Membaca status seorang teman (Ki, ijinkan aku menjumputnya sebagai awal catatanku ya)
" O..M..G..! Anak ngambek ga mau dtinggal ke kantor..."
Beberapa comment masuk dari teman2, beberapa akan kutuliskan sbb:
Anjas : "Ayo..tetep berangkat ibu, dengan hati mantap (asal anak ga
sedang sakit lho)...kalo dituruti, anak akan belajar untuk terus
meningkatkan daya 'manipulatif' nya terhadap orang tua...(catt: pulang
nanti, selidiki lebih jauh sebabnya) "
dibalas dengan @Anjas:: "semangat, njas! Niy udh dkantor, tak limpekke le mangkat, smpe ganti bajunya jg dktr. Xexexe.... "
Komentar setelahnya :
Yenni :"Eh masukan aj, jgn dilimpe..mending dberikan pengertian klo
tar sore mama pulang trus dadah2...jd anak ga ngerasa kehilangan krn tar
sore ktm lagi (hihihi..pengalaman kiy ;p)"
Mhm, karakter anak memang berbeda-beda, beberapa anak akan santai
saja berdadah ria dengan ibunya, ada yang mau salim dan dadah tapi tetep
pake merengek sedikit, ada yang pokoknya enggak mau ditinggal - sekuat
tenaga akan berontak mengejar kepergian ibunya (diiringi sang pengasuh
yang ikut tergopoh berlari atau kerepotan menggendong anak yang
meronta-ronta)
Anak anda termasuk type yang mana?
Berbagai cara tentu saja sudah dilakukan para orang tua (banyak juga
bapak yang digondeli anaknya kalo pergi) untuk mengatasi persoalan ini.
Ada yang 'nglimpe - meninggalkan, mengendap-endap, tanpa sepengatahuan
anak' , ada yang mengajak anaknya muter-muter dulu naik kendaraan
kemudian diturunkan di jalan or di rumah (dengan pengasuhnya tentu saja)
sebelum si ibu melaju ke tempat kerja, ada yang akhirnya gak berangkat
beraktivitas karena anaknya tak terkendali lagi ngamuknya (xixixi...jadi
alasan, padahal ibunya yg lagi males kerja juga).
Anda termasuk yang mana?
Mungkin bagi yang mengalami akan menjawab
"Mau dikasih pengertian gimana, lha wong anaknya nangis njempling-njempling sampe kesot-kesot segala je"
Atau
" Wa, gak mungkin lah ngasih pengertian, wong ibunya ikut mewek tersayat-sayat hatinya mau berpisah dengan si buah hati"
Punya tiga anak yang masih imut kabeh, yang ketiganya masih punya
daya lekat kuat pada ibunya, yang masih klayu kalo melihat ibunya
menenteng tas dan kunci. Urusan berat hati meninggalkan anak ini masih
terus mengelilingi hari2ku enam tahun belakangan ini (dari tujuh tahun
pernikahan)
Kadang kalau aku dan anak-anak sedang main bareng, kemudian aku
beranjak dari dudukku, pasti salah satu atau salah dua akan bertanya
"Ibu mau kemana?"
Biasanya akan aku jawab,
"Ambil minum cah ayuuu",
atau "Nutup pintu sayaaang...",
kadang iseng-ku muncul dan kujawab dengan menggoda
" Mau ikut?" tanyaku
"Mau !" kompak jawaban anak-anak
"Be'ol" kataku sambil menghambur ke kamar mandi
"Wa.....Ibu"...kudengar mereka ketawa-katawa - campur gemes tentu saja pada ibunya yang manis ini
Eh, ngelantur nulisnya (ngelantur = kebiasaan yang lumayan mengasyikkan)
Kembali ke soal pergi meninggalkan sang buah hati. Yang kucoba
kulakukan selama ini "ORA NGLIMPE" (setuju dengan yang disampaikan Yenni
di depan).
Berpamitan dengan anak-anak, sambil bilang
"Ibu kerja dulu ya, nanti sore pulang " atau
"Ibu berangkat dulu ya, istirahat siang ibu pulang. Abbad di rumah maen sama Mbah ya.."
Meski anak belum mudheng semua yang kukatakan, meski (sering )
diiringi tangisan aku tetap berangkat (dengan catatan anak dalam kondisi
sehat ya). Menangisnya tak akan lama, keslimur (terhibur) dengan
mainan dan cemilan yang disediakan.
Tapi memang tidak sama, satu anak dengan anak yang lain.
Sakha dulu (sebelum sekolah - Sakha mulai ku'sekolah' kan umur 18 bulan) , dia akan santai dadah-dadah tiap ku berpamitan.
Akhsan lebih sering merengek tiap kali aku berangkat kerja (Akhsan mulai 'sekolah' umur 2 tahun),
Abbad yang masih di rumah, kadang nangis njempling-njempling
mengiringi deru kendaraan, kadang tampak menggemaskan melepas
kepergianku dengan senyum lebar.
(Ini pengalaman meninggalkan anak di rumah dengan pengasuhnya, kalo
pengalaman mengantarkan anak di sekolahan- yang tak kalah seru, akan aku
ceritakan di lain episode)
Nah, suasana hati anak juga gak mesti yah...yang kuamati dari
anak-anak, kalo di saat dia merasa aman, nyaman tentram....akan mudah
dan tidak melewati proses berbelit ketika harus berpisah dengan ibu.
Dan suasana hati anak-anak, (menurutku) berbanding lurus dengan suasana
hati ibu.
Kalo ibunya relaks, anak-anak akan relaks juga. Kalo ibunya "kemrungsung" anak-anak akan bereaksi sama.
Satu lagi (menurutku) ada masa dimana anak yang biasanya baik-baik
saja akan "rewel" atau "lebih rewel" ketika ibunya sedang mulai hamil
(lagi) dan masa ini akan berulang ketika adiknya lahir. (heheh...ini
yang aku rasakan lho...mungkin ada yang punya pengalaman beda)
Mhm....benar kata banyak orang, menjadi ibu tidak mudah, menantang
dan sangat menyenangkan. Meski banyak teori yang bisa dipelajari,
pelaksanaannya tak semudah membalikkan telapak tangan.
Seandainya bisa, aku yakin semua ibu akan selalu (berkeinginan)
mendampingi anaknya. Tapi banyak hal yang tak bisa selalu sama dengan
keinginan. Jadi, ayuk ibu kita hadapi yang ada di depan mata, dan
berusaha menjadi ibu yang lebih baik setiap harinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar