Cerita ini berawal di seputaran akhir Desember 2010. Bermula dari
keinginan anak-anak untuk memiliki hewan peliharaan. Saat kuajak ke
tempat penjual hewan dekat rumah, Akhsan memilih seekor ikan cupang
berwarna merah. Saat itu aku berlega hati Akhsan mau (diarahkan) memilih
ikan cupang. Bagaimanapun kalau anak-anak punya hewan peliharaan, bisa
dipastikan aku-ibunya yang akan punya tambahan tugas reguler
memeliharanya. (memberi makan dan membersihkan rumah/kandang, untuk
urusan ikan cupang ini hanya memberi makan tiap pagi dan mengganti
airnya dua hari sekali)
Sesampai di rumah, Akhsan dengan
bangganya memamerkan ikan yang dinamainya Cordelia (Nama tokoh ikan
perempuan cantik di film The Reef) pada Kakaknya.
Setelah Akhsan, giliran Sakha kuajak memilih hewan peliharaannya (aku berharap Sakha akan memilih ikan cupang juga).
Harapanku
tak terpenuhi, Sakha berkeras memilih hamster untuk peliharaannya,
kucoba merayu untuk memilih ikan cupang dari jenis yang lebih cantik
dibanding milik Akhsan, ditolaknya. Karena di kios dekat rumah, pilihan
hamsternya terbatas -Yang ada di kios itu adalah hamster indukan yang
harganya menurutku lumayan mahal hanya untuk dua ekor binatang kecil
yang pada akhirnya nanti akan menggantungkan perjalanan sehari-harinya
di bawah kendaliku.
Akhirnya, setelah berdiskusi cukup lama,
acara pembelian hamster ditunda untuk mencari ke tempat yang lebih
banyak pilihannya dan menunggu bapak bisa mengantar Sakha.
Pasar
Ngasem menjadi pilihan suamiku mengajak Sakha memilih calon hamsternya,
sepulang dari sana Sakha menenteng sebuah kandang kecil lengkap dengan
rumah-rumahan, prosotan, roda berputar, tempat makan minum dan tentu
saja sepasang hamster mungil berwarna coklat dan putih.
Saat itu
suamiku hanya membeli tambahan sekantung makanan dan sepotong penjelasan
pendek dari penjualnya “Ini hamster anakan, dua bulan lagi bisa punya
anak”.
Akhsan dan Sakha begitu gembiranya punya hamster, Si
putih bermata merah hamster betina dan si coklat bergaris hitam di
punggung hamster jantan, sampai-sampai Cordelia dilupakannya.
Semalam
di rumah, bau menyengat tercium dari kandang hamster …bau kencing
hamster (tentu saja, karena saat itu kandang hamster tidak diberi alas
apapun, sehingga duo hamster itu seperti mandi air kencingnya sendiri).
Suamiku
berusaha mensiasatinya dengan menambahkan bekas serutan kayu
(jawa=tatal), tapi itu pun tak membantu. Aku yang pada dasarnya buta
bagaimana cara memelihara hamster akhirnya “bertanya pada Mbah Google”
alias browsing serba-serbi memelihara hamster. Dari situ aku tau,
bagaimana kandang yang baik, makanan dan minuman yang disarankan dan
tips memelihara hamster sampai pembiakannya. Targetku saat itu adalah,
jangan sampai Cincila-nama hamster betina milik Sakha dan Ter Imo-nama
hamster jantan milik Akhsan- itu mati hanya dalam hitungan hari setelah
kami pelihara.
Jadilah mulai hari itu, kami menyiapkan kandang
lengkap dengan pasir dan cadangan pasirnya. Tiap pagi aku beri makan
sambil mengecek tempat minumnya, dua minggu kemudian aku ganti pasir
alas hamster, dan kucuci serta kujemur pasir bekas kandang sebelumnya
(Pokoknya aku berusaha melakukan tips yang kudapatkan dari Mbah Google).
Suatu malam, sekitar dua minggu yang lalu aku melihat cincila
sangat gelisah, menurut teori yang aku baca, hamster betina akan sangat
gelisah saat akan melahirkan.
Berdasarkan 30% naluri seorang ibu
dan 70% sok tahu, aku ambil tindakan darurat, mengambil toples, kuisi
dengan kain bekas, dan kupisahkan Cincila untuk bersiap melahirkan
disana.
Dua malam dipisah, Cincila tak beranak juga….aku jadi
tidak yakin dengan naluriku dan menyesali ke-soktahuanku, paginya
Cincila dan Imo kusatukan kembali dalam kandang yang sama. Sore
harinya, saat Sakha akan menengok Cincila, gadis kecilku berteriak
dengan girang dicampur kekhawatiran . “ibu….ibu….anaknya Cincila sudah
keluar, tolong ibu….nanti keburu dimakan Imo!”…Sulungku seperti seorang
nenek yang baru mendapatkan cucu. (Sakha nampak sangat khawatir karena
aku pernah bercerita - menurut teori yang aku baca- kalau kadangkala
hamster jantan akan memakan anak-anaknya yang baru lahir)
Saat
kutengok kandang kecil itu, tampak beberapa butiran sebesar melinjo
berwarna pink bergerak-gerak di pojok kandang, sementara Cincila dan Ter
Imo berlarian kesana kemari di dalam kandang.
Tindakan darurat, aku ambil si Ter Imo dan kupindahkan ke dalam kandang toples yang semula kusiapkan untuk cincila.
Kuhitung
bayi hamster yang sangat mirip dengan anak tikus alias cindil yang baru
lahir. Satu, dua, tiga……tujuh!!! Tujuh ekor bayi hamster berwarna merah
muda, menyeruduk-nyeruduk bergerak tak menentu dengan mata buta.
Kuambil
tiga lembar tissue, kusobek, kumasukkan dalam kandang. Berharap
kelembutan dan kehangatan tissue membantu bayi hamster melewati masa
awal hidupnya.
Subhanalloh, hanya kebesaran pencipta yang
memberikan naluri bagi mahluknya. Cincila, induk baru itu….menyobek
tissue hingga menjadi potongan sangat kecil, membentuknya sedemikian
rupa membentuk terowongan untuk membungkus ketujuh bayinya. Kuajak
anak-anak menjauhi kandang, kuletakkan kandang di bawah tangga-tempat
yang lebih tersembunyi, mencoba memberi ketenangan pada induk baru itu.
Esoknya,
dan esoknya lagi dilewati dengan antusiasme anak-anak mengintip cincila
dan anak-anaknya. Suamiku lalu membelikan satu kandang yang lebih besar
dengan dua prosotan dan bersusun tiga….persiapan menyambut keluarga
besar. Sementara para bayi masih harus bersama induknya, kandang baru
dihuni si Ter Imo sang kepala keluarga.
Sambil bercanda suamiku
berkata, “Rumah ini memang produktif, bukan cuma orangnya yang punya
anak banyak…hamster-pun beranak-pinak”
He..he…padahal rumah kami bernama Gang Bougenvil, coba kalo namanya Gang Kelinci….apa yang terjadi…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar