“Hem…dah, hem dah!”
Gumaman Abbad mulai terdengar. Setelah sessi menyusu ke-empat di
malam itu, si gendut tak mau kembali memejamkan matanya. Matanya sudah
berbinar, tak tersisa kantuk di wajahnya.
“Hem…dah !”
Dan Abbad mulai merangkak menjauhiku, menuju tepi tempat tidur.
“Bobok lagi yuk, De…masih malam, tuh masih gelap” Kataku sambil membuka tirai menunjukkan gelapnya langit pada Abbad.
“Heeeeeeh…Heeeeh…!”
Abbad berganti gaya menggeram-geram sambil mengacungkan lengan gempalnya. Acungan tinjunya ke arah pintu kamar.
Oh, anakku minta keluar kamar. Sungguh, penat benar badan ini…tapi
binar mata Abbad berhasil membujukku membuka pintu kamar dan mulai
aktifitas bermain di tengah malam.
Ini hari ketiga Abbad mulai kebiasaan barunya, bangun menjelang
pukul dua dan baru mau tidur kembali selewat subuh. Aku menemaninya,
tapi jika badanku tak sanggup lagi, setelah ’babak’ pertama aku
bangunkan suamiku untuk bergantian menemani Abbad di babak kedua.
Tengah malam seperti itu, Abbad asyik betul merangkak kesana-kemari,
melempar dan menangkap bola, memukul-mukul mainannya sambil terus
bergumam..”Heeem, Dah!” dan “Bapa…Bapa…Bapa..” (Kata-kata itu yang
menjadi alasanku untuk membangunkan suamiku “Tuh..dicari anaknya “ ,
kataku tiap kali membangunkannya- he he…alasan jitu ya!)
Aku ingat Sakha dan Akhsan pernah melewati periode yang sama -
terbangun tengah malam dan bermain-main layaknya siang hari. Aku tak
ingat tepatnya berapa umur masing-masing anakku saat melewati periode
itu, tapi sepertinya di usia yang tak jauh berbeda dari umur Abbad
sekarang (sekitar 9 bulan).
Kalau menuruti reaksi metabolisme normal dalam tubuhku, sebenarnya
enggan betul aku bangun dan menemani bermain-main tengah malam, tapi apa
hendak dikata..tidak ada kata normal dan standar dalam kamus ngopeni
anak.
Sesuatu yang menguatkan aku (disamping besarnya rasa cinta yang
otomatis ditanamkan Alloh satu paket dengan bayi-bayi yang dilahirkan
para ibu), adalah perasaan bahwa aku tidak menyediakan waktu yang cukup
bagi anak-anakku di siang hari. Sebenarnya, salah satu cita-citaku dulu
adalah menjadi ibu rumah tangga yang (sok-sok an) mendampingi anak-anak
dengan setia di rumah (cerita lengkapnya Insya Alloh akan aku sampaikan
di catatan-ku yang lain).
Bisa jadi Abbad merasa, jika dia bangun tengah malam akan
mendapatkan perhatian yang lebih fokus dari ibunya (dan bapaknya-kalo
pas ada). Tak perlu berbagi perhatian dengan kakak-kakak yang lebih
atraktif dan full celoteh bermakna. Di tengah malam, hanya rasa kantuk
ibunya yang menjadi musuh utama Abbad, dan si bungsu (insya Alloh) sudah
menemukan jurus untuk mengalahkannya…jurus “Heeem…dah!”
Aku mencoba memanfaatkan betul waktu tengah malam bersama Abbad,
berkonsentrasi melayaninya, bermain tunjuk bagian wajah…(Pipi Ibu,
sambil menempelkan kedua tangan Abbad pada kedua belah pipiku…Pipi
Abbad..kataku berganti posisi memegang gembulnya pipi Abbad…dilanjutkan
bagian-bagian wajah yang lain). Main ciluk Ba, lempar bola...dan apapun
yang si gendut minta.
Tapi aku berharap, periode ini tak berlangsung terlalu lama….tak
nyaman juga rasanya, baru beberapa waktu duduk di depan layar monitor di
kantor…aku sudah menguap panjang sampai keluar air mata.
"Heeeem, dah!"
Februari 2010
Rabu, 29 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar