Eh, masih anget cerita kemarin, pagi ini, ketika baru datang ke tempat kerja aku mengisi absen seperti biasa, menyusul seorang teman - perempuan, muda, cantik- mengisi absen sambil tetap duduk di atas motor. Tiba-tiba seorang teman laki-laki yang tadinya duduk di pos satpam, mendekati si cantik dari belakang, menjulurkan kedua tangan memegang bahu dan pipi si cantik, memutar kepala si cantik sampai pada posisi -seperti akan mencium. Si cantik menjerit kecil memberontak, dan aku MURKA!
"Eh, Pak B******....jangan gitu dong !" Tak tahan aku berteriak sambil mendelik- pastinya gak serem karena mata sipit gak bisa mendelik
Si Bapak melepaskan peganganya sambil menjawab tanpa ekspresi bersalah
"Aku gemas je sama @***** !" katanya menyebut nama si cantik
"Emangnya kalo gemes boleh gitu !" aku belum bisa mengontrol suara, masih setengah berteriak
"Coba kalo kamu" lanjut Pak B ini mendekat padaku
Menyebalkan sekali, kukepalkan kedua tangan di depan dada, pasang kuda-kuda, mengangkat sedikit satu kakiku ...'selangkah lagi, aku jotos bener nih orang' pikirku dalam hati
"Ha..ha...yang ini kakinya maju" Katanya sambil menoleh kepada dua orang satpam yang sedang mengamati kami
Hadoooh, sedih bener liat teman sendiri digituin malah ikut senyum-senyum.
Melonggarkan kuda-kuda aku melanjutkan kalimatku, tidak lagi dengan berteriak tapi aku yakin masih menunjukkan emosiku.
"Bapak, seperti itu namanya pelecehan. Emangnya njenengan terima kalo suatu saat ada orang yang gemes sama istri njenengan terus nyiwel pipinya?" ucapku berapi-api
Si Bapak diam saja, mungkin sedang mencerna kalimatku.
"Mbak , njenegan terima gak digituin?" tatapku beralih pada si cantik
"Nggak " kata mbak cantik sambil melayangkan tangan menampar pipi si oknum
Pak oknum mundur selangkah sehingga tamparan yang dilayangkan dari atas motor tidak mendarat dengan keras di pipinya
"Aku kalo diginiin sama @****seneng kok" katanya sambil mengelus pipinya sendiri
Wadaaaw.....seandainya aku bawa munthu (ulekan untuk bikin sambel) udah kulumat ni bapak
Insiden pagi itu berakhir dengan si mbak memarkir motor, aku manyun masuk kantor dan berusaha mengusir sebal yang masih menggunung.
Pilihan kata yang dipakai bapak itu terngiang di kepalaku..."Aku gemas..."
mencari arti kata 'gemas' yang kudapat adalah - sangat suka (cinta) bercampur jengkel atau jengkel-jengkel (cinta).
Definisi ini jelas tidak bisa menjadi alasan perbuatan si bapak 'atas nama gemas'
Ini sih bukan gemas, tapi nafsu!!!
Teringat aku pada dialog ketika Rabi'ah Al Adawiyah ketika dipinang Hasan Bashri yang ambil petikannya dari sumber ini :
"Wahai Hasan beritahu aku berapa bagian Allah telah ciptakan akal?” tanya Rabi'ah
“Sepuluh bagian, sembilan untuk laki-laki dan satu untuk perempuan,” jawab Hasan.
“Berapa bagian Allah telah ciptakan syahwat?”tanya Rabi'ah
“Sepuluh bagian juga, sembilan untuk perempuan dan satu untuk laki-laki,” jawab Hasan dengan yakin.
“Wahai Hasan, aku mampu memelihara sembilan bagian dari syahwat dengan satu bagian dari akal sementara kau tak mampu memelihara satu bagian dari syahwat dengan sembilan bagian dari akal”
“Sepuluh bagian, sembilan untuk laki-laki dan satu untuk perempuan,” jawab Hasan.
“Berapa bagian Allah telah ciptakan syahwat?”tanya Rabi'ah
“Sepuluh bagian juga, sembilan untuk perempuan dan satu untuk laki-laki,” jawab Hasan dengan yakin.
“Wahai Hasan, aku mampu memelihara sembilan bagian dari syahwat dengan satu bagian dari akal sementara kau tak mampu memelihara satu bagian dari syahwat dengan sembilan bagian dari akal”
Bener banget, Bu. Dan itu seperti lumrah, ya! Aku sedikit menyesal dengan tanggapan si Mbak Cantik yang tidak memberi pelajaran keras pada si Bapak Bandot.
BalasHapussenioritas, superior-infrior.....dan banyak lagi 'alasan' yang membuat ini tak selesai - mungkin salah satunya 'dikejar waktu' he-he...
BalasHapus