Selasa, 27 Maret 2012

Bener juga sih.....TAPI....

 Oleh-oleh cerita dari Akhsan sepulang sekolah



Cerita 1 :
Tadi mas Zia ditanya  gurunya 
Ustdzh   : "Mas, kalo pegang gelas pake tangan apa?"
Mas Zia : " Tangan dua"
Bener juga kan, anak kecil dibiasakan memegang gelas dengan dua tangan agar tidak jatuh,  TAPI.....

Cerita 2 :

Tadi di sekolah anak-anak ditanya
Ustzh     :"Ayo, sebutkan kata yang depannya TA"
Anak-anak bersahut-sahutan : " ....Takut....Tabung...Tanduk...."
Mas Nabil : " TAI !"
Anak-anak serempak tertawa
Bener juga sih.....TAPI


Banyak hal yang sering kita benarkan namun selalu dengan embel-embel TAPI dibelakangnya,
Menyitir kalimat seorang teman yang psikolog....." Kalimat sebelum kata TAPI adalah kebohongan "

Temanku memberi contoh begini :
Seorang pria berkata pada seorang gadis 
"Hanya kamu yang kucintai, TAPI aku tak bisa menolak keinginan orangtuaku"
Artinya si pria ini tidak benar-benar mencintai gadis itu
Kalimat sebelum kata TAPI adalah kebohongan.


Bener gak ?


Bener juga sih....TAPI....

Rabu, 14 Maret 2012

.....(Tak sanggup memberi judul)


Kemarin, kami sekeluarga berkunjung ke rumah salah satu teman Sakha(anak sulungku).
Anak kecil itu kehilangan ibunya di usia 8 tahun, Sang Ibu meninggal di usia 40 tahun setelah didiagnosa menderita multiple sclerosis empat tahun terakhir.

Tidak, aku tidak akan membahas penyakit itu dan kenapa ajal kemudian datang menjemput karena sesungguhnya kematian adalah keniscayaan yang menjadi bagian dari keberadaan hidup kita. Cerita yang hendak kubagi adalah tentang  sang suami yang setia merawat istrinya.

Bapak Salim (sebut saja begitu) menikah di usia yang tak lagi muda, 47 tahun.  Beliau menikah setelah 'selesai' merawat adiknya yang lumpuh selama 20 tahun kemudian merawat ayahnya yang stroke selama 5 tahun sampai menutup mata.

"Saya ini ditakdirkan hidup berdampingan dengan orang sakit"
Ucapan beliau tanpa ekspresi penyesalan atau kekesalan.

"Pengalaman saya merawat adik dan bapak, seperti tempat diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi saya ketika merawat istri"

Sungguh ucapan itu menggerus hatiku, mengabutkan mataku.
Tanpa berpanjanglebar beliau menjelaskan, bisa kubayangkan bagaimana  tidak mudahnya merawat orang lumpuh. Segala urusan dari makan sampai membuang kotoran, dari bangun tidur hingga tidur lagi .....
Tiga tahun terakhir sampai menjelang kematian, istrinya sudah tak lagi bisa berjalan, tak bisa lagi memfungsikan kedua tangannya. 

Tahun ini beliau pensiun dari pekerjaannya, memulai menata hidup dengan anak semata wayangnya.

Sungguh, senja kemarin membuatku tak sanggup berkata-kata

Selasa, 13 Maret 2012

KATA BAPAK

x : Kita lewat jalan ini....
y : Jangan, kata Bapak tidak boleh lewat jalan ini
x: Bukankah ada papan petunjuk, bahwa ini jalan yang tepat?
y: Kata Bapak, jalan itu yang lebih tepat...jalan itu sudah dilewati Bapak sejak jaman dulu
x: Jalan itu sudah tidak dilewati orang, sudah rusak, berbahaya lewat jalur itu
y: Tidak, aku ikut kata Bapak saja

x: Hai, kakimu terluka...mari kubantu mengoleskan obat
y: Kata Bapak luka ini harus dibalut perban dengan kencang
x : Tak perlu, itu luka kecil...cukup dioles obat luar saja
y: Kata Bapak ini lebih aman
x : Ah, itu berlebihan. Balutan perban itu membuang waktu dan uangmu
y: Tidak, aku ikut kata Bapak saja

x: Hai pakailah akal sehatmu, jangan asal ikut kata Bapak saja
y: Oh...benar kata Bapak
x : Apalagi kata Bapak kali ini ?
y: Aku disuruh menjauhimu
x: Kenapa?
y: Kau memberikan pengaruh buruk, anak bau kencur yang sok tau dan keblinger.
x: Terserah kaulah
y: Kata Bapak tidak boleh terserah aku. Aku ikut kata Bapak saja

Dan x termangu, perlu lebih dari sekedar semangat untuk bisa bertahan dimana kebijakan mengalahkan segala undang-undang 

Senin, 12 Maret 2012

BACA DULU ATAU NONTON DULU

Jika disuruh memilih antara membaca sebuah novel dulu baru kemudian menonton film yang diangkat dari novel tersebut atau sebaliknya nonton dulu baru membaca novel....mana yang anda pilih ?

Dari sekian banyak novel yang difilmkan, ada beberapa saja yang sempat kutonton dan kubaca.
Terakhir adalah menonton film Negeri Lima Menara, yang novelnya (Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna) sudah jauh lebih dulu kubaca.

Rasanya adalah, antusias di awal film, bertanya-tanya di sepertiga putaran pertama, bosan dan kecewa di duapertiga waktu film dan beranjak dari kursi penonton dengan menghibur diri sendiri.
" Ya, baiklah....ini adalah film yang diangkat dari sebuah novel, bukan novel yang difilmkan"

Okelah, aku yakin  tidak mudah menjelaskan ratusan halaman dalam durasi sependek itu, berandai-andai aku merasa alangkah lebih baiknya jika aku menonton film dulu baru membaca novelnya.
Mungkin kekecewaan tidak akan sepedih ini tergores (halah...lebay)

Theatre of mind- ku begitu kuat dan nyata sehingga kalau dibuat daftar perbedaan adalah sebagai berikut :

  • Pemilihan Pemeran : Beda sekali gambaran dalam kepalaku dengan pemeran yang dipilih. Alif dalam kepalaku tidaklah seganteng Gaza, dia anak yang tidak menonjol secara fisik. Meski aku suka dengan akting kikuk Gaza, yang salah hanyalah wajahnya...Ya, tentu saja Gaza tak bersalah karena dikaruniai wajah ganteng, namun yang kemudian menjadi sangat mengganggu adalah pemilihan pemeran Randai....aduh, yang satu ini berbanding terbalik dengan film di benakku. Aku hanya bertanya-tanya, seandainya film ini diteruskan dengan detil sampai ke Ranah 3 Warna, bagaimana Raisa lebih memilih Randai daripada Alif (padahal jelas-jelas Alif merasa Randai lebih cakep dari dia dan begitu pula dalam bayanganku). Hah, gerutuanku soal pemeran ini masih panjang dari David Chaliq dan Lulu Tobing yang teralalu muda (dan cakep ), yang tidak berimbang dengan pemeran anak si anak tengah (ade'nya Alif) yang ampuuun...kaku banget ekspresinya, ditambah Kak (Andika) Fahmi yang gerakan melepas dan memakai kacamatanya hiperbolissss....banget, atau harus kukatakan sinetron bangeeeeets?. Atau pilihan pemeran Nyai Rais yang alisnya nggak banget... Bagaimanapun masih ada yang kusukai sangat, yaitu Baso dan Said yang pas benar dengan tokoh dalam pikiranku.
  • Perbedaan Kejadian : Beberapa penggambaran kejadian kok jadi beda banget ya sama novelnya. Misalnya saja, di novel Randai SMA di Bukittinggi, baru kuliah di Bandung...beda dengan film yang SMAnya di Bandung.  Gambaran Baso belajar bahasa Inggris yang di novel ada proses saling mengajari bahasa inggris-arab antara Alif dan Baso...diganti dengan adegan orang-orangan sawah untuk penyemangat. Masih ada lagi, bersepeda liat gadis manis berkerudung tidak berlokasi di Bandung...tapi melewati pondok putri, masih lagi...pentas seni itu dilakukan menjelang kelulusan...dan tidak ada cerita naik becak...tapi justru hukuman gundul karena beli es kering ke Surabaya....mhm...mungkin juga masih ada yang luput dari perhatianku.
Uuuups......stop-stop deh, aku ingat sebelum mulai menulis  ini aku berniat untuk membuat tulisan yang tidak  dimaksudkan untuk meresensi novel atau film negeri lima menara. Apalagi siapalah aku yang bukan seorang pengamat, apalagi ahli....cuma sekedar penikmat saja.

Baiklah, kulanjutkan saja. Aku ingat film yang lain, Ayat-ayat cinta (kalo tidak salah skenarionya ditulis oleh orang yang sama dengan negeri lima menara). Untuk film yang satu ini, aku menonton dulu film-nya, baru membaca novelnya dan merasa (hanya perasaanku saja) film-nya membuai dan memenuhi selera pop karena (menurutku) ada perbedaan prinsip antara yang disampakan di film dengan di novelnya.

Beda perasaanku dengan filmLaskar pelangi , untuk yang satu ini aku membaca dulu baru menonton filmnya. Meski tidak sama persis pula dengan novelnya,  di Laskar pelangi aku masih terhibur dengan para pemain yang asli dan mengasyikkan. Penampilan para bintang di dalamnya juga bisa senatural (tampil kusam) mengimbangi nuansa belitong di masa itu.

Beda lagi ketika aku membaca Cau Bau Kan kemudian menonton filmnya, meski tidak sedetil novelnya...aku merasa filmnya tidak "menyimpang" dari isi Novel dan aku asyik menikmatinya.

Jika dibandingkan dengan beberapa film barat yang sempat kutonton, ada Da Vinci Code yang kutonton filmnya lalu kubaca novelnya, menurutku sungguh detil film dibuat dan mengikuti apa yang ada dalam novel.
Mhm...baiklah, cukup saja gumaman ini.....

Bukankah sejak awal aku sudah mengambil kesimpulan bahwa:
 " Ya, baiklah....ini adalah film yang diangkat dari sebuah novel, bukan novel yang difilmkan"

 Yang pasti aku memutuskan untuk tidak menonton "Bacaan Shalat Delisa" setelah membaca bukunya....



Kamis, 08 Maret 2012

KADAL

Sakha : " Ibu, kadal apa yang berbahaya?"
Ibu     : " Kadal beracun"
Sakha  : " Bukan"
Ibu   : " Kadal berbisa"
Sakha: "Bukan....nyerah ?"
Ibu mengangguk
Sakha : " KADALUARSA"

Memang kadaluarsa itu berbahaya, dan dua kali aku punya pengalaman yang tidak mengenakkan.
Dua hari yang lalu aku pergi ke Puskesmas, dengan keluhan ada benjolan kecil di mata kanan yang jika sore hari sepulang kerja sekelilingnya berwarna mera rasanya seperti lebam habis dipukuli.
Dokter meresepkan obat tetes mata dengan pesan jika tiga hari tidak ada perubahan akan diberi rujukan pemeriksaan ke rumah sakit untuk pemeriksaan spesialis.

Mengantre obat di apotek, namaku dipanggil. Petugas memberikan obat tetes mata, sambil berjalan menuju parkiran kubaca tanggal kadaluarsanya...."Maret 2012"

Berbalik aku ke loket apotek, kukembalikan botol kecil itu sambil kukatakan "Kadaluarsa Bu"
Petugas mengamati dan mengatakan "O...pas Maret ya"
Obet tetesku diganti dengan yang bertanggal kadaluarsa 20 Maret 2013.
Aku melangkah pulang dengan magsyul karena tidak ada pernyataan permintaan maaf, hanya senyum geli seperti itu bukan persoalan besar (mungkin bagi dia, tapi persoalan besar untuk ku...untuk mataku)

Teringat peristiwa sekitar 6 tahun yang lalu, di tempat yang sama. Suamiku pernah periksa mata juga (halah...penyakit kok nggak jauh-jauh dari mata)

Sepulang dari puskesmas, suamiku yang tadinya periksa sendiri minta tolong aku untuk meneteskan obat.
Kubaca labelnya ....."Hah, ini kan tetes telinga Pak...."
Suamiku bersungut-sungut pergi ke Puskesmas menukarkan obatnya....

Ketika sampai rumah dan aku hendak meneteskan obat itu....kubaca labelnya dan berteriak untuk kedua kali
"Hah...ini sudah kadaluarsa Pak"

Dengan menahan jengkel dan pedih di mata suamiku kembali ke puskesmas dan pulang membawa obat tetes (untuk mata) yang tidak kadaluarsa.

Aku tanya "Gimana petugasnya tadi?"
Jawab suamiku "Halah, cuma-senyum-senyum aja"

Dan aku membayangkan berapa banyak obat kadaluarsa yang diberikan kepada para pasien yang tidak bisa membaca atau bisa membaca tapi kurang memperhatikan sampai sejauh itu.

Kadaluarsa....oh Kadaluarsa....
Seorang teman yang aku bagi cerita malah berkomentar "Murah Kok Mau Selamat !!!"
Alangkah ngerinya....

Kamis, 01 Maret 2012

BERBAGILAH MESKIPUN SEDIKIT

Berbagilah meski sedikit apa yang kamu tahu, karena berbagi adalah suatu kebaikan. . . .
Kalimat ini rasanya sudah lama kudengar, 
sudah sering kubaca....

Hari ini aku diingatkan lagi tentang kebaikan berbagi 
membagikan sedikit ilmu sederhana penggunaan .xslx 
mengulik dan mengotak-atik xlsx
mengoptimalkan segala fungsinya
sesuatu yang sangat biasa kulakukan
makanan sehari-hari yang kadang kusepelekan,
ternyata bisa memberikan kemudahan besar untuk orang lain 
untuk menyelesaikan pekerjaannya


Dan hari ini sungguh membahagiakan
melihat senyum mengembang
senyum seorang teman
yang mendapat kemudahan
dari sedikit berbagi


Sungguh indah berbagi

Jangan Asem