Rabu, 18 Juni 2014

Kopdar IIDN Jogja 15 Juni 2014 “Tambah Ilmu Lagi”




Wuih, gak ada habisnya ngomongin serunya ketemu dengan para Ibu dan calon Ibu yang keren dan penuh semangat di IIDN Jogja nih.  Setelah beberapa Kopdar Ilegal yang dilakukan secara parsial oleh beberapa anggota di berbagai kesempatan, Ahad 15 Juni 2014 lalu IIDN Jogja mengadakan Kopdar  secara legal formal. 


Acara kali ini diselenggarakan di rumah Mak Enggar, yang mengaku setulegi (setengah tuwo lemu ginuk-ginuk) di rumah beliau yang asyik di Jalan Kaliurang Km 6,5. Tempatnya asyik, hanya berbelok beberapa ratus meter dari Jakal yang ramenya mulai runyam, masih ketemu rumah yang begitu buka pintu panoramanya adalah sawah, hmmmmm.....asyik. Kalo di rumah saya yang jelas di ujung timur mBantul, rumah dekat sawah sih biasa, tapi ini di Jakal Bro and Sist...Jakal !
Photo: when i miss u
Foto diambil dari sini
Inilah penampakan pemandangan sawah depan rumah Mak Enggar dengan model spesial Mbakyu Marul Prihastuti salah satu anggota IIDN Jogja yang huebooooh.


Haish sudahlah, kembali ke persoalan.  Undangan jam 9 dan Mbak Nopid selaku PJ Kopdar kali ini membuka acara pukul 09.05 WIB, molor 5 menit saja dari rencana semula, keren ya !


Bu Ketua Astuti Aja memulai acara dengan sambutan dan menyampaikan beberapa hal berikut:
  • Menyemangati untuk aktif di IIDN dan mengharapkan masing-masing anggota semakin aktif menghasilkan karya dan menemukan jodoh penerbit buku masing-masing.
  • Membahas Humas IIDN Jogja mbak Liya Swandari yang akan mengikuti suami di tempat tugas, kemudian meminta 4 kandidat anggota untuk berembug menjadi tim Humas IIDN Jogja
  • Pembagian Kartu Anggota IIDN tahap I, kartu anggota tahap II sedang dalam proses pembuatan dan akan segera dikirimkan ke Jogja. Anggota IIDN Jogja yang belum



Acara selanjutnya adalah share pengalaman pertama oleh Mbak Agoestina Soebachman dengan tema MENUJU SATUS TELULIKUR BUKU
Mbak Titin menceritakan sejarah menulisnya berawal dari SD dengan menyukai membaca. segala buku dibacanya, dengan punya banyak bahan dalam kepala, bisa menjadi referensi untuk menulis.  Pak Soebachman sang ayah merupakan penyemangat terbesar buat mbak Titin untuk terus membaca dan mulai menuangkannya dalam bentuk tulisan.  Kumpulan puisi adalah karya pertama Mbak Titin, belum dipublikasikan hanya untuk kalangan sendiri.  Merambah ke Majalah dinding sekolah, lalu berlanjut mengirim cerpen ke majalah serta puisi dan opini ke koran daerah. 

 Prinsip "MEMBACA ADALAH MODAL UNTUK MENULIS" Mbak Titin pegang betul, karenanya di waktu luang beliau selalu menyempatkan waktu untuk membaca apapun, meskipun topik yang dibaca terasa berat dan rasanya sulit dipahami tetapi ketika terus berusaha membacanya, pemahaman itu akan datang nantinya.

Dalam menulis bukunya, Mbak Titin menggunakan berbagai nama pena disesuaikan dengan genre tulisan. Biasanya nama asli digunakan untuk buku bertema serius, nama Oktavia Pramono dipakai untuk tulisan yang lebih ringan, nama Tina Fajarina untuk buku anak dan Adiba A Soebachman untuk buku agama.  Empat nama itu adalah nama utama, masih banyak nama lain yang dipakai Mbak Titin sebagai nama pena.

Beberapa poin penting yang menjadi pegangan mbak Titin dalam menulis antara lain:
  • Terus menulis dan menulis
  • Berdoa sebelum mulai menulis
  • Menuliskan hal-hal yang dapat memberikan manfaat untuk orang lain
  • Setelah ide matang di kepala baru buka laptop/PC untuk menuliskannya agar tidak terlalu lama membuang waktu di depan layar kosong dan memboroskan listrik
  • Temukan motivasi untuk menulis 
  •  Bertanggungjawab terhadap apapun yang telah ditulis 
  • Rajin mencatat ide dan membuat tabungan tulisan
Setelah share dari mbak Titin Bejo, dilanjutkan dengan tanya jawab asyik dengan anggota lain.  Ketika ditanya bagaimana jika ada pro dan kontra terhadap tulisan kita. Menurut Mbak Titin, pro dan kontra itu sangat wajar terjadi dan cukup disikapi sesuai dengan prinsip dan hati nurani penulis.  
Pertanyaan tentang bagaimana menentukan tarif naskah, dijawab Mbak Titin yang penting seorang penulis itu teguh hati  dan percaya diri.  Berani tawar-menawar secara wajar dan menghargai diri sendiri.

Setelah sesi tanya jawab dilanjutkan dengan pembagian hadiah untuk dua kuis di grup IIDN yaitu kuis selfie yang dimenangkan oleh Mbak Liya, Mbak Zukhruf, Mbak Sulis dan Mbak Titin gak pake Bejo

Selanjutnya adalah share  Mbak Ratih dari Penerbit Galang Press.  Mbak Ratih menyampaikan beberapa hal antara lain :

Mbak Ratih, gambar dari sini
  • Naskah apa saja yang saat ini sedang dibutuhkan di Galang Press.  
  • Pasar menuntut penulis buku menuliskan sesuai dengan latar belakang pendidikannya
  • Display di toko buku besar sekarang mulai per group sehingga banyak penerbit yang mulai membeli rak display sendiri, untuk saat ini Galang belum mempunyai space tersebut
  • Penulis buku sebaiknya juga melakukan active sellingtidak sekedar mengandalkan toko buku dan rajin mengecek di toko buku serta tidak segan menanyakan kepada penjaga toko dimana bukunya diletakkan, apabila di cek di stok masih banyak tetapi buku tak nampak di display
  • Saat ini buku inspirasi belum banyak sehingga tema-tema tertentu dapat dikemas dalam bentuk buku inspirasi yang tidak terlalu banyak saingan
  • Nama penulis dipertaruhkan saat pemasaran buku, meski isi buku bagus namun ketika jeblok di pasaran kadangkala mempengaruhi penerbitan buku penulis berikutnya
  • Dijelaskan kelebihan dan kekurangan sistem penerbitan dengan beli putus dan royalti, Mbak Ratih lebih menganjurkan sistem royalti karena naskah akan kembali ke penulis setelah dua tahun perjanjian dan naskah royalti "lebih dihargai" dibanding naskah beli putus.  Naskah beli putus akan menjadi hak penuh penerbit dan bisa "dioplos" dengan tulisan apapun tanpa mencantumkan lagi nama penulis
Setelah Mbak Ratih, selanjutnya giliran Mbak Fika Faila Sufa yang share tentang pengalaman menulisnya. Mbak Fika mulai menulis tahun 2012 namun saat ini sudah 9 buku yang terbit, dua antologi dan 7 buku solo.  Tujuh buku solo ini adalah buku resep masakan.  Mbak Fika bercerita bagaimana ia mengalahkan diri sendiri dengan selalu bertekad bekerja lebih keras saat berproses memasak dan mendokumentasikan step by step masakannya.  Awalnya Mbak Fika hanya mampu menyelesaikan dua menu dalam satu hari kemudian meningkat menjadi 40 menu dalam 10 hari dan terakhir rekor kecepatannya adalah 54 menu dalam 8 hari. Wow....sungguh suatu kerja keras dan tekad yang luar biasa!
 
Menurut Mbak Fika, beliau berproses menjadi lebih baik dalam setiap tahap menulisnya, utamanya dalam teknis pemotretan masakan.  Tips dari Mbak Fika adalah terus menggali kreatifitas, punya ciri khas sendiri dan membuat semuanya sendiri.  Selain ciri penulis yang akan dikenali pasar, akan ada kepuasan tersendiri ketika melewati seluruh proses kreatif ini.

Sebagai penulis, Mbak Fika menyarankan agar berani memberikan tawaran kepada penerbit. Komunikasikan sejak awal dan perjelas perjanjian di awal proses sehingga tidak akan mengganggu atau ada ganjalan dalam perjalanan penerbitan buku nantinya.  Setelah menemukan  keasyikan dalam menulis buku resep, Mbak Fika mulai merambah ke naskah fiksi yang kabarnya sudah acc juga dari penerbit. Wow lagi deh, sukses dan lancar ya Mbak Fika.....

Sesi Mbak Fika berakhir tepat pukul 12.00, jadi sudah waktunya untuk Ishoma menikmati hidangan yang disiapkan.  Sebenarnya sepanjang acara juga semua sudah menikmati camilan yang disediakan tuan rumah dan potluck bawaan dari anggota IIDN yang hadir.

Foto dari sini


Setelah makan nasi merah plus sayur bayam, trancam, bestik, sate keong, krupuk dan sambel lalu sholat. Acara dimulai lagi pukul 13.00.  Kali ini yang sharing adalah Mbak Tini. Anggota IIDN yang muda, energik dan prospektif ini menceritakan pengalamannya dalam membuat konsep buku. Ini berdasarkan pengalaman Mbak Tini saat bekerja di sebuah penerbitan kemudian beralih ke agensi naskah.

Ketika akan menentukan tema sebuah buku yang akan ditulis,sebaiknya penulis mempunyai konsep sendiri dengan cara :
  • Melihat trend pasar buku, yang dapat dilakukan dengan cek di internet maupun toko buku. Ada banyak ide yang dapat diadaptasi kemudian dikembangkan menjadi outline baru yang menaik.
  • Cari tema yang tidak mainstream. Hal ini dengan memperhatikan target pembaca serta tulisan yang disajikan dapat memberikan solusi bagi pembaca bukan sekedar informasi biasa-biasa saja
  • Tambahkan sesuatu yang unik dan baru
Mbak Tini, foto dari sini
Menurut Mbak Tini, penulis berhak memberikan masukan kepada penerbit untuk tampilan bukunya agar lebih 'menjual', misalkan dengan:
  • Tampilan lay out dan ilustrasi yang spesifik
  • Menambahkan hal unik seperti tips di tiap halaman
  • Usulan kemasan yang bagus  agar lebih menarik calon pembaca

 Penulis juga harus menghargai naskah dan diri sendiri, karena tulisan seorang penulis adalah tanggungjawab pribadinya secara penuh. Selain itu, penulis berhak meminta harga yang lebih untuk tulisannya jika :
  • Waktu pengerjaan singkat
  • Jumlah halaman yang banyak
  • Memerlukan ketrampilan khusus untuk mengerjakannya

Naaaah, jadi seharian itu banyak sekali ilmu yang dibagikan saat kopdar IIDN Jogja. Waktu sudah semakin siang, waktunya untuk membereskan potluck untuk dibagikan saat pulang dan tentu saja foto narsis bersama.

Terimakasih untuk mak Enggar atas segala kerepotannya menyediakan tempat dan makan siang.  Teman-teman hebat para narasumber yang berkenan membagikan ilmunya, anggota IIDN Jogja yang keren bin narsis dan AADN, anak-anak yang dengan sabar mengikuti kopdar dari awal sampai akhir.  

Sampai ketemu di kopdar IIDN Jogja yang pastinya seru dan penuh ilmu.  I love you all.....


Selasa, 25 Februari 2014

Pembebasan Vs Pembiaran


Ketika dulu wawancara untuk orang tua calon murid di sekolah tempat anak-anakku sekarang belajar, kami berdua (aku dan suami) ditanya prinsip apa yang dipakai dalam mendidik anak-anak. Kami sepakat menjawab sebagai orang tua kami berusaha memberikan pilihan dan membebaskan anak-anak untuk memutuskan pilihan mana yang akan mereka ambil.

Contoh sederhananya adalah ketika pagi hari aku menyiapkan air hangat untuk mandi anak-anak, pilihan yang kami berikan kepada anak-anak adalah mandi sekarang dengan kondisi air masih hangat atau menunda-nunda mandi dengan konsekuensi air mandi sudah dingin dan tidak ada menjerang air tahap dua.

Anak-anak diberikan pengertian konsekuensi akan pilihan yang akan diambilnya. Suatu ketika Akhsan yang sudah duduk di SD dan harus masuk sekolah pukul 07.00 dan diantar bersama Sakha, berlama-lama dalam persiapan pagi. Sudah kuingatkan untuk bersegera, karena kakak dan bapaknya akan berangkat paling lambat 15 menit sebelum pukul 7 agar tidak terlambat. Jika sampai dengan waktu itu Akhsan belum siap, maka ia harus berangkat bareng Abbad yang masih TK dan diantar ke sekolah pukul 07.30 yang artinya Akhsan akan terlambat sampai di sekolah. Waktu itu Akhsan masih tetap berlama-lama dan merasakan akibatnya hingga terlambat sampai di sekolah. Di lain waktu Sakha yang berlama-lama dan merasakan akibat dari keterlambatannya. Setelah insiden terlambat itu, hari-hari  berikutnya Sakha dan Akhsan memilih untuk bersegera agar tidak harus ikut pemberangkatan kloter kedua bersama Abbad yang artinya terlambat sampai sekolah. Ini yang kumaksud dengan ‘membebaskan untuk memilih’ 

Suatu ketika seorang teman bercerita,  di suatu rapat ada seorang bapak muda yang mengajak anak laki-lakinya yang seumuran Akhsan. Namanya anak-anak ya, dalam kondisi rapat di tengah orang tua pasti akan muncul kebosanan. Entah Bapak-anak ini tidak membuat perjanjian dulu saat berangkat rapat bagaimana si anak harus ‘bersikap’ selama ayahnya beraktivitas, atau memang pola pendidikan sehari-hari dalam keluarga mereka seperti itu, di tengah rapat yang berlangsung lesehan si anak mulai berjalan-jalan di tengah-tengah peserta rapat sementara sang ayah tidak berkomentar apapun.  

Rupanya rasa bosan semakin melanda si anak dan dia mulai menendang gelas-gelas peserta rapat. Sampai di sini si ayah masih juga tak berkomentar apa pun seolah-olah hal itu adalah sesuatu yang wajar. Akhirnya salah satu peserta rapat, tak tahan dan menegur si Bapak
“ Eh, #@* (menyebut nama si bapak muda)...kalau seperti itu namanya PEMBIARAN, bukan PEMBEBASAN”

Berikan anakmu pilihan, berikan dia pengertian, dan bebaskan dia untuk memilih

Minggu, 23 Februari 2014

Gemar Menggambar


Saat usia 2,5  tahun, Sakha pernah ikut lomba mewarnai di RT tempat kami tinggal. Waktu itu dengan PeDenya dia mewarnai satu halaman penuh dengan warna hijau saja di seluruh permukaan kertas tanpa mengenal garis batas bentuk gambar yang disediakan.  Setelahnya, Sakha langsung mengumpulkan hasil mewarnainya dan mengajak Bapak yang mengantarnya pulang.  

Waktu itu aku tak ikut mendampingi Sakha, tapi menunggu di rumah bersama Akhsan yang masih berumur 7 bulan. Aku dan suami senyum-senyum ketika ia bercerita bagaimana Sakha menyelesaikan lombanya. Kami memang tak pernah mengarahkan bagaimana Sakha mewarnai suatu gambar, terserah dia saja. Waktu itu aku dan suami hanya melontarkan pujian bahwa Sakha keren sudah berani lomba dan mengumpulkan kertasnya sendiri ke panitia.

Semakin besar, Sakha semakin suka menggambar dan menurutku gambarnya bagus (Aku sendiri saat seumur Sakha bahkan sampai sekarang tidak bisa mengggambar sebagus Sakha). Tapi tetap saja dia tidak terlalu suka mewarnai.  Sebenarnya kalau mau,  dia bisa juga sih mewarnai dengan bagus, tapi biasanya Sakha hanya akan mewarnai gambarnya ketika ada tugas dari sekolah untuk mewarnai atau ketika kurayu-rayu untuk menyempurnakan gambarnya dengan warna.


Sakha menggambar di kertas HVS yang disediakan Bapaknya, di halaman belakang buku tulisnya, di setiap sudut halaman bukunya...di mana saja dia suka.  Melihat kecenderungan Sakha yang suka menggambar, dan menyadari keterbatasanku dan suamiku dalam menggambar, kami manfaatkan youtube untuk mengasah ketrampilan Sakha. Kami downloadkan tutorial menggambar, dari cara menggambar tiga dimensi, cara menggambar wajah, gambar manga dan beberapa jenis gambar lain yang aku tak terlalu hafal apa jenisnya.


Ternyata Sakha cenderung menyukai komik,  dengan referensi favoritnya komik Conan, Miiko, dan Donald. Sakha mulai membuat karakter wajah dengan berbagai ekspresi, senang, kaget, sedih, menangis, geli, dan banyak ekspresi lain.  




Setelah menghabiskan beratus lembar kertas HVS, Sakha mulai serius menggambar di buku agar tidak cerai-berai.  Mulanya dia ragu menentukan tokoh dan alur utama cerita, terlalu banyak keinginan dan ide berloncatan di kepalanya membuat Sakha tak juga memutuskan ingin membuat tokoh seperti apa.

Ketika Sakha minta pertimbanganku, aku bilang 
“Ya...bikin aja tokohnya anak perempuan kayak Sakha, akan lebih mudah” 

“Kalau cerita aku di sekolah nanti banyak banget yang harus digambar dan diceritain” kata Sakha waktu itu

“Ya kalau gitu cerita tentang Kakak yang melakukan hobby kakak” lanjutku

“Hobby ku masak” Sakha menyahut dengan cepat

“Gimana kalo, tokohnya anak perempuan yang suka masak...?” tanyaku

Sakha tersenyum, mengecup pipiku lalu lari ke kamar dan mulai menggambar komiknya.
 
Yah, apapun yang kau sukai dan kau tekuni...pasti akan bermanfaat, Nak. Tak harus manfaat hasil, namun yang lebih penting adalah manfaat dalam proses mewujudkannya.

Leunca

Solanum ningrum, mungkin tidak banyak yang mengenal nama ini tapi kalau disebut kata leunca bisa jadi sebagian orang tahu namun hanya sedikit yang menyukai rasanya.  Leunca atau ranti adalah salah satu jenis terung-terungan yang biasa dikonsumsi sebagai sayuran atau obat.Leunca muda berwarna hijau muda dan akan berubah warna menjadi ungu tua atau hitam ketika tua dengan bulatan kecil-kecil bergerombol, berbiji dan mengkilap.  Rasanya renyah dan agak langu, konon leunca punya banyak manfaat dan khasiat, dari mengobati penyakit kulit sampai menghambat pertumbuhan sel kanker.  

Aku biasanya makan leunca sebagai lalapan dengan cocol sambel, tapi kalo di rumah penggemar leunca Cuma aku seorang. Suamiku tidak mau mencoba barang sebiji, begitu pula Abbad. Cuma Sakha dan Akhsan yang mencoba bereksperimen dan tidak meneruskan makan leunca “pahit” katanya.
Leunca pedasssss

Hari minggu pagi tadi aku ke pasar dan melihat sekantung leunca di pedagang sayur, aku beli saja. Cukup Rp 2.000,- sudah dapat sekantung plastik  ukuran 1 kg. Karena sedang dalam upaya membatasi konsumsi karbohidrat, kali ini aku tidak melalap leunca dengan sambel karena berefek nambah nasi terus dan terus dan terus.  Leunca hari ini kutumis dengan bumbu  bawang merah, bawang putih, cabe rawit dan garam dan rasanya mhmmmmm........

Jangan Asem