Enam tahun yang lalu, di dua bulan umur kehamilan anak kedua , aku
sampai pada keputusan ‘terpaksa’ untuk menyapih Sakha. Terpaksa karena
pada waktu itu umur Sakha belum genap dua tahun, baru 18 bulan. Aku
berharap masih bisa memberikan ASI sampai 6 bulan kemudian. Tapi
keputusan itu harus kuambil, sebab untuk mengambil pilihan lain seperti
menyusui ketika hamil, tak berani kulakukan
karena sempat mengalami perdarahan di awal kehamilan.
Waktu itu,
mencoba mencari cara menyapih terbaik dan tercepat dengan
mempertimbangkan cerita pengalaman sanak saudara teman tentang cara
menyapih anak-anaknya. Ada yang dioles ini-itu, ada yang pake
‘jopa-japu’, diberi air dari mbah ini-mbah itu, disuwukke disana dan
disitu.
Aku pakai caraku sendiri saja lah, kuoles dada dengan
krim penghangat yang biasa kupake jika Sakha susah tidur karena flu dan
tersumbat hidung.
Dan, berhasil....Sakha tak berminat lagi menyusu,
meski selama satu pekan dalam proses penyapihan badannya agak demam,
tapi aku tetapkan untuk bertega hati. Toh ketika malam dia merasa lapar,
Sakha mau makan yang lain sebagai gantinya.
Karena tak suka susu
formula, makanan pengganti favoritnya adalah dua - tiga sendok nasi
anget dengan frekuensi 2-3 kali tiap malam. Makan nasi tengah malam ini
hanya berjalan dua minggu, setelahnya Sakha tidur anteng sejak mapan
tidur sampai bangun keesokan harinya.
Menyapih Akhsan punya cerita
lain, alasanku menyapihnya saat umur 23 bulan bukan karena aku keburu
hamil...tapi karena lecet bin luka berdarah...Akhsan dengan gigi-giginya
dan kekuatan hisapnya membuat luka yang tak tertahankan perihnya.
Atas
saran seorang teman dokter, aku menyapih Akhsan dengan cara yang sangat
mudahnya.
Pada hari itu aku mengatakan “Akhsan, sudah besar nggak usah mimik ibu lagi ya...”
Akhsan
tidak menjawab mengiyakan, tapi saat dia minta minum...susu dalam gelas
yang kuberikan tak ditolaknya dan tak ada rengekan minta ASI. Setelah
disapih Akhsan minum empat gelas susu semalam.
Menyapih Abbad
agak berbeda dengan dua pendahulunya,sempat terbersit keinginanku untuk
memberikan ASI lebih dari dua tahun....berusaha mencari referensi
sana-sini. Dari pandangan syariah, kesehatan dan psikologi, sampai pada
kesimpulan....AKU RAGU JIKA HARUS MEMBERI ASI LEBIH DARI DUA TAHUN.
Di
usia Abbad 22 bulan aku mengalami lecet bin luka berdarah meski tak
separah saat Akhsan dulu, saat itu aku berniat menghentikan pemberian
ASI...tapi aku ragu karena selera makan Abbad belum sebagus
kakak-kakaknya di usia yang sama. Keraguanku sempat mengundang komentar
suamiku dengan
“Kayak baru punya anak satu aja”
Karena tak kuat juga menahan sakit kuhentikan pemberian ASI dengan memberikan alasan ke Abbad
“mimik ibu sakit”
Tapi
itu hanya bertahan dua hari satu malam, di malam kedua...aku tak tahan
mendengar rengekan Abbad, lecetku sudah mulai membaik dan aku tak tahan
menahan sakit yang lain (sakit bengkak karena timbunan air susu di
dada).
Walhasil gagal sudah rencana penyapihan tahap pertama.
Kurang
dua pekan dari usia dua tahun, aku mendapat tugas ke luar kota, Cuma
dua hari satu malam saja sebenarnya...namun aku bertekad menggunakan
kesempatan ini benar-benar untuk menyapih Abbad.
Kuminta kesediaan
Ibuku untuk menemani suami dan anak-anak selama aku pergi, tak tega
juga membayangkan kerewelan Abbad tanpa ada pendamping yang paham
tentang tugas susu-menyusui ini.
Abbad rewel banget, menangis
keras-keras....”nangis njempling-njempling” kata suamiku menggambarkan
kerewelan Abbad saat sapih malam pertama.
Di malam kedua saat aku sudah
ada disampingnya pun tangis njempling-njemplingnya tetap tak
tertahankan...Itu terjadi sampai di malam ke-empat meski berangsur
berkurang frekuensi dan amplitudonya.
Rasa sakit karena bengkak
yang kurasakan di dada juga berangsur berkurang, aku memerahnya sedikit untuk mengurangi rasa sakit pada
saat mandi, karena produksi ASI juga akan berangsur turun jika tak lagi
disusu anak.
Di malam kelima tangis Abbad tak lagi
njempling-njempling, dia hanya sedikit merengek dan minta susu dan
menerima gelas berisi susu UHT yang kuangsurkan, diminum habis dan tidur
kembali.
Alhamdulillah, Selamat ya Le !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar