Mendapat tag seorang teman dalam catatannya (Makasih Zum, untuk sharing dan mengingatkan).
Begini catatan lengkapnya :
Rasulullah Berkata:
"Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka,
Allah memberi rahmat pada seseorang yg membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti pada Allah.
Sahabat bertanya : Bagaimana caranya ya Rasul?"
Rasul menjawab: "Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan
kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban yang berat, tidak pula
memakinya dengan makian yang melukai hatinya"
- HR.Thabrani
Sebuah hadist yang diriwayatkan Thabrani, sesuatu yang diajarkan
Rasulullah untuk menghormati anak yaitu dengan "Menghargai sekecil
apapun usahanya, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan
beban yang terlampau berat dan tidak mengucapkan kalimat yang menyakiti
hatinya"
Sungguh, membaca itu menitik air mataku...hatiku perih, peringatan
dari teman ini tepat waktu dan telak betul. Aku merasa beberapa saat
sebelumnya aku melanggar ke-empat-empatnya.
Aku tidak menghormati anakku, aku tidak mengikuti contoh dan ajaran
yeng begitu indah dari Rasul dalam mengasuh anak-anakku, titipan
berharga yang diamanahkan kepadaku. Berbagai teori yang kubaca tentang
mendidik anak , dan kuusahakan untuk melakukannya, kendur dan mulai
luntur (dengan alasan) digerus kesibukan dan kelelahan.
Khususnya, untuk Sakha, sulungku. Dengan kehadiran dua adiknya, aku
merasa Sakha sudah besar, tuntutanku agar dia bersikap dewasa (melebihi
usianya) sepertinya terlalu berlebihan.
Sudah beberapa lama, pujian tak kulontarkan untuk apa yang dilakukan
Sakha (sesuatu yang dulu rajin kulakukan- untuk hal sekecil apaun yang
diusahakan anak-anak).
Saat Sakha merapikan mainannya, aku diam saja, tak berkomentar
memuji dan menyemangati...(dibawah sadarku) itu sudah menjadi rutinitas
yang harus=wajib dilakukan Sakha.
Padahal, betapa akan sangat menyenangkan jika aku menghadiahkan kalimat "Mhm...hebat anak ibu, rajin merapikan mainannya"
Sakha, maafkan ibu Nak
Sebaliknya, jika gadisku itu hendak berpindah aktivitas sebelum merapikan mainannya, aku akan mengatakan
"Eh, mainannya dibereskan dulu..baru main yang lain!"
Kadang dengan nada halus dan enak didengar, tapi lebih sering dengan intonasi gemas
yang masih kubumbui dengan :
"Ayo, sudah besar kok, hampir SD, masak harus diingatkan terus !"
(Ya Alloh, jahat sekali aku ya.....aku iki gak merasa apa ya, jadi orang tua yang sering lalai juga)
Sakha, maafkan ibu Nak
Lain kesempatan, ketika Sakha menyelingi aktivitas persiapan pagi
untuk berangkat sekolah dengan bermain. Sementara Akhsan bisa
bersegera, aku akan mengatakan
"Lho, kok berlama-lama...mau jadi anak SD nggak to, mau tetep di TK, atau balik aja ke Play Group !"
Wadaw, kalau mengingatnya...aku berasa jadi ibu yang 'tidak beres',
yang lebih buruk lagi, 'ketidakberesan' ini kuulangi lagi, dan lagi.
Sakha, Maafkan ibu Nak
Diingatkan teman, membuatku merasa malu. Menjadi ibu yang 'sok'
bisa, tapi ternyata telah melakukan buanyak kesalahan kepada anakku.
Sakha, adalah gadis kecil istimewa yang menjadi buah bibir di antara
teman, guru dan para orangtua murid teman sekelasnya. Aku seharusnya
berusaha lebih kuat untuk 'menghormatinya'
Sakha, maafkan ibu Nak...Ibu akan berusaha.
April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar