Selasa, 31 Juli 2018

Perjaka Kecil

Raan 2

Anak lanang nomor dua ini, selalu memberi kejutan manis sejak dalam kandungan.

Tahu dia mulai bertumbuh di rahimku sudah masuk hitungan bulan, jadi periksa ke dokter kandungan pertama ketika usia sudah masuk tiga bulan.

Kejutan berikutnya karena dokter kandungan mengatakan ada dua kantong dalam rahim, tapi yang satu nampak lebih kecil.  Kalimat dokter waktu itu jadi mengingatkanku pernah 'bleeding' yang kusangka haid jadi aku tidak menyangka kalau hamil.

Bulan berikutnya satu kantung berkembang dan satu kantung mengecil...meski Raan2 gak jadi punya kembaran, aku sering merasa Raan2 masih ada teman sekandungan..dan itu perempuan.

Kejutan manis berikutnya saat proses nyapih.
Kupikir akan sulit melepas ASI untuk Raan2, seperti pengalaman sapih Raan1 yang lumayan panjang, diiringi rengekan dan demam selama satu pekan.  Ini tidak terjadi saat proses sapih Raan2.  Cukup kalimat penjelas untuk tidak ng-ASI ibunya lagi, Raan2 manut dengan manisnya. Sudah...sesederhana itu Raan2 melepas ASI ibu.  Tidak ada tangis, tidak ada rengekan apapun.

Ah, Raan2 dengan mata sendu dan senyum manis berlesungpipinya.


Kejutan lagi saat beberapa kali performa di sekolah.  Kalau Raan1 dan Raan3 selalu heboh sebelum acara pentas di sekolah.  Mereka berdua akan cerita dari A sampai Z rencana pentas besok, tak malu-malu untuk praktek gerak dan lagu, berpuisi  atau teater yang akan ditampilkan.

Raan2 ini tak pernah begitu, "Lihat saja besok" selalu itu jawabnya sambil tersenyum. Eh, pas hari H ibunya dibikin kaget karena ternyata Raan2 yang lantang jadi pemimpin di depan.

Pernah suatu acara kemah, ibu tidak bisa ikut lihat pentas anak-anak. Beberapa hari setelah acara, salah satu orangtua temannya cerita

"Mbak, aku kemarin sampai sakit perut karena ketawa lihat kelompok Raan2 tampil.  Jebul Raan2 ki lucu banget"

Haa…..anak se-cool itu lucu banget ya.  Usut punya usut ternyata Raan2 bikin skenario drama dan dia jadi narator yang jalan cerita dan  kalimatnya memecah tawa penonton.

Aiiih Raan2.  Pilihannya yang mantap untuk meneruskan SMP di pondok, mengikuti jejak kakaknya menggetarkan hati.
Aku percaya, dia sudah bisa membawa diri.  Urusan keperluan pribadi, aku yakin Raan2 sudah mandiri.  Di rumah Raan2 selalu sedia membantu ibu.  Ngurusi jemuran, masak telur/sosis/nasgor untuk adik, nyapu, menjaga adik...kalo pas ibu pergi atau ibu lagi sakit, Raan2 siap membantu.  Andalan deh pokoknya.

Satu pesan Raan2 untuk Raan3 sebelum berangkat ke pondok adalah
 "Jangan nggodain Raan4, nanti kalo Raan4 nangis, ibu repot"

So sweet ya...

Belajar dari pengalaman dua tahun yang lalu melepas Raan1 ke pondok...mellow dan nangis melulu tidak membantu.  Akan nyetrum ke anaknya, aktivitas di rumah juga terganggu. Melepas Raan2 ini dengan senyum, meski rasa rindu tak terkira jelas ada.  Senyum manis Raan2 selalu terbayang di pelupuk mata.
Pas diantar check in pondok, minta dielus-elus

Tapi air mata tak tumpah kemana-mana, menyebut namanya dalam doa, menahan air mata cukup berkaca-kaca saja. Jika sedang kangen tak terkira, kami bertiga, Ibu Raan3 dan Raan4 impersonate gaya khas Raan Raan 2, lalu kami tertawa bersama. Berharap tawa kami terkirim sebagai doa dan menjaga Raan2 bahagia Bersama teman-teman barunya.












Setelah sepekan dapat foto Raan2 di kelasnya, tertawa, ceria, kami di rumah ikut bahagia. Dapat kabar dari Raan1 lewat foto suratnya, Raan1 sempat bertemu dengan Raan2 dan Raan2 bilang belum pernah nangis di tempat barunya. Alhamdulillah.....doa kami, tawa kami, rupanya diijabah menjadi suka menyelimuti Raan2.



Hari Ahad kemarin, pas di hari lahirnya...Ibu kok punya feeling akan dapat kesempatan dihubungi Raan2.  Jadi sejak jam 7 pagi ibuk sudah pake jilbab rapi di dalam rumah, nggak jauh-jauh dari hp.

Benar saja, jam 7.36 ada panggilan video dari nomor HP ustadnya. 30 detik….Nampak Raan2 di layar sedang maju ke depan kelas, berani setor hafalan shorof. Senyum lesungpipi Raan2 saat ditanya Ustadznya setelah selesai hafalan.

Aih...kejutan manis di Ahad pagi. Kejutan manis yang sama 12 tahun lalu saat Raan2 lahir dengan proses yang sangat cepat dan dimudahkan oleh Allah SWT

Selamat hari lahir Raan2 ku, doa ibu selalu menyertai langkahmu.




Selasa, 06 Februari 2018

Durian alias Duren

Cerita duren masa kecil itu ya, buah yang jaraaang banget dimakan. 

Pertama karena tidak punya pohonnya, Di halaman belakang dan depan rumah Bapak Ibu di Magelang, (cuma) ada pohon langsep, kokosan, belimbing, jambu biji, jambu bol, jambu air, pepaya, rambutan, delima, mengkudu, belimbing wuluh, alpukat dan salak.
 Meski sudah banyak, itu tidak sebanding dengan tetangga kanan kiri yang halamannya lebih luas dan jenis tanamannya lebih banyak, salah satunya pohon durian yang dipunya tetangga sebelah timur rumah Bapak.
 Pernah ya, pada masa nakal-nakalnya dulu...kalau pas musim durian dan terdengar suara   ..."Buk" pertanda durian jatuh, maka akan berlomba lah kami (bersaing dengan si pemilik kebun) untuk menerobos perdu berusaha menggapai durian jatuh...halah.

Kedua, jaman dulu kala tidak banyak orang berjualan durian macam sekarang yang ada sentra-sentranya gitu, atau sebenarnya ada tapi keluarga kami tidak meng-akses-nya ha ha ha.
Kalopun ada yang jual, mahal luar biasa untuk ukuran keluarga dulu kala, jadi kalo ada kesempatan makan duren, biasanya hanya dapat bagian se-pongge (sebiji) aja untuk setiap anak.



Ketika mas dan mbak-mbak mulai dewasa, jaman berganti, dan cerita tentang durian berubah lagi.
Rasanya ngiler dapat cerita waktu itu, tentang nikmat dan murahnya duren di Jambi (tempat kakak pertama dulu kerja) dan duren hutan di Fak-Fak (tempat kakak ke-2 dulu kerja).



Saat  aku sudah bekerja, cerita duren berganti lagi. Saat kerja di Pacitan (Kota goa dan pantai yang romantis) yang kalo musim duren bisa myurah meriah, masih bujang, gaji lumayan, jadi dipuas-puaskan makan durian. Seglundung, dua glundung sekali makan, kuat makan sendirian.

Setelah menikah, aku dan suami yang sama-sama suka durian, lewat jalan yang ada penjual durian biasanya langsung mampir, lihat-lihat, pilih-pilih dan tentu saja makan.


Pas hamil anak pertama, umur kehamilan lima bulan, pernah mabok durian. Sebenarnya pernah dengar larangan makan durian buat orang hamil, tapi karena pengen bangeeeet, dilancarkanlah rayuan maut ke mas suami untuk membelikan.
Lalu mas suami membelikan dengan syarat jangan dihabiskan sendiri. "tombo pengen" katanya waktu itu. Syarat dari Mas suami kusambut dengan gembira, meringis kegirangan dan janji tidak menghabiskan sendirian tapi berdua sama dede bayi di kandungan...ha ha ha.
Lalu, aku mabok setelahnya, pusing dan mual tak terkira.

Langsung panik, takut kenapa-napa dengan adik bayi. Mas suami mengobati dengan meminumkan dua sendok minyak goreng....dan sembuh.

Setelahnya, agak hati-hati konsumsi duren, tidak menolak,  tetep mau lah kalo ditawarin, tak berpantang...hanya mengurangi porsi. Tapi sama sekali tak menyentuh duren kalo lagi hamil, kapoook.


Sekarang, ketika anak-anak sudah besar, yang hobby makan duren ya mas suami dan anak pertama saja. Tiga adiknya cuma makan 3-4 biji sudah cukup. Kalo anak pertama ya jangan tanya...syukaaaa.
Mungkin bawaan dari dalam perut, suka durian sejak dalam kandungan.


Pas ada kesempatan pulang dari Magelang ke Pondok Sakha, lewat Kalibawang., nemu penjual durian dan dapat yang gedheee, muraaah, dan enaaak.
Yuk makan duren.


 

Jangan Asem