Rabu, 14 Maret 2012

.....(Tak sanggup memberi judul)


Kemarin, kami sekeluarga berkunjung ke rumah salah satu teman Sakha(anak sulungku).
Anak kecil itu kehilangan ibunya di usia 8 tahun, Sang Ibu meninggal di usia 40 tahun setelah didiagnosa menderita multiple sclerosis empat tahun terakhir.

Tidak, aku tidak akan membahas penyakit itu dan kenapa ajal kemudian datang menjemput karena sesungguhnya kematian adalah keniscayaan yang menjadi bagian dari keberadaan hidup kita. Cerita yang hendak kubagi adalah tentang  sang suami yang setia merawat istrinya.

Bapak Salim (sebut saja begitu) menikah di usia yang tak lagi muda, 47 tahun.  Beliau menikah setelah 'selesai' merawat adiknya yang lumpuh selama 20 tahun kemudian merawat ayahnya yang stroke selama 5 tahun sampai menutup mata.

"Saya ini ditakdirkan hidup berdampingan dengan orang sakit"
Ucapan beliau tanpa ekspresi penyesalan atau kekesalan.

"Pengalaman saya merawat adik dan bapak, seperti tempat diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi saya ketika merawat istri"

Sungguh ucapan itu menggerus hatiku, mengabutkan mataku.
Tanpa berpanjanglebar beliau menjelaskan, bisa kubayangkan bagaimana  tidak mudahnya merawat orang lumpuh. Segala urusan dari makan sampai membuang kotoran, dari bangun tidur hingga tidur lagi .....
Tiga tahun terakhir sampai menjelang kematian, istrinya sudah tak lagi bisa berjalan, tak bisa lagi memfungsikan kedua tangannya. 

Tahun ini beliau pensiun dari pekerjaannya, memulai menata hidup dengan anak semata wayangnya.

Sungguh, senja kemarin membuatku tak sanggup berkata-kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem