Selasa, 06 Februari 2018

Durian alias Duren

Cerita duren masa kecil itu ya, buah yang jaraaang banget dimakan. 

Pertama karena tidak punya pohonnya, Di halaman belakang dan depan rumah Bapak Ibu di Magelang, (cuma) ada pohon langsep, kokosan, belimbing, jambu biji, jambu bol, jambu air, pepaya, rambutan, delima, mengkudu, belimbing wuluh, alpukat dan salak.
 Meski sudah banyak, itu tidak sebanding dengan tetangga kanan kiri yang halamannya lebih luas dan jenis tanamannya lebih banyak, salah satunya pohon durian yang dipunya tetangga sebelah timur rumah Bapak.
 Pernah ya, pada masa nakal-nakalnya dulu...kalau pas musim durian dan terdengar suara   ..."Buk" pertanda durian jatuh, maka akan berlomba lah kami (bersaing dengan si pemilik kebun) untuk menerobos perdu berusaha menggapai durian jatuh...halah.

Kedua, jaman dulu kala tidak banyak orang berjualan durian macam sekarang yang ada sentra-sentranya gitu, atau sebenarnya ada tapi keluarga kami tidak meng-akses-nya ha ha ha.
Kalopun ada yang jual, mahal luar biasa untuk ukuran keluarga dulu kala, jadi kalo ada kesempatan makan duren, biasanya hanya dapat bagian se-pongge (sebiji) aja untuk setiap anak.



Ketika mas dan mbak-mbak mulai dewasa, jaman berganti, dan cerita tentang durian berubah lagi.
Rasanya ngiler dapat cerita waktu itu, tentang nikmat dan murahnya duren di Jambi (tempat kakak pertama dulu kerja) dan duren hutan di Fak-Fak (tempat kakak ke-2 dulu kerja).



Saat  aku sudah bekerja, cerita duren berganti lagi. Saat kerja di Pacitan (Kota goa dan pantai yang romantis) yang kalo musim duren bisa myurah meriah, masih bujang, gaji lumayan, jadi dipuas-puaskan makan durian. Seglundung, dua glundung sekali makan, kuat makan sendirian.

Setelah menikah, aku dan suami yang sama-sama suka durian, lewat jalan yang ada penjual durian biasanya langsung mampir, lihat-lihat, pilih-pilih dan tentu saja makan.


Pas hamil anak pertama, umur kehamilan lima bulan, pernah mabok durian. Sebenarnya pernah dengar larangan makan durian buat orang hamil, tapi karena pengen bangeeeet, dilancarkanlah rayuan maut ke mas suami untuk membelikan.
Lalu mas suami membelikan dengan syarat jangan dihabiskan sendiri. "tombo pengen" katanya waktu itu. Syarat dari Mas suami kusambut dengan gembira, meringis kegirangan dan janji tidak menghabiskan sendirian tapi berdua sama dede bayi di kandungan...ha ha ha.
Lalu, aku mabok setelahnya, pusing dan mual tak terkira.

Langsung panik, takut kenapa-napa dengan adik bayi. Mas suami mengobati dengan meminumkan dua sendok minyak goreng....dan sembuh.

Setelahnya, agak hati-hati konsumsi duren, tidak menolak,  tetep mau lah kalo ditawarin, tak berpantang...hanya mengurangi porsi. Tapi sama sekali tak menyentuh duren kalo lagi hamil, kapoook.


Sekarang, ketika anak-anak sudah besar, yang hobby makan duren ya mas suami dan anak pertama saja. Tiga adiknya cuma makan 3-4 biji sudah cukup. Kalo anak pertama ya jangan tanya...syukaaaa.
Mungkin bawaan dari dalam perut, suka durian sejak dalam kandungan.


Pas ada kesempatan pulang dari Magelang ke Pondok Sakha, lewat Kalibawang., nemu penjual durian dan dapat yang gedheee, muraaah, dan enaaak.
Yuk makan duren.


 

Jangan Asem