Senin, 12 Maret 2012

BACA DULU ATAU NONTON DULU

Jika disuruh memilih antara membaca sebuah novel dulu baru kemudian menonton film yang diangkat dari novel tersebut atau sebaliknya nonton dulu baru membaca novel....mana yang anda pilih ?

Dari sekian banyak novel yang difilmkan, ada beberapa saja yang sempat kutonton dan kubaca.
Terakhir adalah menonton film Negeri Lima Menara, yang novelnya (Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna) sudah jauh lebih dulu kubaca.

Rasanya adalah, antusias di awal film, bertanya-tanya di sepertiga putaran pertama, bosan dan kecewa di duapertiga waktu film dan beranjak dari kursi penonton dengan menghibur diri sendiri.
" Ya, baiklah....ini adalah film yang diangkat dari sebuah novel, bukan novel yang difilmkan"

Okelah, aku yakin  tidak mudah menjelaskan ratusan halaman dalam durasi sependek itu, berandai-andai aku merasa alangkah lebih baiknya jika aku menonton film dulu baru membaca novelnya.
Mungkin kekecewaan tidak akan sepedih ini tergores (halah...lebay)

Theatre of mind- ku begitu kuat dan nyata sehingga kalau dibuat daftar perbedaan adalah sebagai berikut :

  • Pemilihan Pemeran : Beda sekali gambaran dalam kepalaku dengan pemeran yang dipilih. Alif dalam kepalaku tidaklah seganteng Gaza, dia anak yang tidak menonjol secara fisik. Meski aku suka dengan akting kikuk Gaza, yang salah hanyalah wajahnya...Ya, tentu saja Gaza tak bersalah karena dikaruniai wajah ganteng, namun yang kemudian menjadi sangat mengganggu adalah pemilihan pemeran Randai....aduh, yang satu ini berbanding terbalik dengan film di benakku. Aku hanya bertanya-tanya, seandainya film ini diteruskan dengan detil sampai ke Ranah 3 Warna, bagaimana Raisa lebih memilih Randai daripada Alif (padahal jelas-jelas Alif merasa Randai lebih cakep dari dia dan begitu pula dalam bayanganku). Hah, gerutuanku soal pemeran ini masih panjang dari David Chaliq dan Lulu Tobing yang teralalu muda (dan cakep ), yang tidak berimbang dengan pemeran anak si anak tengah (ade'nya Alif) yang ampuuun...kaku banget ekspresinya, ditambah Kak (Andika) Fahmi yang gerakan melepas dan memakai kacamatanya hiperbolissss....banget, atau harus kukatakan sinetron bangeeeeets?. Atau pilihan pemeran Nyai Rais yang alisnya nggak banget... Bagaimanapun masih ada yang kusukai sangat, yaitu Baso dan Said yang pas benar dengan tokoh dalam pikiranku.
  • Perbedaan Kejadian : Beberapa penggambaran kejadian kok jadi beda banget ya sama novelnya. Misalnya saja, di novel Randai SMA di Bukittinggi, baru kuliah di Bandung...beda dengan film yang SMAnya di Bandung.  Gambaran Baso belajar bahasa Inggris yang di novel ada proses saling mengajari bahasa inggris-arab antara Alif dan Baso...diganti dengan adegan orang-orangan sawah untuk penyemangat. Masih ada lagi, bersepeda liat gadis manis berkerudung tidak berlokasi di Bandung...tapi melewati pondok putri, masih lagi...pentas seni itu dilakukan menjelang kelulusan...dan tidak ada cerita naik becak...tapi justru hukuman gundul karena beli es kering ke Surabaya....mhm...mungkin juga masih ada yang luput dari perhatianku.
Uuuups......stop-stop deh, aku ingat sebelum mulai menulis  ini aku berniat untuk membuat tulisan yang tidak  dimaksudkan untuk meresensi novel atau film negeri lima menara. Apalagi siapalah aku yang bukan seorang pengamat, apalagi ahli....cuma sekedar penikmat saja.

Baiklah, kulanjutkan saja. Aku ingat film yang lain, Ayat-ayat cinta (kalo tidak salah skenarionya ditulis oleh orang yang sama dengan negeri lima menara). Untuk film yang satu ini, aku menonton dulu film-nya, baru membaca novelnya dan merasa (hanya perasaanku saja) film-nya membuai dan memenuhi selera pop karena (menurutku) ada perbedaan prinsip antara yang disampakan di film dengan di novelnya.

Beda perasaanku dengan filmLaskar pelangi , untuk yang satu ini aku membaca dulu baru menonton filmnya. Meski tidak sama persis pula dengan novelnya,  di Laskar pelangi aku masih terhibur dengan para pemain yang asli dan mengasyikkan. Penampilan para bintang di dalamnya juga bisa senatural (tampil kusam) mengimbangi nuansa belitong di masa itu.

Beda lagi ketika aku membaca Cau Bau Kan kemudian menonton filmnya, meski tidak sedetil novelnya...aku merasa filmnya tidak "menyimpang" dari isi Novel dan aku asyik menikmatinya.

Jika dibandingkan dengan beberapa film barat yang sempat kutonton, ada Da Vinci Code yang kutonton filmnya lalu kubaca novelnya, menurutku sungguh detil film dibuat dan mengikuti apa yang ada dalam novel.
Mhm...baiklah, cukup saja gumaman ini.....

Bukankah sejak awal aku sudah mengambil kesimpulan bahwa:
 " Ya, baiklah....ini adalah film yang diangkat dari sebuah novel, bukan novel yang difilmkan"

 Yang pasti aku memutuskan untuk tidak menonton "Bacaan Shalat Delisa" setelah membaca bukunya....



2 komentar:

  1. Jadi gak napsu nonton filmnya neh...
    Takut mengganggu konstruksi imajinasiku...
    [ad_bahagia]

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf Mas, membuatmu kehilangan nafsu.....bukan itu maksudku....

      Hapus

Jangan Asem