Teringat waktu TK dan SD dulu, tiap kali disuruh menggambar pemandangan,
hasilnya adalah dua buah gunung dan matahari di tengahnya, dilengkapi
jalan berkelok dengan hamparan sawah di kanan dan kirinya, tak lupa
serombongan burung berbentuk angka tiga yang digambar miring (Ada yang
punya pengalaman serupa ?).
Di salah satu periode hidupku, kudapatkan pengertian bahwa itu tak terjadi dengan sendirinya, itu hasil pembentukan.
Menggambar
sebagai salah satu ekspresi jiwa dari anak-anak dikebiri kebebasannya,
dipenggal kreativitasnya dan diberangus penemuan jatidirinya dengan
sebuah 'keseragaman'.
Daun adalah hijau, laut adalah biru, matahari adalah kuning menjadi bentuk penjara yang lain.
Sekarang,
saat anak-anakku mulai suka menggambar. Aku dan suami berusaha
memberikan ruang seluasnya dan mengapresiasi apapun yang dibuat
anak-anak. Meski Sakha pernah berkomentar ketika aku memuji gambar
Akhsan.
"Masak kayak gitu bagus sih, Bu...Akhsan itu nggak jelas nggambar apa!" Kata Sakha setengah berbisik, menjaga perasaan adiknya.
"Lho,
ini bagus Kak. Untuk anak seumuran Akhsan, ini hebat banget... besok
kalau Akhsan tambah besar, pasti gambarnya lebih bagus lagi" jelasku
untuk Sakha
" Bagus, Mas....ini gambar apa ya..kambing? " tanyaku sangsi
"Bukan,
Bu...ini singa. Ini rambutnya panjang" Ujar Akhsan sambil menunjuk
jurai panjang di samping lingkaran yang sebelumnya kukira gambar telinga
kambing.
"Oh, iya....bagus singa-nya. Tahu nggak Kalau singa mengaum itu suaranya bisa terdengar sampai 7 km, lho.." pancingku
"7 kilo itu jauh Bu? kayak sini sampai mana?" Sakha penasaran
"Kayak dari rumah kita sampai alun-alun..." jelasku
"Wah, keras buanget suaranya..." Kata Akhsan
Dan gambar abstrak Akhsan menjadi pangkal diskusi berkelanjutan kami tentang hewan.
Kembali soal gambar tadi, aku merasa gambar Sakha sangat berkarakter, unik dan ada jalan ceritanya.
Sakha
suka menceritakan maksud dari tiap goresan di gambarnya. Sangat menarik
menurutku (tentu saja ini karena memang bebek silem = anak dhewek di
alem).
Tergoda aku untuk memberikan Sakha kesempatan mengasah
kemampuan gambarnya dengan mengikutkannya ke kelas gambar, tapi belum
terwujud karena aktivitas Sakha yang sudah cukup padat.
Senin sampai
Jumat anak-anak sampai rumah menjelang pukul 4 sore, mengambil waktu
Sabtu atau Minggu kok rasanya sayang mengurangi jatah waktu reriungan
bersama.
Cari-cari informasi kesana dan kemari, aku malahan
mengurungkan niat memasukkan Sakha ke kelas gambar, mungkin karena
informasi yang kudapat masih sangat terbatas.
Aku merasa gambar anak-anak yang ikut les gambar menjadi seragam, cara mewarnainya juga mirip satu sama lain.
Keunikan tak kutemukan di gambar-gambar itu, indah memang dengan gradasi tiga warna, namun seperti kehilangan nyawa.
Keseragaman dalam bentuk yang berbeda.
Ada
anak seorang teman yang menginap di rumah, anak itu lebih besar dari
Sakha, punya bakat menggambar di atas rata-rata, ikut kelas gambar dan
seringkali mengikuti lomba.
Dia membagikan ilmu kepada Sakha,
menggambar sepasang anak laki-laki dan perempuan (yang bentuknya rasanya
pernah aku lihat di salah satu kalender entah dimana), diwarnainya
wajah kedua tokoh itu dengan dua warna, dua pertiga wajah warna salem
dan sepertiga wajah yang lain berwarna kuning
"Mewarnai wajah tuh begini de Sakha, temanku kemarin mewarnai begini jadi juara lho!" jelasnya bak guru
"Oooo..." Sakha ber-o dengan wajah lugunya.
Aku menjadi semakin enggan menge-les kan gambar untuk Sakha.
Berunding
dengan suami, kami beride untuk mengajak Sakha mulai mengenal berbagai
gambar, berbagai teknik pewarnaan dan berbagai karakter yang bisa
dimunculkan dari sebuah lukisan.
Pameran menjadi salah satu
alternatif yang kami pikirkan sebagai cara pengayaan bagi Sakha,
mengunjungi beberapa teman yang punya profesi maupun hobby melukis
menjadi alternatif berikutnya.
Dua hari yang lalu, setelah menyelesaikan gambar krayonnya, Sakha berkata,
"Bu, boleh nggak aku kalo sudah besar jadi pelukis?"
"Boleh" jawabku (dan kutunggu cita-cita Sakha edisi berikutnya)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar