Rabu, 27 Juli 2016

"Apa ico...Apa ico"

Kalo dulu Akhsan beken dengan Yayan mau yiyi, yang ada ceritanya di sini.
Sekarang ganti Shafa si bungsu yang lagi suka banget bilang "Apa ico...Apa ico" (baca: Shafa bisa).

Semua-mua mau dilakukan sendiri, semua-mua yang dilakukan bapak, ibuk, kakak dan mas-mas nya mau dicontohnya.
 
Kakak dan mas-mas nya sedang bertugas merapikan koin yang berantakan. Mustinya sih dimasukkan ke dalam toples yang berbeda. Toples seribuan, toples limaratusan, toples duaratusan dan toples seratusan.
Tapi Apaico...Apaico ini kalau sudah mulai beraksi ya bikin misi gagal. Tapi alhamdulillah yang gedhe-gedhe pengertian liat niat baik adik kecilnya yang mau membantu. ...Apaico...Apaico.



Kali lain Mas Abbad sedang asyik membaca di salah satu sudut baca favoritnya. Kursi kayu di depan. Etapi datanglah Apaico...Apaico.  Mengakuisisi tempat Mas Abbad, bergaya membaca komik lalu action ketawa-ketawa sendiri seolah ngerti apa yang dibacanya.
Yasudahlah gakpapa, selamat datang kutu buku baru.
Shafa ini, kalo pas pergi ke toko buku, sudah ikut-ikutan PD kayak sodara yang lain, berkeliling rak, mencari buku yang akan dibeli.  Kalo sudah dapat, langsung deh mengacungkan buku mengajak ke kasir. "Niiih, butu Apa" (baca: ini buku Shafa).



Kalo yang ini sebenarnya menyalurkan hobby maen air, trus sekalian aja sama ibuk diminta ngguyur motor ibuk.  Bukan memperkerjakan anak di bawah umur lho ya, tapi daripada airnya mubazir terbuang percuma.  Lagian kalo Ibuk yang pegang selang, lalu si bungsu lihat. Pasti lah keluar jurus Apaico...Apaico.
"Yasudahlah, ini dicuci sekalian motornya. Setelah itu mandi ya, trus maem, lahap yang makan setelah capek maen air".




Selain air, hal yang menariiik banget buat Shafa itu adalah setrika.  Kayaknya jadi barang ajaib yang disuka Shafa. Meski di rumah dia hampir gak pernah liat ibuknya nyetrika (yang cuma dilakukan kalo dia lagi bobok).  Tapi di tempat budhe nya, Shafa pernah liat keajaiban setrika.  Jadi di rumah dia mulailah menggelar alas, menyiapkan semprotan pelicin, mengambil baju-bajunya dan mulai menyetrika.  Apaico....Apaico....





 Nah, kalo soal sholat ini ya...begitu dengar adzan si Apaico ini jadi tukang opyak-opyak.  Shafa akan mengajak Kakak dan mas-masnya untuk segera beranjak dari apapun yang sedang mereka kerjakan saat adzan berkumandang.  Jika bapaknya di rumah diajak ke masjd.  Gak lupa wudhu, membawa mukenah dan menyiapkan uang infak dan setengah berlari mengambil sandal sambil ber-Apaico.








Gak ketinggalan juga soal kegiatan ekstra.  Latihan sepakbola, shafa rajin nonton dan ngriwehi baik di lapangan ato di rumah.  Latihan karate juga dia sukai...sibuk banget pake baju karate kakaknya lengkap dengan sabuk sambil pake sarung tangan kiper.

Jelas saja dengan backsound Apaico...Apaico....saat memakai mengenakan sabuk dan memakai sarung tangan.







Soal keberaniannya naik ayunan, boleh diadu lah dengan mas-mas nya dulu.  Gak takut tuh saat di ayun lumayan kenceng sama bapaknya.  Malah ketawa-ketawa dan pose miring-miring.

Malah jadi Ibuknya yang khawatir sendiri. Pas naik ayunan juga maunya gak dibantuin, segala sendiri.  Apaico lah pokoke,





Satu lagi, si Ibuk kan lagi belajar dikiiit untuk beryoga.Barang 15 menit lah disempatkan beryoga, lah sekarang baru menggelar matras sudah langsung dibajak itu matras sama master yoga Apaico...Apaico....

Baiklah Ndhuk, yang penting kamu sehat.











Catatan tambahan:
Ada teman yang kasih masukan, "Mbok dikasih simpulan, saran, tips ato apa di akhir tulisan gitu"
Hadyuh, begemana ya...berasa bikin laporan atau tesis gitu kalo musti kasih simpulan saran dan masukan/rekomendasi.

Bacaan ini kan bacaan ringan ya, sekedar cerita saja. Untuk catatan perjalanan anak-anak.  Kalo dibaca menghibur ya syukur, ada teman yang merasa menghadapi hal yang sama oke...kesimpulannya ya kembali ke masing-masing pembaca.

Untuk tips menghadapi anak yang ingin melakukan semua sendiri, bolehlah kubagi.  Ini adalah tips ala-ala aku sendiri...gak pake referensi ahli parenting siapa dimana.

  1. Biarkan anak melakukan sendiri apa yang mereka ingin lakukan, kepercayaan yang kita berikan akan memupuk rasa percaya diri anak;
  2. Tetap awasi dan dampingi yang dilakukan anak, terutama hal-hal yang mungkin menyerempet bahaya.  Misal naik tangga, menuang air panas.  Sigap tapi tidak panik diperlukan di saat-saat tertentu;
  3. Sambil melakukan sesuatu jelaskan konsekuensi pada anak, tanpa menakut-nakuti.  Misal " Nuang airnya pelan-pelan ya....kalau tumpah nanti tolong sekalian di pel"  hindari kata "Awas lho tumpah airnya, ntar kepleset kejedot kepalanya benjol";
  4. Tidak usah terburu-buru menolong saat anak 'terlihat' kessulitan, biarkan dia menemukan sendiri jalan keluarnya. Tapi ya jangan kebangetan ya....sampe anak nangis jejeritan baru ditolongin ...eh
  5. Berikan pujian tulus ketika anak berhasil menyelesaikan sesuatu, meski itu mungkin hal yang sangat sederhana buat kita/ Seperti "Wah, pinter...pake sandal sendiri gak kebalik" atau "Siiiip, keren, anak ibu sudah bisa sisiran sendiri"
  6. ...Isi sendiri yah







Selasa, 26 Juli 2016

Bully, Jaman Dahulu Kala



Ini masih ada gandeng renteng dengan cerita usai reuni kemarin. 

Beberapa teman tak bisa hadir saat reuni,  sebagian karena jadwal mudik yang tidak pas karena memang kalo lebaran pasti agenda berkunjung ke rumah saudara itu full banget kan ya.

Etapi dari kabar bisik-bisik, ada yang tak hadir karena ‘tak terjangkau’.  Tak terjangkau ini bukan karena dia tidak bisa dihubungi loya.  Orangnya ada, tapi tak terjangkau karena tak bisa diajak komunikasi.  

Teman yang sempat bertemu dan menyapa, diabaikan dantidak ditanggapi  Kabar bisik-bisik lagi katanya dia menderita ‘mentally ill’ .

Emmm, aku belum pernah sekelas sih sama dia, baik SMP maupun SMA.  Tapi memang pas SMA itu, anaknya tertutup, pendiam, dan sering jadi bahan guyonan teman-temannya.

Coba mengingat jaman remaja dulu, utamanya SMA ya, saling ejek, guyon, garap-garapan, ganggu, ledek, itu makanan sehari-hari.  Dan Kayaknya semua menjadi korban dan sekaligus pelaku.  Jadi ‘saling’ membully gitu.

Kalo pas kelas olahraga, ada lho anak laki yang dikeroyok teman-temannya, dilepas bajunya (tinggal celana pendek) lalu digotong rame-rame, dimasukkan ruang ganti perempuan lalu ditahan pintunya dari luar. (Halaaah....kelakuan macam apa ini ya)

 Ada yang namanya selalu disebut, disodor-sodorkan ke guru tiap kali ditanya siapa.  Misal....siapa yang berminat ikut lomba? Serempak dijawab "Anuuuuu" (sebut satu nama).  Siapa yang buang sampah sembarangan nih di kelas? Serempak lagi dijawab "Anuuuuu" (Eh dia lagi disebut). Dan masih banyak banget jenis dan cara untuk ngerjain orang saat era saling membully itu berlangsung.

Korban dan pelakunya bergant-ganti, yaitu tadi 'saling membully"
Memang sih, ada juga target korban yang jadi favorit untuk dijadikan bahan ledekan, yang bisa jadi memenuhi kriteria berikut:
1. Pasrah, tidak melawan, tidak marah, biasanya kemudian berusaha menghindari kerumunan anak-anak sadis
2. Cuek, mo diapa-apain juga biar aja. Tetep ketawa-ketawa dan tidak marah juga
3. Bahagia, diledek atau dikerjain kayak apa dia seneng-seneng aja karena kemudian punya alasan untuk melakukan pembalasan yang lebih ajib.
4. Tipe lain yang pada intinya bisa untuk bahan guyonan dan becandaan


Kemarin sempat diskusi juga sama teman via WA soal bully membully jaman sekolah dulu.  Kalo di ingat-ingat apa yang dilakukan saat itu tuh sadis bin jahat.  
Tidak ada alasan yang masuk akal bagi siapapun untuk meledek, menghina, mengerjain orang lain sampai segitunya entah itu dalam koridor bercanda atau series....itu sadiiis.

Etapi para korban itu juga reaksinya bermacam-macam tuuuh (mungkin tergantung empat tipe di atas atau tipe-tipe yang lain).  Ada anak yang mengalami hal yang sama tapi tetap aja berkibar bahagia (nampaknya) sampai saat ini. Mungkin dia memang anak yang kuat dan dibekali senjata pamungkas rahasia oleh orang tuanya.

Jadi kesimpulan sementaraku mengatakan:
1. Bully saat usia anak/remaja bisa 'mematikan' karakter di kemudian hari
2. Anak dengan konsep diri positif yang kuat akan menjaga dia dari 'kerusakan' akibat bully dari lingkungan

Jadi PR ku sebagai orangtua itu:
1. Membangun konsep diri positif dan kuat untuk anak
2. Ajarkan anak untuk tidak menjadi pelaku 'bullying' dan berani membela teman yang jadi objek 'bully'

Dengan doa khusyuk #Semoga dimampukan


Kamis, 21 Juli 2016

REUNI dan MOS



Ada dua hal yang anget dibicarakan setelah lebaran ini, rame tentang reuni  dan sekolah baru.  

Bersliweran di beranda tuh foto-foto reuni SD, SMP, SMA, Kuliah dll. Setelah itu disusul foto-foto ngantar anak sekolah di hari pertamanya, bersautan dengan berita soal tidak ada MOS di sekolah baru.

Pas  reuni kemarin aku ketemu teman SMA,  yang cerita tentang dia saat MOS SMA waktu itu jadi salah satu cerita seru yang kudongengkan pada anak-anakku.

Dulu ya, pas masuk SMA 1 Magelang ada semacam Ospek dari pramuka yang disebut  MAPTA ( klo gak salah ingat, singkatan dari Masa Penerimaan Tamu Ambalan).

Nah, saat MAPTA itu sama para bantara kita-kita nih anak baru disuruh membuat papan nama dengan nama yang sudah di modifikasi.  Modifikasinya tuh gabungan dari suku kata terakhir dan suku kata terdepan nama kita.   

Misalnya nih, namaku ANjas wulansaRI, saat MAPTA namaku jadi RIAN. Masih keren kan ya…dan para senior bias memanggilku dengan lantang saat nyuruh-nyuruh “Adik RIIAAAN…nomor 4, Adik RIIAAAN”

Etapi ada temanku yang galau dengan nama aliasnya. Namanya Olivia Elizabeth pandeirOT (nama terakhir itu nama keluarga kayaknya)….Nah lo, galau kan ya Dianya, nama aliasnya jadi OTOL. 

Sempat saat itu Oliv berniat gak mencantumkan nama keluarga, tapi hasilnya sama aja….jadi ETHOL.

Ternyata yang dibikin galau bukan Oliv seorang, para bantara senior itu juga gak pada berani panggil-panggil nama Oliv keras-keras (takut kepleset)….

Paling pol mereka panggil “Adik nomor 34…..adik nomor 34 !” 

Bisa jadi saat itu Oliv agak-agak terselamatkan dari gangguan para senior karena mereka sungkan juga panggil nama he he he

Itu cerita soal MOS yang masih keinget sampe sekarang, kalo cerita kamu apa? iyaaa...kamuuu

Ini si Otol dan suami lagi actol....eh...action

Jangan Asem