Jumat, 16 Desember 2011

ANAK TENGAH

Pagi ini, rutinitas biasa berangkat setengah tujuh...mengantar anak-anak ke sekolah masing-masing.
Di sekolah Akhsan (yang dapat giliran kedua diantar), ustadzah siti (kepsek di TK B tempat Akhsan sekolah)
sejenak mengajak aku meluangkan waktu untuk bercerita tentang Akhsan.

Sepanjang pengamatan beliau, beberapa minggu terakhir ini Akhsan berubah.
Berikut perubahannya :
  1. Yang biasanya bersegera berganti pakaian dan menjadi yang pertama atau  kedua atau paling lama nomor urut tiga selesai...berubah menjadi berlama-lama dan baru selesai berganti pakaian ketika sholat dzuhur hampir dimulai
  2. Yang biasanya bersegera menghabiskan makan, sekarang berlama-lama ketika makan siang
  3. Yang biasanya bersegera menyelesaikan tugas (mengecat, menggambar, meronce) atau apapun yang diberikan gurunya dan segera melapor  dengan bangga "Yesss...Us, aku sudah selesai !!"...sekarang santai saja mengerjakan tugasnya, jika ada teman yang mendahuluinya dia akan berkata "Nggak papa, nggak nomor satu...yang penting aku mengerjakan tugas"
  4. Yang biasanya sangat fokus dan perhatian ketika mengaji atau mendengarkan penjelasan ustadzah, sekarang sering terpecah konsentrasi dan memperhatikan hal yang lain.
Mhhmmmm.....menurut Ust. Siti, berdasar pengalaman dan pengamatan beliau,  anak-anak yang "berubah" seperti itu, biasanya sedang/akan punya adek.

Aku ingat saat hamil Abbad, sempat ada fase Akhsan lebih "rewel" dari biasanya...
Tapi aku sedang tidak hamil sekarang....jadi mungkin ada sebab lain.

Mencoba berdiskusi dengan Ust. Siti, kemungkinan penyebab-penyebab lain....yang terpikir saat itu adalah :
  • Beberapa waktu terakhir ini aku mungkin agak turun "derajat" kesabaran terhadap anak-anka (aku tak mau berargumen dan mencari alasan penyebabnya- takut menjadi pembenaran atas kekurangsabaranku)
  • Aku dan suami mulai menaikkan "tuntutan" kepada Akhsan. Tuntutan yang kumaksud disini adalah bahwa Akhsan sudah bertambah umur, sebentar lagi SD, sehingga secara verbal kami sampaikan kepada Akhsan untuk mulai berlaku seperti kakak SD. Seringkali suamiku mengomentari sikapku pada Akhsan yang (katanya) lebih 'lembek'  dibanding kakak dan adiknya.
Diskusi pagi itu aku tutup dengan janji untuk membicarakan lebih lanjut dengan suamiku.

Dalam perjalanan menuju kantorku setelah mengantar Abbad, aku menceritakan yang disampaikan Ust. Siti padaku.
Kami sepakat memang ada perubahan juga pada  Akhsan ketika di rumah, yaitu :
  1. Yang biasanya bersegera bangun pagi, sekarang agak malas-malasan dan  beralasan masih ngantuk dan mau tidur lagi
  2. Yang biasanya bersegera menghabiskan makan, sekarang (kadang-kadang) hanya menghabiskan separuh dan minta sisanya disuapkan.
Mhhmmm....kami berdua mencoba mencari sebab-musababnya, yang sementara kuduga adalah :

  • Kami kadang menjadi orang tua yang lembek dan tidak konsisten, yang sudah disepakati tidak akan dilakukan...masih kami langgar (contoh mudah soal menyuapi makanan tadi...., di satu sisi kami minta Akhsan bersikap menjadi anak 'SD'...tapi aku meleleh dan memilih menyuapkan separuh makan-nya dibanding beradu argumen atau mengingatkan Akhsan untuk meneruskan makan sendiri)
  • Mencontoh dari kakaknya yang sudah SD tapi seringkali berlama-lama, tidak bersegera karena menyelesaikan tugasnya disambi mengerjakan sesuatu yang lain. (Sakha sering harus diingatkan karena makan sambil membaca, ganti baju sambil membaca, menyiapkan peralatan sekolah diselingi membaca.....hadewww...)

Mencari-cari informasi tentang anak tengah membawaku pada sebuah blog asyik seorang anak tengah di tiarakami.wordpress.com

Mhm....sungguh menjadi orang tua mesti banyak belajar lagi dan bersabar....Semoga sharing ini ada teman yang punya pengalaman sama atau punya nasehat/tips asyik untuk berbagi. 

Satu rencana jangka pendek untuk malam ini adalah :
  • Mengajak bicara Akhsan, mengorek perasaannya, keinginannya, harapannya
  • Mengajak bicara Sakha, mengajaknya bekerjasama untuk menjadi salah satu model yang dikagumi dan dicontoh adik-adiknya.
Doakan saia......

Kamis, 01 Desember 2011

PESO KOK ISA MLAYU

Ini cerita saat potong sapi Idhul Adha kemarin.
Mengekor Bapaknya di musholla dekat rumah, anak-anak mengikuti proses penyembelihan dan rangkaiannya (menguliti, membersihkan dan memotong-motong).

Anak-anak, dengan keingintahuannya yang besar, meski ini bukan kali pertama mereka mengikuti proses yang sama, tetap ingin berada di deret paling depan agar bisa menyaksikan dengan jelas seluruh proses yang terjadi.

Sakha, dengan semakin bertambahnya usia, mulai tahu mengatur jarak kapan dia harus maju mendekat dan kapan dia perlu mundur memberi ruang untuk orang lain.

Abbad, yang masih kuat pelekatan dengan ibunya, lebih memilih berada di dekatku dan memanjang-manjangkan leher berusaha mengintip apa yang terjadi dari posisi berdiriku.

Akhsan, dengan rasa ingin tahunya, dilengkapi dengan keberanian  bercampur dengan keras kepalanya merangsak maju ke depan, sangat dekat dengan posisi sapi terlentang yang sedang dikuliti empat orang bapak tetangga.

Pak X: “ Mundur, Le…..mengko pisoku mlayu lho, kena kowe” (Jawa : Mundur Nak, nanti pisauku lari mengenai kamu)

Akhsan: “ Piso kok iso mlayu, memange nduwe kaki” (Jawa campur-campur Akhsan menyahut)

Pak X  nyengir gemes….kemudian menyambung pembicaraan dengan bapak-bapak yang lain soal pisau yang bisa lari jika ketika sedang bekerja terganggu anak-anak.

Sambil nyengir juga, beringsut kutarik Abbad, Akhsan dan Sakha beralih ke utara musholla, mengajak Mbak Muna dan Mbak Nisa memetik rambutan di kebon kosong…..

SELINGKUH

Kesukaan Sakha akan membaca, membuatnya selalu tertarik membaca apa saja, buku, majalah dan koran.
Meski tak melihat TV, pengetahuan umum nya menurutku cukup luas untuk anak seumurannya.

Dia tahu Messi dan CR bersaing hattrick,
Sakha tahu Irfan Bachdim tidak lagi masuk dalam Timnas, dan berkomentar ketika Abbad memakai kaos merah berlambang garuda di dada dengan nama Irfan di punggung:

Sakha: “De, Irfan sudah nggak di garuda di dadaku” (sebutan Abbad untuk timnas adalah garuda di dadaku)

Abbad : “Aaa…Ibu, Ifan gak di gauda di dadaku” (Abbad mengadu padaku)

Ibu : Masih kok, masih main bola….” (coba ku menghiburnya)

Sakha: “ Tapi udah nggak di timnas bu….gak di garuda de….”

Abbad : “Ibu…kata kakak gak di garuda”

Ibu : (memandang kakak penuh harap untuk memberi penjelasan yang menentramkan)

Sakha : “ Masih main bola Bad, di Malang kalo gak salah”.

Abbad : “ Ifan masih main bola ya Bu” (ceria kembali wajah si bungsu)

Ibu : “ Ya…Sip, acung 2 jempolku untuk Sakha dan Abbad dan mengakhiri satu perdebatan kecil hari itu.

Sakha: “ Tapi main bolanya gak di garuda lo de”

(ledek sakha sambil berlalu meninggalkan Abbad yang sudah mulai menggeram dan menghindari ibu yang sudah hendak melirik galak mengeluarkan tanduk hehehe)

Lain waktu,Sakha membaca majalah wanita dan salah satunya  membaca rubrik tips….pada edisi itu yang dibacakan keras-keras untuk ku adalah ….”TIPS MENGATASI RASA MARAH”

Beberapa waktu setelahnya, ada kejadian (yang aku lupa detilnya) membuatku agak meninggikan suara.

Segera Sakha berlari ke dalam kamarnya kemudian bergegas menemuiku kembali sambil membawa selembar kertas kosong dan pena.

Sakha : “Ini Bu” katanya sambil mengangsurkan kedua benda itu padaku

Ibu : “ Untuk apa Kak?” (aku sangsi dengan nada suaraku, antara jengkel dan pengen tahu)

Sakha : “ Ayo, cepet ibu nulis, biar nggak keburu marah…..kayak tips yang di majalah itu lho”

Dan kejengkelanku lumer seketika……

Satu hal terakhir yang kuingat, ketika aku sedang mengaduk rendang , Sakha berdiri di pintu dapur sambil bertanya.

Sakha : Ibu, selingkuh itu apa?”

Ibu : (Berpikir keras) “ Baca kalimat lengkapnya, Kak” (Mhm…dugaanku Sakha usai membaca koran)

Sakha berlari ke kursi depan lalu kembali lagi dengan kalimat :

Sakha : “ Yang diduga selingkuhannya” (baca sakha keras-keras di koran)

Ibu : (Berpikir semakin keras, haruskah kusampaikan pengertian selingkuh yang dianut secara jamak ? atau kujelaskan dari prinsip asal katanya?.....berpikir keras sampai akhirnya keluar kalimat penjelasan dariku) …

"Misalnya begini Kak, ada suami dan istri, seperti ibu dan bapak, tapi suaminya seneng sama orang lain yang bukan istrinya. Itu namanya selingkuh”

Akhsan : “Kan kalo sama temannya boleh seneng” (Akhsan nimbrung )

Ibu : “ Ya, boleh kalo sama temannya, tapi maksudnya seneng sama orang lain kayak seneng sama istrinya” (Tiba-tiba aku merasa agak panik dan khawatir salah menjelaskan). ” Mhmm…..gimana ya menjelaskannya”

Sakha menatapku dengan pandangan menenangkan sambil berkata :

Sakha : “ Oh, ya…aku ngerti maksudnya seneng itu Bu “ (Katanya sambil tersenyum dan berlalu)

Dan aku berada dalam kebimbangan harus menetapkan perasaanku sebagai apa, lega atau khawatir

BALON BELUM PUNYA KEPALA

Sepulang sholat Ied di lapangan wiyoro, Abbad minta dibelikan balon karakter atau balon apalah namanya yang punya bentuk bermacam-macam dengan warna-warni mencolok .
Pilihannya jatuh pada sebentuk balon helicopter berwarna merah dengan penumpang sepasang tikus Disney.

 Walhasil, sepulang menonton pemotongan kurban, kegiatannya adalah bermain-main dengan balon barunya…..ditarik talinya, dilempar lagi, dipukul, dipeluk, ditendang….asyik sekali.

Sampai malam, ketika kakak dan mas nya sudah terlelap, Abbad masih asyik dengan balonnya.
Aku, yang sudah cuapek dengan aktivitas seharian mencoba merayunya untuk membaringkan badan di kamar.

Abbad mau masuk kamar, tapi tetap saja membawa balonnya dan memantul-matulkannya di kasur. Keasyikan berganda karena ada efek pantul dari kasur, membuatnya semakin berenergi saja.

Ketika balon itu mulai nampak loyo kehabisan gas terbangnya, aku merayunya lagi untuk memejamkan mata.

Ibu : “Abbad, bobok yuk….udah minum susu, mainnya besok lagi” (aku sudah tinggal melek setengah deh)

Abbad : “ Nggak, mau main balon” (elaknya)

Ibu : “Abbad gak capek po, kan udah malam” (jurus rayuan selanjutnya)

Abbad : “ Nggak capek, mau main balon lagi” (bertahan dengan gigih)

Ibu  : “ Itu balonnya udah ngantuk, mau bobok” (jurus ampuh menurutku)

Abbad : “Balonnya nggak punya kepala, nggak bisa ngantuk, nggak punya mata”

Dan, jurus pamungkasku berhasil dipatahkannya.

Jangan Asem