Suatu pekan di pertengahan Januari 2010, aku mendapatkan rejeki beristirahat di rumah.
Bukan, bukan karena dapat libur atau cuti, tapi badan ini tidak bisa tidak, mengajakku beristirahat di rumah.
Berawal dari sakit perut luar biasa, berlanjut ke diare dan mual,
ditambah sakit kepala tak tertahankan. Kombinasi ketiganya membuat
badanku demam dan rasa dingin menyusupi hingga ke tulang.
Kukira aku kecapekan dan masuk angin karena beberapa waktu
sebelumnya pulang kerja lebih lama dari jam biasa dan sempat kehujanan
pula, makanya berlagak menjadi “orang pintar” aku pun meminum dua butir
“jamu” yang konon diiklankan khusus untuk orang pintar.
Rasa sakit memaksaku kabur dari jam kantor, suamiku yang belum
berangkat beraktifitas kerja saat aku pulang, memutuskan untuk tetap di
rumah menemani istri tercintanya (ehm….ehm). Suamiku menyuapkan bubur
bayi (sama dengan yang dimakan Abbad) sambil membujuk untuk menahan mual
yang aku rasakan, menawarkan memijit kepalaku yang harus kutolak karena
hanya dipegang saja rasa nyeri di kepalaku tak tertahankan., tak
terbayangkan rasanya jika kepalaku dipijit. Akhirnya yang kuterima
adalah tawaran pelukan suamiku, karena rasa dingin luar biasa yang
menyergapku meski aku sudah berkaus kaki dan berselimut tebal. Siang
itu, aku sempat terlelap mengistirahatkan badan dalam peluk suamiku.
Tapi rasa nyaman tak kunjung datang, pusing kepala tetap tak
tertahankan, rasa dingin yang mendera malah memunculkan alergi masa
kecilku jika kedinginan…aku biduran.
Ya, biduran, bentol-bentol merah mulai memenuhi wajahku, lima,
tujuh, sebelas….semakin gatal, semakin banyak dan mulai menyerang bagian
tubuhku yang lain.
Menjelang sore, suamiku mengajakku ke dokter. Sebenarnya aku enggan
periksa, aku pikir….kalau aku beristirahat cukup pasti akan membaik
lagi. Tapi, proses itu akan memakan waktu tidak sebentar, yang ada
dalam pikiranku adalah…jika aku berlama-lama tergeletak di kasur seperti
ini…bagaimana dengan anak-anak.
Akhirnya sore itu aku diantar Suami, Sakha dan Akhsan, pergi ke
rumah sakit ibu dan anak terdekat dari rumah. Pemeriksaan standar, dan
aku mendapat anti mual, penghilang nyeri, anti radang, oralit, anti
alergi dan surat istirahat dua hari.
Sesampai di rumah, setelah berhasil memaksakan diri makan roti tawar
dan pisang, aku minum obat yang kudapat tadi. Aku sampaikan ke suami,
anti alergi yang aku dapat, biasanya akan membuatku ngantuk berat. Oke,
suamiku sudah tanggap untuk membantu mengatasi anak-anak (dengan
asistensi Mbak Dwi-pengasuh Abbad- tentu saja)
Tak lebih dari setengah jam, aku sudah merasakan kantuk yang luar
biasa. Kembali bergelung aku di tempat tidur dengan kaos kaki dan
selimut tebal. Celoteh suara anak-anak terdengar samar, aku dalam
keadaan setengah sadar di bawah pengaruh obat. Aku merasakan Sakha
mendekat, tak jelas apa yang diceritakannya. Ketika aku memaksakan
membuka mataku, kulihat Sakha sedang bersimpuh di sebelah tempat
tidurku, buliran air mata meleleh disepanjang pipinya….”Ibu….jangan
mati…” katanya tersedu.
“Ibu tidak mati Kak…cuma pusing”….Jawabku sambil terpejam
“Ibu jangan mati….” Kali ini Sakha berucap sambil terisak
Sebenarnya aku ingin bangun, dan menenangkan Sakha….tapi, rasa kantukku tak tertahankan.
“Ibu jangan mati” Kali ini sayup kudengar suara Akhsan, mungkin ia
panik juga melihat kakaknya menangis. “Nanti siapa yang njemput aku
pulang sekolah, kalau ibu mati”
Sungguh, kalau kondisiku tidak seperti saat itu, pasti aku akan
terbahak dan memeluk keduanya…tapi waktu itu, reaksi kimia telah
mengalahkan tubuhku….samar kudengar suamiku mengajak anak-anak “Yo, ke
atas dulu…Ibu tidak mati , cuma perlu istirahat, kita doakan ibu cepat
sembuh Yoook….”
Tengah malam aku terjaga, mendapati suamiku disebelahku, menungguiku.
Badanku mulai terasa mendingan, gatal-gatal sudah pergi, mual sudah berkurang dan kepala sudah terasa agak ringan.
“Terimakasih Ya Alloh, kau berikan nikmat sakit ini, mengingatkanku untuk selalu bersyukur saat sehat”
Terimakasih Ya Alloh, kau berikan suami yang begitu perhatian dan penyayang, menemaniku di saat memerlukan”
Terimakasih Ya Alloh, atas anak-anak yang baik dan mendoakan kesembuhan untuk ibunya”
Alhamdulillahirrabil’alamiin
Paginya, saat Akhsan bangun mendapatiku sedang duduk di kasur tanpa
kaos kaki dan selimut tebal….dengan ceria, Akhsan bertanya “Ibu tidak
jadi mati?”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar