“Naik sendiri turun sendiri” Itu yang sejak awal coba kutanamkan pada anak-anak.
Berawal dari kesukaan Sakha memanjat segala yang nampak lebih tinggi
dari tubuhnya. Sejak mulai bisa merangkak, memanjat menjadi salah satu
hobby-nya. Hingga di umur empat tahun kemampuan memanjatnya sudah di
atas rata-rata dan sekarang hampir di usia enam tahun (menurutku)
kelincahannya memanjat sudah level advance.
Untuk Sakha, aku bisa konsisten untuk menerapkan prinsip “naik sendiri turun sendir” (Karena aku mengenal betul kemampuannya)
Berkebalikan dengan kakaknya, Akhsan-anak lelakiku yang ganteng…ehm.
Kemampuan motorik kasarnya masuk dalam golongan standar saja, ya…dia
suka berlari (tapi kecepatannya lebih rendah dibanding saat Sakha
seumurannya), ya…dia suka melompat (tapi tak setinggi lompatan kakaknya
di umur yang sama), ya…dia tergoda untuk ikut memanjat, namun lebih
sering jadi penonton di bawah pohon.
Ketelatenan dan kerapihan (dan hal-hal yang berhubungan dengan
kemampuan motorik halus) adalah andalan Akhsan…main lego, puzzle,
mewarnai, meronce, merapikan barang, nge-game di komputer, Akhsan
jagoan. Pernah saat acara family gathering tempat kerja suami, ada
lomba-lomba untuk anak-anak. Sakha ikut di semua cabang lomba dan menang
di memasukkan pensil dalam botol. Akhsan menolak ikut lomba lari atau
lomba lainnya, dia hanya mau ikut lomba puzzle dan mewarnai…dan berhasil
jadi juara lomba puzzle. (Dua kali dia berhasil menyusun puzzlenya,
sementara lawan yang lain belum menyelesaikan sekalipun.)
Karena keunikannya ini, aku tidak bisa konsisten menerapkan “naik
sendiri turun sendiri” buat Akhsan. (pledoi-ku: Aku sangat memahami
kemampuan Akhsan, aku tak akan memaksanya melebihi kemampuannya) .
Karenanya, kadang kala aku membantu Akhsan naik pohon dengan menyediakan
tanganku sebagai pijakannya, dan saat turun aku kadang (baca=sering)
menangkapnya.
Aku pikir, lama-kelamaan kemampuan memanjatnya akan meningkat
seiring pertumbuhan otot dan dorongan keinginannya sendiri setelah
melihat dahan-dahan tinggi yang ditaklukkan kakaknya.
Dua minggu yang lalu, itu terjadi….Sepulang sekolah, Sakha dan
Akhsan bermain di depan rumah. Seperti biasa Sakha langsung nangkring
di dahan kesukaannya, saat itu ternyata dengan sekuat tenaga Akhsan
berupaya memanjat pohon menyusul kakaknya.
“Ibu…aku bisa manjat pohon sendiri !” teriakan Akhsan membuatku segera menyambar jilbab dan bergegas menengoknya.
“Alhamdulillah…naik sendiri, Mas?” tanyaku saat melihat Akhsan sudah duduk santai di salah satu dahan pohon talok.
“Iya, aku bisa to Bu….” katanya dengan mata berbinar
“Mas Akhsan hebat, pinter…nanti turun sendiri ya…”
“Iya” jawabnya mantap
Dan aku kembali ke dalam rumah.
Beberapa saat masih kudengar celotehan anak-anakku di atas pohon.
“Ibuuuu…aku nggak bisa turun, tolong Bu!” Teriak Akhsan
“San, naik sendiri turun sendiri..” Sakha mengingatkan
Aku menahan napas di dalam rumah
“Ibu…tolong Bu..“ Akhsan mulai mengeluarkan jurus merengeknya
Dan aku berada di persimpangan…….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar