Rabu, 29 Februari 2012

MY SUPER CHEF

“Uenak banget, Bu” Kata Sakha
“Iya, enaak buanget !” timpal Akhsan
Wah…rasanya bangga banget kalau setelah mengolah sesuatu menjadi makanan (aku kurang PD menggunakan kosakata memasak) anak-anak menyukainya.
Komentar ini kudapat setelah menyulap setengah kilo ikan tengiri, dua sendok tapioka, dua butir telur ditambah garam dan bawang putih menjadi mpek-mpek.
Baru selesai kurebus, tanpa digoreng sudah ludes dilahap anak-anak. Tak perlu aku bikin sambal cuka, untuk Sakha cukup dicocol saos sambal dan sediaan kecap buat Akhsan.
Semangkuk mpek-mpek itu nampak memuaskan anak-anak, dan sore itu aku bahagia karenanya.
(Maaf Bapak, menu untuk Bapak malam ini nasi goreng saja…bukankah anak-anak yang membutuhkan lebih banyak gizi untuk menjadi semakin besar, semakin tinggi dan semakin pintar. Bapak hanya akan tumbuh ke samping he..he, kalo menu kurang pas silahkan meluncur ke angkringan dengan pilihan ceker atau kepala bakar)

Memasak tidak masuk dalam daftar hobby maupun keahlianku. Sekedar mengolah bahan mentah menjadi siap makan sih bisa, dengan rasa yang sedang-sedang saja (sekali lagi) dengan pembelaan : tercukupi gizi dan keanekaragamannya, tanpa MSG, bahan pengawet dan pewarna yang tidak diperuntukkan bagi makanan.
Bisa jadi anak-anak merasa apa yang diolah ibunya terasa nikmat karena dibumbui dengan cinta (cie…).
Meminjam istilah teman (Yan, aku catut kosakatamu) apapun yang dimasak kalo dengan “mother touch” pasti akan berasa istimewa.

Saat aku beraktivitas di dapur, biasanya Sakha akan melongokkan kepala dan bertanya
"Bikin apa, Bu ! aku bantuin ya...!"
Membantu versi Sakha adalah memetik sedapatnya, memotong alakadarnya, mengobrol ini itu kemudian berlalu menuju aktivitas yang lebih menarik hatinya (memanjat, menggambar atau memanggil-manggil anak tetangga mengajak bermain bersama).
Lain kakak lain adik, lain Sakha lain Akhsan.
Kalau Akhsan sudah berniat membantu, ia akan berusaha (menghiba=merengek) melakukan semua yang aku lakukan, dari awal proses sampai finishing-cuci alat dapur pun ingin dia lakoni.
Membantu versi Akhsan, kadang dengan cara yang tidak biasa.
Misalnya saja ketika aku memetik kacang panjang, karena tangannya belum kuat, ia menggunakan giginya, menggigit kacang panjang, mengumpulkannya di mulut sampai habis satu 'lencer' (apa sih bahasa indonesia-nya), lalu menuangkan isi mulutnya ke tempat para kacang panjang yang sudah dipotongi (hueks....cara yang radikal ya!)

Kepengentahuan dan kepiawaian Akhsan soal memasak boleh diadu dengan ABG jaman sekarang (beberapa ABG yang kukenal, sangatlah jauhnya dengan urusan dapur). Menggoreng telur atau tempe (membalik, menggoseng-nggoseng dan mengentas) bisa dilakukan, meski dengan diiringi kalimat kekhawatiranku "Hati-hati Mas, minyaknya panas"..kalau aku lihat Akhsan terlalu kuat membolak-mbalik gorengan.

Kesetiaan Akhsan menemani memasak, sebanding dengan kesetiaannya memakan hasil masakannya. Setelah memasak dia akan makan dengan (lebih) lahap hasil karyanya.

Wala....siapa tahu kelak, dari seorang ibu yang tak pandai memasak ini, lahir seorang chef yang ganteng ...SUPER CHEF RAAN AKHSAN....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem