Semasa kecil dulu, waktu pramuka masih diwajibkan - sekarang masih
nggak sih?- kami dikenalkan pada tanaman berkhasiat yang bisa dipakai
untuk mengobati beberapa gejala penyakit seperti daun dadap srep untuk
meredakan demam, daun ketepeng untuk mengobati gata-gatal, getah pisang
untuk mengobati luka dan beberapa lainnya yang aku lupa.
Saat
itu dengan lingkungan rumah yang mendukung, membuat kami
manggut-manggut (sok mengerti) meski pada kenyataannya sebagian besar
teori itu tidak kupraktekkan.
Belum lama ini,
anak-anakku mendapat kesempatan berkenalan dengan tanaman yang bisa
dimanfaatkan dan yang bisa berbahaya untuk manusia, begini ceritanya :
Beberapa
bulan yang lalu saat long week end, aku dan anak-anak mengunjungi
yangkung yanguti di Magelang (anak-anak belum nengok yangkung-nya
setelah operasi katarak). Berkumpul di rumah ibuku, para sepupu (tidak
semuanya, tapi lumayan meramekan suasana)
Anak-anak ketika berkumpul, macam-macam lah mainnya, betengan, pingsutan, baca-baca, nge-game, petak umpet .
Hari Sabtu, cuma 5 sepupu yang berkumpul (yang lain tak bisa datang karena berbagai alasan).
Bosan
bermain yang biasa, mereka mencoba permainan baru. Sakha, Isna, Fauzan
dan Hanif mulai mengumpulkan daun-daun di kebun sebelah rumah dan
halaman tengah yangkung. Kumpulan daun itu kemudian dimasukkan dalam
ember, diisi air kemudian diaduk beramai-ramai. Sempat kudengar Isna
bertanya pada ibunya-kakakku-
" Bu, ini daunnya gapapa dipake?"
"Ya" jawaban kakakku tanpa menoleh karena amsih asyik berbincang dengan para saudara.
Tak berapa lama mereka bermain, kempatnya mulai berteriak "gatal ! gatal ! panas !"
Polah
mereka pun bermacam-macam, Fauzan mengangkat dan menggoyang-goyangkan
kedua tangannya, Isna meniup-niup kesepuluh jarinya, Sakha berteriak
sambil meloncat-loncat sedang hanif berlari kesana kemari sambil
mengangkat tangan.
Ibuku langsung curiga,
"Wah kena
lateng kuwi, neng pinggir kuwi ana lateng-e,ayo buang dolanane, adus
kabeh" (jawa: kena lateng, di samping ada tanaman lateng, buang
mainannya dan mandi semua)
Langsung saja para ibu yang
semula asyik bercerita bubar, ember berisi daun dan air itu dibuang dan
anak-anak dimandikan, diminyaki dan dibedaki.
Hari itu kami belajar tentang lateng yang bahasa kerennya Urtica grandidentata Miq.
non Moris . Tanaman Perdu, tahunan, tinggi 1-1,5 m. batangnya Bulat,
berkayu, bercabang, masih muda ungu setelah tua putih. Berdaun Tunggal,
bulat telur, ujung runcing, pangkal bulat,
tepi bergerigi,
permukaan bawah ungu, permukaan atas hijau tua, pertulangan menyirip,
tangkai bulat,panjang 1-3 cm, ungu. Bunganya Majemuk, bentuk malai,
mahkota tidak jelas, tangkai berambul, ungu. Akarnya Tunggang, putih
kekuningan. itu info yang kudapat dari sini
sayangnya aku tak sempat memfoto tanamannya.
Pelajaran kedua kali ini tentang tanaman yang berkhasiat, kami dapat saat liburan lebaran kemarin di Bayat, Klaten.
Biasa, ketika bermain, meloncat, berlari, main sepedanya anak-anak dilengkapi dengan kesandung, tergelincir dan jatuh.
Sakha,
Akhsan dan Abbad mengalaminya dengan kadar kesakitan yang berbeda.
Akhsan yang pertama jatuh dengan luka di kedua lututnya, menangis tentu
saja, darah keluar.
Kutawari untuk mengolesinya dengan obat, lidah
buaya atau getah pohon pisang, semua ditolaknya. Adik iparku
mengusulkan getah tentir, tapi dengan tambahan penjelasan
" Perih banget mBak, tapi mandi" (jawa: pedih sekali tapi manjur)
Oke,
kuputuskan untuk menggunakan tentir, adikku memetik satu batang tentir,
dia pegang akhsan kuat-kuat dan aku yang mengoleskan dengan penjelasan
"Mas, ini agak sakit ya...ditahan, nanti sore sebelum mandi insyaAlloh sembuh"
"Wa......." tangisan Akhsan membahana namun tak sampai sepuluh menit setelahnya dia sudah kembali tertawa dan berlari.
Sakha giliran jatuh dari sepeda berikutnya, luka di sikunya.
Meski
sempat berontak sebelum dioles tentir, episode jatuh hari itu ditutup
dengan senyum karena tak berapa lama perih karena tentir terasa,
setelahnya langsung kering dan beraktivitas seperti biasa
Giliran
Abbad jatuh ketika, luka di lututnya kuoles tentir juga, tapi si gendut
ini tetap tertawa-tawa, seolah tak terjadi apa-apa.
Jadi inilah bentuk si tentir :
Tentir atau tintir atau Jatropha multifida termasuk suku jarak-jarakan (Euphorbiaceae), kerabat dekatnya J. podagrica.
Nama
jarak sendiri adalah Ricinus communis, pada umumnya suku Euphorbiaceae
mempunyai getah putih agak bening dan beracun. Perawakan perdu tinggi
bisa mencapai 8 meter, daun tunggal, bentuk daun palmate (menjari) yamg
punya lekukan banyak (multifidus), Perbanyakan sangat gampang bisa dari
biji bisa dengan stek batang. Getahnya mengandung zat yang bisa menutup
aliran darah yang terbuka (pengganti obat merah/betadin) bila kena luka
baru. ....info lengkap dari sini
Yah,
pengalaman dengan dua tanaman ini menambah semakin kagum pada kehebatan
penciptanya. Sekarang aku sering celingukan melihat-lihat kalo-kalo ada
pohon tentir dan lateng di sekitar rumah, dan belum kutemukan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar