Ini masih
ada gandeng renteng dengan cerita usai reuni kemarin.
Beberapa
teman tak bisa hadir saat reuni, sebagian karena jadwal mudik yang tidak pas
karena memang kalo lebaran pasti agenda berkunjung ke rumah saudara itu full
banget kan ya.
Etapi dari
kabar bisik-bisik, ada yang tak hadir karena ‘tak terjangkau’. Tak terjangkau ini bukan karena dia tidak bisa
dihubungi loya. Orangnya ada, tapi tak
terjangkau karena tak bisa diajak komunikasi.
Teman yang
sempat bertemu dan menyapa, diabaikan dantidak ditanggapi Kabar bisik-bisik lagi katanya dia menderita ‘mentally ill’ .
Emmm, aku
belum pernah sekelas sih sama dia, baik SMP maupun SMA. Tapi memang pas SMA itu, anaknya tertutup,
pendiam, dan sering jadi bahan guyonan teman-temannya.
Coba
mengingat jaman remaja dulu, utamanya SMA ya, saling ejek, guyon,
garap-garapan, ganggu, ledek, itu makanan sehari-hari. Dan Kayaknya semua menjadi korban dan
sekaligus pelaku. Jadi ‘saling’ membully
gitu.
Kalo pas kelas olahraga, ada lho anak laki yang dikeroyok teman-temannya, dilepas bajunya (tinggal celana pendek) lalu digotong rame-rame, dimasukkan ruang ganti perempuan lalu ditahan pintunya dari luar. (Halaaah....kelakuan macam apa ini ya)
Ada yang namanya selalu disebut, disodor-sodorkan ke guru tiap kali ditanya siapa. Misal....siapa yang berminat ikut lomba? Serempak dijawab "Anuuuuu" (sebut satu nama). Siapa yang buang sampah sembarangan nih di kelas? Serempak lagi dijawab "Anuuuuu" (Eh dia lagi disebut). Dan masih banyak banget jenis dan cara untuk ngerjain orang saat era saling membully itu berlangsung.
Korban dan pelakunya bergant-ganti, yaitu tadi 'saling membully"
Memang sih, ada juga target korban yang jadi favorit untuk dijadikan bahan ledekan, yang bisa jadi memenuhi kriteria berikut:
1. Pasrah, tidak melawan, tidak marah, biasanya kemudian berusaha menghindari kerumunan anak-anak sadis
2. Cuek, mo diapa-apain juga biar aja. Tetep ketawa-ketawa dan tidak marah juga
3. Bahagia, diledek atau dikerjain kayak apa dia seneng-seneng aja karena kemudian punya alasan untuk melakukan pembalasan yang lebih ajib.
4. Tipe lain yang pada intinya bisa untuk bahan guyonan dan becandaan
Kemarin sempat diskusi juga sama teman via WA soal bully membully jaman sekolah dulu. Kalo di ingat-ingat apa yang dilakukan saat itu tuh sadis bin jahat.
Tidak ada alasan yang masuk akal bagi siapapun untuk meledek, menghina, mengerjain orang lain sampai segitunya entah itu dalam koridor bercanda atau series....itu sadiiis.
Etapi para korban itu juga reaksinya bermacam-macam tuuuh (mungkin tergantung empat tipe di atas atau tipe-tipe yang lain). Ada anak yang mengalami hal yang sama tapi tetap aja berkibar bahagia (nampaknya) sampai saat ini. Mungkin dia memang anak yang kuat dan dibekali senjata pamungkas rahasia oleh orang tuanya.
Jadi kesimpulan sementaraku mengatakan:
1. Bully saat usia anak/remaja bisa 'mematikan' karakter di kemudian hari
2. Anak dengan konsep diri positif yang kuat akan menjaga dia dari 'kerusakan' akibat bully dari lingkungan
Jadi PR ku sebagai orangtua itu:
1. Membangun konsep diri positif dan kuat untuk anak
2. Ajarkan anak untuk tidak menjadi pelaku 'bullying' dan berani membela teman yang jadi objek 'bully'
Dengan doa khusyuk #Semoga dimampukan
setujuh mba anjas....tapi yo angel ya kayaknya....jare aku lo ..hehehe
BalasHapusIya Dik Yayuk, makane dadi PR ben isa digarap bareng2 he he he
BalasHapus