“Uenak banget, Bu” Kata Sakha
“Iya, enaak buanget !” timpal Akhsan
Wah…rasanya bangga banget kalau setelah mengolah sesuatu menjadi
makanan (aku kurang PD menggunakan kosakata memasak) anak-anak
menyukainya.
Komentar ini kudapat setelah menyulap setengah kilo ikan tengiri,
dua sendok tapioka, dua butir telur ditambah garam dan bawang putih
menjadi mpek-mpek.
Baru selesai kurebus, tanpa digoreng sudah ludes dilahap anak-anak.
Tak perlu aku bikin sambal cuka, untuk Sakha cukup dicocol saos sambal
dan sediaan kecap buat Akhsan.
Semangkuk mpek-mpek itu nampak memuaskan anak-anak, dan sore itu aku bahagia karenanya.
(Maaf Bapak, menu untuk Bapak malam ini nasi goreng saja…bukankah
anak-anak yang membutuhkan lebih banyak gizi untuk menjadi semakin
besar, semakin tinggi dan semakin pintar. Bapak hanya akan tumbuh ke
samping he..he, kalo menu kurang pas silahkan meluncur ke angkringan
dengan pilihan ceker atau kepala bakar)
Memasak tidak masuk dalam daftar hobby maupun keahlianku. Sekedar
mengolah bahan mentah menjadi siap makan sih bisa, dengan rasa yang
sedang-sedang saja (sekali lagi) dengan pembelaan : tercukupi gizi dan
keanekaragamannya, tanpa MSG, bahan pengawet dan pewarna yang tidak
diperuntukkan bagi makanan.
Bisa jadi anak-anak merasa apa yang diolah ibunya terasa nikmat karena dibumbui dengan cinta (cie…).
Meminjam istilah teman (Yan, aku catut kosakatamu) apapun yang dimasak kalo dengan “mother touch” pasti akan berasa istimewa.
Saat aku beraktivitas di dapur, biasanya Sakha akan melongokkan kepala dan bertanya
"Bikin apa, Bu ! aku bantuin ya...!"
Membantu versi Sakha adalah memetik sedapatnya, memotong
alakadarnya, mengobrol ini itu kemudian berlalu menuju aktivitas yang
lebih menarik hatinya (memanjat, menggambar atau memanggil-manggil anak
tetangga mengajak bermain bersama).
Lain kakak lain adik, lain Sakha lain Akhsan.
Kalau Akhsan sudah berniat membantu, ia akan berusaha
(menghiba=merengek) melakukan semua yang aku lakukan, dari awal proses
sampai finishing-cuci alat dapur pun ingin dia lakoni.
Membantu versi Akhsan, kadang dengan cara yang tidak biasa.
Misalnya saja ketika aku memetik kacang panjang, karena tangannya
belum kuat, ia menggunakan giginya, menggigit kacang panjang,
mengumpulkannya di mulut sampai habis satu 'lencer' (apa sih bahasa
indonesia-nya), lalu menuangkan isi mulutnya ke tempat para kacang
panjang yang sudah dipotongi (hueks....cara yang radikal ya!)
Kepengentahuan dan kepiawaian Akhsan soal memasak boleh diadu dengan
ABG jaman sekarang (beberapa ABG yang kukenal, sangatlah jauhnya dengan
urusan dapur). Menggoreng telur atau tempe (membalik,
menggoseng-nggoseng dan mengentas) bisa dilakukan, meski dengan diiringi
kalimat kekhawatiranku "Hati-hati Mas, minyaknya panas"..kalau aku
lihat Akhsan terlalu kuat membolak-mbalik gorengan.
Kesetiaan Akhsan menemani memasak, sebanding dengan kesetiaannya
memakan hasil masakannya. Setelah memasak dia akan makan dengan (lebih)
lahap hasil karyanya.
Wala....siapa tahu kelak, dari seorang ibu yang tak pandai memasak
ini, lahir seorang chef yang ganteng ...SUPER CHEF RAAN AKHSAN....
Rabu, 29 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar