Jumat, 28 September 2012

ALIS



Lagi pengen cerita soal alis niiih.... 

Dari link ini dijelaskan bahwa alis mata pada sebagian besar mamalia berupa bagian yang sedikit menonjol sedikit di atas kedua belah kelopak mata dan mempunyai sedikit rambut halus. 

Bentuk alis mata pada manusia biasanya bagaikan bulan sabit dengan lengkungan agak tajam di bagian pelipis. Tidak jarang juga dijumpai orang dengan alis mata bagian kiri dan bagian kanan yang bersambung menjadi satu.

Bentuk alis mata dan arah tumbuh rambut pada alis dimaksudkan agar keringat atau air bisa mengalir ke kening dan jatuh ke pipi, atau ke arah pipi melewati puncak hidung. Bentuk tulang dahi pada bagian alis mata juga ikut melindungi mata dari tetesan keringat dan air.

Alis mata juga berfungsi sebagai penahan berbagai macam kotoran yang bisa memasuki mata, seperti pasir, debu, dan ketombe. Selain itu rambut pada alis mata juga menambah kepekaan pada kulit untuk merasakan objek asing yang berada di dekat mata, misalnya serangga yang hendak masuk ke mata.

Dalam komunikasi antarmanusia, alis mata merupakan salah satu alat untuk mengungkapkan berbagai ekspresi, seperti takjub, marah, bingung, atau tidak paham.

Ehm....

Ada yang mengatakan bahwa kepribadian orang dapat dilihat dari alis matanya.  

Orang dengan alis tebal dan besar biasanya bersemangat kuat, aktif, agresif dan secara assertive mendapatkan apa yang diinginkannya.

Orang dengan alis halus dan tipis biasanya sensitif dan introspektif

Orang dengan alis memuncak di tengah biasanya inovatif, independen dan ingin selalu menjadi yang pertama dalam segala sesuatu yang dilakukan

Orang dengan alis mata seperti bulan sabit biasanya membuat keputusan secara intuitif dan senang bekerja dengan orang lain.

Sumber di sini

Apa iya siiih?
Lha sekarang kan udah ada pensil alis, tato alis, salon alis.  Ada berbagai cara untuk membentuk alis, dari pinsil sampe tanam alis.  Apakah dengan membentuk alis memuncak di tengah otomatis orang jadi independen dan nomor satu

Cari-cari tahu yuk hukumnya 'memanipulasi' alis..di sini

Jadi, yaaah...baiklah alisku akan kubiarkan seperti ini saja, asli anugerah Illahi
Penanda asli anak ibuku (secara alisku mirip sangat dengan alis ibu)

Pssst, pengen tahu kenapa tiba-tiba aku  nulis soal alis.

Semalam, menjelang tidur, Abbad si bontot memeluk dan mencium dahiku ...lalu menarik sedikit kepalanya ke belakang sambil tetap memegang kedua pipiku dan bertanya dengan ekspresi sangaaat heran

"Ibu belum punya alis?"

#Baladawanitaberalistipis#

Gambar dari sini 

 

Senin, 17 September 2012

KANGEN YANG ANEH

Ditinggal pergi kerja Bapaknya sebenarnya hal yang biasa buat anak-anak.
Setiap akan berangkat kerja, suamiku akan berpamitan kepada anak-anak.  "Bapak kerja ke.....(dia sebutkan tempat kerjanya), selama ......(dia sebutkan kapan dia berangkat dan kapan akan pulang). 

Pesan suamiku untuk anak-anak adalah "Jaga Ibu ya...."
Kalimat yang sangat bersayap untuk anak-anak ya....multitafsir. 
Tapi selama dan sejauh ini anak-anak menerjemahkan kalimat dengan 'menjaga ibu' dengan baik- menurutku.

Mereka paham ibunya single fighter sementara Bapak pergi.  Mereka membantu ibunya dengan versi masing-masing.  Persiapan sekolah Sakha dan Akhsan seperti menyiapkan buku, baju ganti (yang memang sehari-hari sudah mereka siapkan sendiri) dilakukan lebih bersegera.

Akhsan menambah bantuan dengan menyiapkan bekal minum sendiri, Sakha membantu mengangkat jemuran.  Habis maghrib Sakha dan Akhsan tertib bergantian mengajak Abbad bermain.

Ketika aku mendampingi Sakha mengaji dan belajar, Akhsan mengajak Abbad main lompat guling di kamar.  Sebaliknya ketika giliran Akhsan mengaji dan belajar, Sakha mengajak Abbad menggambar dan mewarnai. 

Berantem sih tetap terjadi, tetapi ketika aku terdiam di tengah mereka...Sakha dan Akhsan cepat-cepat rujuk menyelesaikan perkelahian.

 Pernah suatu ketika, mereka bertiga sudah mandi rapi wangi, sedang makan saat kutinggal mandi.  Keluar dari kamar mandi, Sakha dan Akhsan berurai air mata. Rupanya selama aku mandi, padahal mandiku tak lama...paling cepat dibandingkan seluruh anggota keluarga, Sakha dan Akhsan berantem hebat.  Begitu aku keluar dari kamar mandi mereka menyusut air mata dan memelukku, menghentikan perkelahian.

Beberapa malam yang lalu, di malam ke-5 si Bapak pergi kerja, aku duduk di kamar sambil merajut assesoris pesanan teman Sakha.  Tiga kesayanganku di ruang tengah, Sakha dan Akhsan main catur, Abbad mewarnai...kucuri dengar perbincangan mereka.

Sakha: " San, Akhsan kangen gak sama Bapak ?"
Akhsan : "Enggak....Kakak kangen?"
Sakha : "Enggak....cuma pengen lihat wajahnya"

Akhsan : " Aku juga iya, kalo pas Bapak pergi aku pengen lihat wajahnya...kalo Bapak di rumah aku nggak pengen lihat wajahnya."
Sakha : "Aku juga gitu"

Akhsan : "Kita ini aneh ya Kak...."

Di kamar aku tersenyum, dan berasa kangen juga sama Bapak, yang selalu membuat kami mengalami kangen yang aneh...hehehe...



Kamis, 13 September 2012

KUDA !!!!!

Suatu sore, pulang sekolah, berhenti di lampu merah Jogoragan-arah Kotagede. Ibu dan Abbad berhenti di sebelah dokar (kereta kuda)

Abbad : " Ibu, itu kudanya perempuan" katanya bersemangat

Ibu melirik ke celah kaki belakang kuda
Ibu   : "Iya betul....Abbad tahu ya !" sambil berpikir, 'hebat sekali suamiku sudah bisa mengajarkan kepada Abbad cara membedakan kuda laki-laki dan perempuan' - karena aku belum pernah memberitahu Abbad


Sore yang lain, sepulang sekolah, Ibu dan Abbad menyusuri jalanan Kotagede, menyalip kereta kuda

Abbad : "Ibu, kuda yang coklat itu perempuan" tetap dengan semangat

Ibu tidak punya kesempatan melirik si kuda
Ibu        : " Kok Abbad tahu kalo kudanya perempuan..? " Ibu penasaran
Abbad  :  " Lha itu rambutnya panjang !"


Jumat, 07 September 2012

GEMAS ATAU NAFSU !!!

Kemarin  membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat membahas ini dengan suami, kebetulan kami berdua mengenal si penulis.  Pembicaraan kami berujung (sebenarnya ini kesimpulanku sendiri yang sedikit kupaksakan) bahwa pelecehan-dengan kadar yang bervariasi- terjadi dimana-mana.  Pelecehan dilakukan tidak saja oleh orang yang belum dikenal, tapi tak jarang kalo tak mau dibilang sering dilakukan oleh orang yang sudah kenal baik. Suamiku manggut-manggut aja ketika aku menceritakan contoh 'yang benar-benar terjadi' dan kulihat sendiri.

Eh, masih anget cerita kemarin, pagi ini, ketika baru datang ke tempat kerja aku mengisi absen seperti biasa, menyusul seorang teman - perempuan, muda, cantik- mengisi absen sambil tetap duduk di atas motor.  Tiba-tiba seorang teman laki-laki yang tadinya duduk di pos satpam, mendekati si cantik dari belakang, menjulurkan kedua tangan memegang bahu dan pipi si cantik, memutar kepala si cantik sampai pada posisi -seperti akan mencium.  Si cantik menjerit kecil memberontak, dan aku MURKA!

"Eh, Pak B******....jangan gitu dong !" Tak tahan aku berteriak sambil mendelik- pastinya gak serem karena mata sipit gak bisa mendelik

Si Bapak melepaskan peganganya sambil menjawab tanpa ekspresi bersalah
"Aku gemas je sama @***** !" katanya menyebut nama si cantik
"Emangnya kalo gemes boleh gitu !" aku belum bisa mengontrol suara, masih setengah berteriak
"Coba kalo kamu" lanjut Pak B ini mendekat padaku
Menyebalkan sekali, kukepalkan kedua tangan di depan dada, pasang kuda-kuda, mengangkat sedikit satu kakiku ...'selangkah lagi, aku jotos bener nih orang' pikirku dalam hati

"Ha..ha...yang ini kakinya maju" Katanya sambil menoleh kepada dua orang satpam yang sedang mengamati kami
Hadoooh, sedih bener liat teman sendiri digituin malah ikut senyum-senyum.

Melonggarkan kuda-kuda aku melanjutkan kalimatku, tidak lagi dengan berteriak tapi aku yakin masih menunjukkan emosiku.
"Bapak, seperti itu namanya pelecehan. Emangnya njenengan terima kalo suatu saat ada orang yang gemes sama istri njenengan terus nyiwel pipinya?" ucapku berapi-api
Si Bapak diam saja, mungkin sedang mencerna kalimatku.

"Mbak , njenegan terima gak digituin?" tatapku beralih pada si cantik
"Nggak " kata mbak cantik sambil melayangkan tangan menampar pipi si oknum
Pak oknum mundur selangkah sehingga tamparan yang dilayangkan dari atas motor tidak mendarat dengan keras di pipinya
"Aku kalo diginiin sama @****seneng kok" katanya sambil mengelus pipinya sendiri
Wadaaaw.....seandainya aku bawa munthu (ulekan untuk bikin sambel) udah kulumat ni bapak

Insiden pagi itu berakhir dengan si mbak memarkir motor, aku manyun masuk kantor dan berusaha mengusir sebal yang masih menggunung.

Pilihan kata yang dipakai bapak itu terngiang di kepalaku..."Aku gemas..."
mencari arti kata 'gemas' yang kudapat adalah - sangat suka (cinta) bercampur jengkel atau jengkel-jengkel (cinta).
Definisi ini jelas tidak bisa menjadi alasan  perbuatan si bapak 'atas nama gemas'
Ini sih bukan gemas, tapi nafsu!!!

Teringat aku pada dialog ketika Rabi'ah Al Adawiyah ketika dipinang Hasan Bashri yang ambil petikannya dari sumber ini :

"Wahai Hasan beritahu aku berapa bagian Allah telah ciptakan akal?” tanya Rabi'ah

“Sepuluh bagian, sembilan untuk laki-laki dan satu untuk perempuan,” jawab Hasan.

“Berapa bagian Allah telah ciptakan syahwat?”tanya Rabi'ah
“Sepuluh bagian juga, sembilan untuk perempuan dan satu untuk laki-laki,” jawab Hasan dengan yakin.

“Wahai Hasan, aku mampu memelihara sembilan bagian dari syahwat dengan satu bagian dari akal sementara kau tak mampu memelihara satu bagian dari syahwat dengan sembilan bagian dari akal






Kamis, 06 September 2012

MENJAGA PERASAAN

Pernah kubaca sebuah cerita tentang seorang pemimpin negara yang sedang menjamu para tamunya.  Di akhir jamuan, para pelayan membawa mangkuk kecil berisi  air hangat untuk tiap orang yang hadir. Air mangkuk itu dimaksudkan untuk mencuci tangan namun karena ketidaktahuannya seorang tamu (sebut saja A) meminum air dari mangkuk itu.  Tamu lain mulai berbisik-bisik menertawakan ketidaktahuan si A.  Tiba-tiba, dengan berwibawa si tuan rumah mengangkat mangkuknya sendiri sambil berkata "Mari bersulang !" dan meminum air dalam mangkuk cuci tangan. Seluruh tamu yang hadir, termasuk yang menertawakan si A ikut minum juga.
Aku tidak tahu kebenaran cerita ini, tapi dari cerita ini aku belajar tentang 'menjaga perasaan' dengan cara yang tidak biasa.

Kalau cerita yang berikut ini kisah nyata adanya, aku mengalaminya sendiri.  Aku (dan teman-teman sekantor) biasa makan siang di kantor. Disediakan makan parasmanan lauk sederhana di ruang makan.  Suatu siang,  tumben ruang makan masih sepi. Menyusul masuk ruang makan seorang teman, seorang Ibu berusia 50 tahun yang bekerja di lain bagian denganku.  Seperti biasa si Ibu mengambil nasi yang terletak setengah meter dari meja makan utama, begitu melihat lauknya Ibu ini mengurungkan niatnya untuk makan dan mengembalikan nasi ke tempat semula.  Tapi ia tidak segera meninggalkan ruang makan, namun tetap duduk di hadapanku dengan piring kosong di depannya.

"Tidak jadi makan, Bu?" tanyaku
"Nggak, nemani Mbak Anjas saja" selorohnya
"Kolesterol ya, Bu" Kataku sambil melirik menu yang terhidang
"He..he...menjaga Mbak, kan saya sudah tua" lanjutnya pelan merendahkan suara
"Pemeriksaan rutin-nya gimana?" lanjutku sok detektif menanyakan hasil pemeriksaan darah terakhir di kantor
"Bagus semua sih, tapi namanya menjaga...kan sudah nenek-nenek" lanjutnya

Pembicaraan kami terputus ketika petugas yang mengelola makan siang menambah lauk yang mulai berkurang.
"Nggak jadi makan to Bu...kenapa? Nggak cocok?" tanyanya
"Sudah kok, lha ini lho sudah" Kata Si Ibu menunjukkan piring kosong di depannya

Pembicaraan kami beralih ke soal anak, cuaca dan yang lain, tidak lagi membahas soal makanan. Ketika makanku sudah selesai, kami beriringan ke belakang untuk mencuci piring dan sendok yang kami pakai (Aturan tak tertulis yang berlaku untuk semua karyawan kantor)

"Monggo Ibu, saya duluan" pamitku mendahului si Ibu usai mencuci piring
"Monggo, Mbak..."

Sambil naik tangga menuju ruanganku aku berpikir : salut untuk  si Ibu yang menjaga perasaan pemasak, dia tidak mengajukan komplain soal menu makanan karena menghargai hasil pekerjaannya. (Sesuatu yang kerap kudengar dari beberapa pegawai yang menggerutu ini-itu soal makanan, tapi tetap saja lahap ketika makan).

Si Ibu ini maklum lebih banyak orang yang suka dengan menu makanan yang disajikan, ketika dia memutuskan untuk tidak makan itu merupakan konsekuensi dari pilihannya untuk tidak mengkonsumsi  makanan tertentu.

Keputusannya untuk tetap berada di meja makan dengan "waktu yang sewajarnya" untuk (seolah-olah) menghabiskan makan, sehingga tidak menimbulkan kesan ia tidak menyukai menu yang disajikan.

Siang itu, aku belajar dengan sederhana tentang menjaga perasaan orang lain

Ini gambar diambil dari sini

Jangan Asem