Hobby : Membaca,
Itu biasanya yang aku tuliskan saat mengisi biodata, sejak SD sampai kuliah.
Dari kecil aku memang suka membaca, sejak sebelum berumur 5 tahun aku ‘terpaksa’ bisa membaca.
Aku
katakan terpaksa, karena saat itu aku sekuat tenaga belajar membaca
karena dimarahi salah seorang kakakku saat minta dibacakan majalah
Ananda (majalah langganan kami waktu kecil).
“Maca dhewe, kesel macake terus !” Kata kakakku saat itu
Sejak dibentak begitu, aku kemudian gengsi untuk minta dibacakan cerita dan memilih “berjuang” sampai bisa membaca.
Begitu bisa membaca, seperti orang kehausan aku membaca apa yang bisa dibaca.
Selain
‘Ananda’ majalah langganan keluarga kami, bahan bacaanku merambah ke
majalah tetangga. Tetangga depan rumahku yang bernama Pak Kaimin,
mempunyai anak bungsu yang sebaya dengan kakakku yang nomor enam. Hampir
tiap hari, aku datang ke depan rumah mereka, memanggil “Mbak Maya !”
Biasanya,
Mbak Maya, kakak-kakaknya atau Bapak dan Ibu Kaimin yang sudah hafal
kebiasaanku, membuka pintu garasi mereka dan mempersilahkan aku masuk
langsung ke kamar belakang tempat Majalah Bobo tersusun rapi. Biasanya,
di saat jam makan ada kakakku yang menyusul untuk mengajakku pulang ke
rumah.
Saat aku sudah masuk SD dan mengenal perpustakaan,
membaca hampir seluruh koleksi buku yang ada di perpustakaan sekolah
menjadi targetku. Saat pindah sekolah di kelas empat, aku pindah ke
sekolah yang koleksi bukunya lebih lengkap dan diatur lebih rapi.
Kesukaanku membaca semakin meningkat.
Aku ingat waktu duduk di kelas
lima SD, tiap selasa dan kamis sore diadakan les pelajaran di sekolah.
Berniat membaca buku perpustakaan, aku datang lebih awal dan menyelinap
masuk lewat jendela ke dalam perpustakaan (sore hari perpustakaan sudah
tutup).
Saking asyiknya membaca, aku sampai lupa waktu dan baru
selesai membaca menjelang pukul lima sore saat mendengar temanku bubaran
les, jadilah sore itu aku tak jadi les.
Kakak sulungku sangat
mendukung kesukaan kami membaca (aku dan kakak-kakakku yang lain juga
suka membaca). Tiap pulang dari Jakarta (Kakakku kuliah dan bekerja di
Jakarta), Mamas begitu kami memanggilnya selalu membawakan oleh-oleh
buku. Serial Pulung dan Noni karangan Bung Smas, Imung (Karya Arswendo
Atmowiloto ya? …agak lupa aku), Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Sapta
Siaga, Malory Towers, Trio Detektif, dan beberapa judul lain yang aku
lupa (Ada yang pernah membacanya juga?).
Suamiku punya kegemaran
yang sama saat kecil, dan kadang kami saling menceritakan dan
mengingatkan buku perpustakaan yang pernah kami baca (Jaman dulu, meski
aku sekolah di Magelang dan suamiku di Banyumas, buku perpustakaan SD
kan drop-drop an dari pusat, jadi banyak buku yang bisa asyik kami
bahas)
Saat ini aku dan suami mencoba mengajak anak-anak
menggemari buku, kami usahakan menyisihkan uang untuk membeli buku.
Kami lebih memilih membelikan buku dibandingkan mainan lainnya.
Karena
belum bisa membaca, aku masih membacakan buku untuk Akhsan. jagoanku
ini cepat menghafal tulisan di buku dan ketika ada saudara atau orang
lain main ke rumah, Akhsan membaca buku itu (banyak yang kagum,
dikiranya Akhsan sudah bisa membaca- padahal cuma hafalan hehehe).
Sakha
sudah mulai bisa membaca, meski kadang masih merengek minta dibacakan
yang agak panjang dan hurufnya kecil, kami coba untuk terus mendorongnya
membaca dengan membelikan buku sesuai pilihannya dan menulis cerita
tentang anak-anak sehingga Sakha antusias membaca cerita tentang dirinya
sendiri.
Kalau saat ini aku diminta mengisi biodata, aku
ragu-ragu jika akan mengisi dengan ‘membaca’, intensitas membacaku tak
sesering dulu, bisa dihitung dengan jari (tangan, tak melibatkan jari
kaki) berapa buku yang aku baca tahun ini, paling banyak yang kubaca
majalah dan surat kabar.
Yang lebih kupelototi adalah Undang-undang, SK, peraturan, Laporan kegiatan dan hal lain yang berhubungan dengan pekerjaan.
Paling
kalau aku sedang tertarik (baca=membutuhkan informasi) tentang hal-hal
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, akan aku ‘klik’ Mbah Google.
Ada
yang mengatakan bahwa menulis adalah saudara kembar membaca, berusaha
menulis tanpa diimbangi dengan bacaan yang memadai akan menyulitkan saat
akan menuangkan ide kita.
Aku berkilah atas kemalasanku membaca
sekarang dengan “Aku kan lebih banyak menulis tentang hal riil
sehari-hari dengan anak-anak, tak perlulah kebanyakan wawasan”
Tapi
sisi putihku mengatakan “Seandainya, tulisan pengalaman riil bisa
dibarengi ulasan yang lebih tajam dan bermuatan, pasti akan memberikan
manfaat lebih”.
Teringat aku pada tulisan seorang teman di notes
FB, aku komentari dengan “Tulisanmu yang terakhir abot banget” dijawab
olehnya dengan “Itu aku tulis setelah membaca buku yang berat, padahal
idenya sederhana saja”
Jadi ada benarnya, menulis saudara kembar
membaca….karenanya, aku menyemangati diri sendiri dengan memasang target
dalam satu pekan menulis dua catatan dan dalam satu bulan membaca satu
buku-dengan tema yang beragam (Lho….kok njomplang amat yak targetnya).
Tak
apalah, (sekali lagi pembelaan diri….) ini kan target awal, insya Alloh
akan ditingkatkan lebih baik di waktu yang akan datang.
AYO MEMBACA !
Rabu, 29 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar