rubuh, atau keluar darah dari dubur, mulut dan lubang hidung, darah berwarna merah tua seperti kecap atau ter, agak berbau amis dan busuk serta sulit membeku. Terjadi pembengkakan di daerah leher, dada dan sisi lambung, pinggang dan alat kelamin luar. Bisa juga terjadi kematian dalam waktu singkat tanpa disertai tanda-tanda sebelumnya.
Pada manusia ada empat tipe antraks yaitu:
1.       Antraks kulit yang diakibatkan masuknya spora ke dalam kulit dan menimbulkan reaksi pertahanan tubuh berupa luka berwarna merah-coklat yang membesar dengan kemerahan, melepuh dan mengeras kulit disekitarnya. Titik tengah dari luka akan terbentuk borok dengan cairan berwarna kemerahan dan terbentuk jaringan seperti sisik ikan berwarna kehitaman yang biasanya disertai deman dan sakit kepala;
2.       Antraks  saluran pencernaan  yang disebabkan oleh konsumsi daging yang tidak matang dan terkontaminasi. Gejala berupa rasa sakit perut yang hebat, mual, kehilangan nafsu makan, diare berdarah dan demam . Bakteri akan menginvasi melewati dinding usus, dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah usus disertai racun-racun mematikan yang dihasilkan bakteri tersebut;
3.       Antraks saluran nafas (paru)  ditandai dengan gejala awal berupa gejala flu yang ringan dan hilang timbul, beberapa hari kemudian gejala memberat dan dapat ditemukan gangguan pernafasan berat, diikuti oleh koma, syok dan bahkan kematian. Spora antraks yang terhisap tidak menyebabkan pneumonia yang seperti biasa, sebagian besar bahkan spora-spora ini dapat dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh tapi pada kondisi tubuh yang tidak baik, spora tidak akan terhancurkan semuanya sehingga akan berada di kelenjar getah bening. Di dalam kelenjar getah bening spora akan berkembang, dan menghasilkan racun yang mematikan dan menyebar ke seluruh tubuh. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan mengalami kerusakan dan perdarahan, sehingga infeksi akan menyebar ke seluruh paru .
4.       Antraks meningitis merupakan akibat dari komplikasi bentuk antraks yang lain. Gejala klinis seperti randang otak maupun selaput otak yaitu demam, sakit kepala hebat, kejang, penurunan kesadaran, dan kaku kuduk.
Penanganan dan Pencegahan Antraks
Dalam menangani penyakit ini yang penting berpedoman pada pengamatan yang menyeluruh, hal ini perlu dilakukan karena gejala awal yang sangat umum sehingga diagnosa awal sulit ditegakkan. Karenanya penting diketahui riwayat kontak dengan ternak atau produknya (kulit, tulang), riwayat kontak dengan ternak sakit, riwayat mengkonsumsi daging ternak sakit, status pekerjaan (petani ladang, peternak, pekerja Rumah Potong Hewan, penyamak kulit), dan wilayah tempat tinggal. Obat antibiotika yang  paling ampuh untuk penderita antraks yang alami dan jarang resisten adalah penisilin,  namun yang lebih baik dibandingkan pengobatan adalah tindakan pencegahan.
Beberapa hal yang dapat dilaksanakan untuk mencegah timbulnya antraks antara lain :
1.       Memberikan imunisasi kepada orang dengan risiko tinggi  dimana sudah ditemukan vaksin yang efektif mencegah antraks kulit dan pernapasan. Orang dengan risiko tinggi yang dimaksud diantaranya petugas labororatorium yang secara rutin bekerja dengan B. anthracis dan para pekerja yang menangani bahan  mentah yang potensial terkontaminasi.
2.       Memberikan sosialisasi kepada para pekerja yang menangani bahan-bahan yang potensial terkontaminasi antraks untuk  menjaga kulit agar tidak lecet dan menjaga kebersihan perorangan.
3.         Menjaga kondisi tempat kerja dengan membersihkan debu dan menyiapkan  ventilasi yang baik di tempat-tempat kerja pada industri berbahaya terutama yang menangani bahan mentah, melakukan supervisi medis pada para pekerja dan melakukan perawatan spesifik pada luka dikulit, pendisiplinan penggunaan  pelindung dan penyediaan fasilitas mencuci tangan dan berganti pakaian sesudah kerja, dan penempatan ruang makan jauh dari tempat kerja.
4.         Melakukan pencucian menyeluruh, disinfeksi atau sterilisasi bulu, wol dan tulang atau bagian dari tubuh binatang lainnya yang akan dijadikan pakan ternak sebelum diproses.
5.         Pemusnahan bangkai ternak yang terkontaminasi antraks dengan dalam suhu tinggi (insinerasi) di tempat binatang itu mati atau dengan mengangkut bangkai tersebut ke tempat insenerator.  Jika tidak memungkinkan, bangkai dikubur dalam-dalam di tempat binatang  itu mati dengan ditaburi quicklime atau kalsium oksida anhydrous untuk mempercepat pembusukan sedangkan tanah yang terkontaminasi dengan bangkai atau kotoran binatang didekontaminasi dengan lye 5% atau quicklime
6.         Melakukan pengawasan  ketat terhadap buangan air limbah dari tempat yang menangani binatang-binatang yang potensial terkontaminasi antraks dan limbah dari pabrik yang menghasilkan produk bulu, wol, tulang atau kulit yang mungkin terkontaminasi.
7.       Mengimunisasi  sedini mungkin dan melakukan imunisasi ulang setiap tahun kepada semua hewan yang berisiko terkena antraks, mengobati hewan yang menunjukkan gejala antraks dengan penisilin atau tetrasiklin dan tidak menyembelih hewan sampai beberapa bulan setelah sembuh.

 Tingkat Kematian Manusia Akibat Antraks di Indonesia mencapai 18 Persen. Penyakit Antraks memang layak ditakuti karena sangat mematikan, karenanya kita mesti berhati-hati dan mewaspadai antraks.

Referensi
Detiknews. 2011. Kemenkes Terus Pantau Wabah Anthrax di Boyolali, (http://www.detiknews.com/read/2011/02/27/163734/1580656/10/kemenkes-terus-pantau-wabah-anthrax-di-boyolali  diakses tanggal 25 Februari 2011)

2010. Apa Itu Penyakit Anthrax ?. (http://www.resep.web.id/tips/apa-itu-penyakit-anthrax.htm 2010 diakses tanggal 25 Februari 2011)

2007. Antraks. (http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=13 diakses tanggal 25 Februari 2011)

2009. Antraks. (http://kumpulanartikelkesehatan.wordpress.com/2009/10/10/anthrax/ diakses tanggal 25 Februari 2011)

BIJAK MENYIKAPI SAMPAH


Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa. Jumlah ini bertambah sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk sebelumnya yang tercatat di tahun 2000. Peningkatan jumlah penduduk ini mempercepat pertumbuhan volume sampah, tahun 2010 saja diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton per hari  yang berarti 73 juta ton per tahun.  Jika dikalkulasikan secara kasar dengan jumlah penduduk hasil sensus di atas, berarti setiap orang rata-rata menghasilkan 0,84 Kilogram sampah setiap hari.  Peningkatan pertumbuhan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa hal lain seperti pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kesejahteraan yang berimbas kepada pola konsumsi dan perilaku masyarakat yang cenderung mencari kepraktisan namun menghasilkan lebih banyak sampah.

Sampah dan Persoalannya
Selama ini sebagian besar dari kita masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tak bermanfaat dan belum terfikirkan bahwa sampah adalah sesuatu yang dapat menjadi sumber daya dan dimanfaatkan. Pengelolaan sampah yang jamak dilakukan bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), dimana sampah yang ada sekedar dikumpulkan kemudian diangkut dan dibuang ke tempat penimbunan sampah. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar dengan lahan terbatas untuk pengelolaan sampah yang membuat orang segera melupakan sampahnya begitu dibuang dan tak nampak di depan mata. Timbunan sampah dengan volume yang besar di sebuah lokasi dapat menimbulkan berbagai persoalan lingkungan, kesehatan maupun sosial ekonomi. 
Persoalan lingkungan yang bisa muncul jika sampah tidak dikelola dengan baik misalnya gangguan estetika karena tumpukan atau serakan sampah padat, pencemaran udara karena bau busuk dari sampah atau adanya potensi pelepasan gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global, pencemaran air dapat terjadi jika terjadi peresapan air cucian sampah padat (air hujan) ke dalam sumber air, sampah yang terbawa masuk ke selokan dan sungai akan menghambat aliran air dan memperdangkal sungai yang berujung pada terjadinya banjir.  Gangguan kesehatan yang dapat terjadi karena pengelolaan sampah yang tidak baik antara lain, diare, kolera, tifus penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi makanan (daging/ikan/tumbuhan)  yang tercemar zat beracun dari sampah. Persoalan sosial ekonomi yang mungkin terjadi karena sampah misalnya turunnya jumlah wisatawan, meningkatnya pembiayaan pengobatan, rendahnya produktivitas kerja karena sakit, tingginya pembiayaan untuk perbaikan fasilitas yang rusak karena banjir akibat timbunan sampah dan lain-lain. 
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah disah-kan pada 7 Mei 2008, di dalamnya disebutkan bahwa paling lambat pada tahun 2013, pengelolaan sampah dengan penumpukan sampah secara open dumping atau model tempat pembuangan akhir (TPA) seperti sekarang ini tidak diperbolehkan lagi. TPA yang diperbolehkan hanyalah yang berbasis sanitary landfill atau semi sanitary landfill. Metode open dumping yang dimaksud adalah penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi teknologi yang memadai, hal ini memungkinkan adanya perembesan air lindi (cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan. Efek pencemaran bisa berakumulasi jangka panjang dan pemulihannya bisa membutuhkan puluhan tahun. Karenanya metode ini sudah tidak direkomendasikan lagi untuk digunakan. Metode sanitary landfill dilaksanakan dengan  pelapisan geotekstil yang tahan karat pada permukaan tanah sebelum ditimbuni sampah, lapisan ini berfungsi mengalirkan air lindi ke bak penampungan agar tidak mancemari air tanah, yang selanjutnya diolah menjadi pupuk organik cair (POC). Setelah sampah ditimbun, kemudian dilapisi lagi dengan geotekstil di bagian atasnya dan ditutup dengan tanah. Metode ini lebih aman daripada open dumping namun memerlukan lahan yang luas, biaya pengelolaan yang mahal serta risiko besar atas kebocoran zat atau gas beracun. Ada beberapa metode lain yang dapat digunakan seperti metode  pembakaran dengan autoclave atau incenerator, metode gas metana dengan prinsip fermentasi, dan lain-lain yang pada umumnya membutuhkan biaya yang mahal.
Dengan mengetahui besarnya dampak yang terjadi jika sampah tidak dikelola dengan baik dan besarnya biaya untuk pengelolaannya, bisa menjadi motivasi bagi kita untuk melakukan sesuatu, berusaha mengurangi produksi sampah tiap hari, merubah cara pandang terhadap sampah, dari barang sisa yang tidak berguna menjadi  memandang sampah sebagai sesuatu yang mempunyai nilai lebih dan dapat dimanfaatkan, atau hal lain apapun yang bisa diupayakan untuk memecahkan persoalan sampah ini. Satu hal yang bisa dimulai dari diri sendiri dalam rangka pengelolaan sampah ini adalah dengan menerapkan prinsip 3R.

Reduce, Reuse and Recycle + Repair
            Istilah 3R saat ini sudah populer dan sering didengungkan sebagai salah  satu alternatif pemecahan masalah persampahan ini.  3R itu adalah Reduce, Reuse and Recycle. Pertama Reduce atau mengurangi, dalam hal ini yang dikurangi adalah penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan, mengurangi belanja barang yang tidak “terlalu” dibutuhkan,  atau apa pun yang intinya adalah pengurangan kebutuhan. Hal sederhana yang bisa kita lakukan antara lain mengurangi penggunaan kertas tissue dan menggantinya dengan sapu tangan, mengurangi penggunaan kertas di kantor dengan print preview sebelum mencetak agar tidak salah,  membaca koran online, dan sebagainya. Kedua Reuse berarti pemakaian kembali untuk tujuan yang sama atau berbeda.  Hal ini bisa dimulai dengan menggunakan sisi kertas bekas yang kosong untuk menulis/menyiapkan konsep dokumen, memanfaatkan botol bekas minuman untuk tempat minyak goreng.  Ketiga Recycle atau mendaur ulang. Hal yang bisa dilakukan seperti menggunakan bekas botol plastik air minum atau apapun sebagai pot tanaman, mengubah sampah organik menjadi kompos, sampai mendaur ulang kertas bekas untuk menjadi kertas kembali.  Satu lagi yang bisa ditambahkan dalam langkah 3R sehingga menjadi 4R yaitu repair.  Langkah yang satu ini seringkali dilupakan orang, Repair adalah usaha perbaikan demi lingkungan. Contoh memperbaiki barang-barang yang rusak agar bisa kita gunakan kembali seperti menjahit baju yang sobek atau menambal sepatu yang jebol agar tak membeli yang baru. Perbaikan lain yang lebih besar misalnya reboisasi atau perbaikan lahan kritis untuk memperluas daerah resapan yang lebih besar dan menahan limpahan air yang bisa menyebabkan longsor.  



Mulai dari Sekarang 
            Sampah berikut dampak dan pengelolaannya telah menjadi masalah tersendiri tidak hanya bagi individu namun juga bagi masyarakat bahkan negara.  Persoalan sampah ini semakin besar dari hari ke hari, sebuah persoalan yang harus diselesaikan, tidak sekedar dibicarakan.  Kita bisa memulai mengurai benangnya mulai dari hal-hal sederhana di sekitar kita, dan bisa kita mulai dari sekarang. (anjas)

Referensi
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, (online). (http://www.menlh.go.id/adipura/peraturan/UU_no18_th2008_ttg_pengelolaan_sampah.pdf diakses tanggal 20 Januari 2011)

 Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, (http://omjun.com/motivasi-dan-pengembangan-diri/penduduk-indonesia-2367-juta-jiwa.htm diakses tanggal 20 Januari 2011)

Amarullah. A. 2010. Sampah Indonesia Tiap Hari Capai 200 Ribu Ton (http:// nasional.vivanews.com/news/read/131299-sampah_indonesia_tiap_hari_capai_200_ribu_ton diakses tanggal 20 Januari 2011)

Hoesein. A. 2010. Sampah Menjadi Masalah Serius Perkotaan (http://green.kompasiana.com/limbah/2010/11/27/sampah-menjadi-masalah-serius-perkotaan/ diakses tanggal 20 Januari 2011)

Kurniawan. E. 2010. Pengelolaan Sampah di Indonesia  (http:// www.iec.co.id/berita/pengelolaan-sampah-di-indonesia diakses tanggal 20 Januari 2011)
2007. Reduce, Reuse, Recylce + Repair, (http://akuinginhijau.org/2007/08/06/reduce-reuse-recycle-repair/ diakses tanggal 20 Januari 2011)
Diana. A. 2007. Sampah dan Pengelolaannya (http://anafio.multiply.com/reviews/item/3 diakses tanggal 20 Januari 2011)
Tobing.I. 2005. Dampak Sampah Terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia. Skripsi. Jakarta : Fakultas Biologi Universitas Nasional,Jakarta.  (online), (http://biologi.unas.ac.id:8080/web_biologi/publikasi/Dampak%20sampah%20terhadap%20kesehatan%20lingkungan%20dan%20manusia%20(Tobing,%202005).pdf diakses tanggal 20 Januari 2011)
Hoesein. A. 2010. Metode Pengelolaan Sampah Kota. (http://green.kompasiana.com/limbah/2010/06/30/metode-pengelolaan-sampah-kota/diakses tanggal 20 Januari 2011)

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN


Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Penyakit merupakan respon tubuh akibat menurunnya energi dalam tubuh karena berkurangnya kemampuan tubuh untuk mengeliminasi dan membuang racun. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan yang terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit
            Jenis penyakit berbasis lingkungan yang pertama disebabkan oleh virus seperti ISPA, TBC paru, Diare, Polio, Campak, dan Kecacingan;  yang kedua  disebabkan oleh binatang seperti Flu burung, Pes, Anthrax ; dan yang ketiga disebabkan oleh vektor nyamuk diantanya DBD, Chikungunya dan  Malaria. Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan untuk Indonesia, menurut hasil survei mortalitas Subdit ISPA pada tahu 2005 di 10 provinsi diketahui bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi (22,3%) dan pada balita (23,6%).  Diare, juga menjadi persoalan tersendiri dimana di tahun 2009 terjadi KLB diare di 38 lokasi yang tersebar pada 22 Kabupaten/kota dan 14 provinsi dengan angka kematian akibat diare (CFR) saat KLB 1,74%. Pada tahun 2007 angka kematian akibat TBC paru adalah 250 orang per hari. Prevalensi kecacingan pada anak SD di kabupaten terpilih pada tahun 2009 sebesar 22,6%. Angka kesakitan DBD pada tahun 2009 sebesar 67/100.000 penduduk dengan angka kematian 0,9%.  Kejadian chikungunya pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 83.533 kasus tanpa kematian. Jumlah kasus flu burung di tahun 2009 di indonesia sejumlah 21, menurun dibanding tahun 2008 sebanyak 24 kasus namun angka kematiannya meningkat menjadi 90,48%.
            Para ahli kesehatan masyarakat pada umumnya sepakat  bahwa kualitas kesehatan lingkungan adalah salah satu dari  empat faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia menurut H.L Blum yang merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pencapaian derajat kesehatan. Memang tidak selalu lingkungan menjadi faktor penyebab, melainkan juga sebagai penunjang, media transmisi maupun memperberat penyakit yang telah ada.  Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :
o   Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman
Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun. Namun demikian, Indonesia masih saja mengalami persoalan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih,  sebagian besar yang memiliki akses mendapatkan air bersih dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam. Dari data Bappenas disebutkan bahwa pada tahun 2009 proporsi penduduk dengan akses air minum yang aman adalah 47,63%. Sumber air minum yang disebut layak meliputi air ledeng, kran umum, sumur bor atau pompa, sumur terlindung , mata air terlindung dan air hujan. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, sebanyak 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas.
o   Akses sanitasi dasar yang layak
Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar merupakan salah satu isu penting dalam menentukan kualitas sanitasi. Namun pada kenyataannya dari data Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum memiliki akses jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat Indonesia yang BAB sembarangan dan menggunakan jamban yang tak berkualitas. Angka ini jelas menjadi faktor besar yang mengakibatkan masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan balita di Indonesia.


o   Penanganan sampah dan limbah
Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai 200.000 ton per hari  yang berarti 73 juta ton per tahun.  Pengelolaan sampah yang belum tertata akan menimbulkan banyak gangguan baik dari segi estetika berupa onggokan dan serakan sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan air, potensi pelepasan gas metan (CH4) yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global, pendangkalan sungai yang berujung pada terjadinya banjir serta gangguan kesehatan seperti  diare, kolera, tifus penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi makanan (daging/ikan/tumbuhan)  yang tercemar zat beracun dari sampah.
o   Vektor penyakit
Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini didukung faktor lain yang membuat perkembangbiakan vektor semakin pesat antara lain  : perubahan lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumahan; sistem penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air; sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat; sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat, penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor; pemanasan global yang meningkatkan kelembaban udara lebih dari 60% dan merupakan keadaan dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan vektor penyakit.
o    Perilaku masyarakat
Perilaku Hidup Bersih san Sehat belum banyak diterapkan masyarakat, menurut studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %.  Studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 % merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli. Menurut studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006 terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya penyakit berbasis lingkungan, diantaranya : (1) Penyehatan Sumber Air Bersih (SAB), yang dapat dilakukan melalui  Surveilans kualitas air, Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih, Pemeriksaan kualitas air, dan Pembinaan kelompok pemakai air. (2) Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan pemantauan jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS), penyehatan Tempat-tempat Umum (TTU) meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. (3) Dilakukan upaya pembinaan institusi Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan, dan perkantoran. (4)  Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM) yang bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan dan minuman, kesiap-siagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan. (5) Pemantauan Jentik Nyamuk dapat dilakukan seluruh pemilik rumah bersama kader juru pengamatan jentik (jumantik), petugas sanitasi puskesmas, melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang mungkin menjadi perindukan nyamuk dan tumbuhnya jentik. (anjas)

Referensi :
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2010. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2009.2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

2009. Beberapa Pengertian Tentang Sanitasi Lingkungan (http://helpingpeopleideas.com/publichealth/sanitasi-lingkungan/  diakses tanggal 18 Januari 2011)

Tim Teknis Pembangunan Sanitasi. 2011. Potret Buram Sanitasi Kita.(http://www.sanitasi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=592:potret-buram-sanitasi-kita&catid=55:berita&Itemid=125 diakses tanggal 18 Januari 2011)

2011. Penyakit . (http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit diakses tanggal 18 Januari 2011)
Public Health Corner . 2011. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (http://helpingpeopleideas.com/publichealth/sanitasi-total-berbasis-masyarakat-stbm-2/ diakses tanggal 18 Januari 2011)

Sudayasa, P. 2009. Lima Upaya Dasar Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas (http://www.puskel.com/5-upaya-dasar-program-kesehatan-lingkungan-di-puskesmas/ diakses tanggal 18 Januari 2011)


2011. Lingkungan .(http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan diakses tanggal 18 Januari 2011)

Sanitasi Bersih . 2009. Kekurangan Akses Terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar (http://sanitasibersih.blogspot.com/2009/10/kekurangan-akses-terhadap-air-minum-dan.html diakses tanggal 18 Januari 2011)


2008. vektor penyakit menular (http://jiniaricute.wordpress.com/2008/05/27/vektor-penyakit-menular/ diakses tanggal 18 Januari 2011)

Jangan Asem