Selasa, 28 Februari 2012

BAGAIMANA PERASAANMU DI DALAM SANA?


Banyak teori tentang mendidik anak sejak dalam kandungan, beberapa sudah diterbitkan dalam bentuk buku malahan, aku mencoba tak berteori, hanya ingin berbagi cerita apa yang kualami saat mengandung ketiga anakku dan melihatnya tumbuh berkembang dengan keunikan yang berbeda satu sama lain yang bisa jadi (kalo menurut teori yang aku baca niiih..) karena apa yang dirasakannya di dalam gua garba ibunya.

Kehamilan Sakha, tentu saja hal yang sangat luar biasa karena menjadi yang pertama dan dinanti. Aku berdua suami sangat berharap segera punya anak setelah menikah, jadi ingat saat bulan pertama menikah aku menitikkan air mata saat menstruasi . Sesuatu yang menjadi rutinitas tiap bulan sebelum menikah, kok malah kutangisi setelah bersuami.
Dalam benakku saat itu “Kok rung berhasil ya?”

Bulan kedua ketika menstruasi kembali hadir, tak sekedar air mata..aku menangis sesenggukan dalam peluk suamiku. Kami berdua tahu bahwa anak itu rejeki, sudah diatur oleh yang kuasa. Tapi manusia kan harus berusaha, makanya aku baca segala teori cara agar segera hamil, aku turuti saran beberapa teman yang masuk akal tentu saja, ku mulai minum susu ibu hamil (buat persiapan badan), makan-makanan yang sehat dan usaha keras yang aku lakukan adalah relaks, tidak terlalu terbebani soal punya anak dan tentu saja meminta kepada Yang Kuasa agar berkenan menitipkan anak kepada kami.

Saat bulan ketiga mimpi itu terwujud, aku hamil !...Sembilan bulan kehamilan kulewati dengan suka cita, antusias, kukhatamkan Qur’an untuk menyambutnya, kubacakan berbagai buku, kuperdengarkan segala yang indah menurutku, kutahan segala yang tak nyaman untuknya. Ketika Sakha, anak pertamaku lahir..dia menjadi gadis kecil yang sangat percaya diri, berhati lembut, cerdas dan dewasa. Ya, tentu saja sifat alami anak-anak tetap melekat padanya, tapi kai bertiga (aku, Sakha dan suamiku) bisa menjadi tim yang kompak untuk mengatasinya.

Kehamilan kedua datang tanpa kuduga, usia Sakha baru 18 bulan saat itu belum genap 2 tahun. Aku terpaksa menyapihnya karena mengalami perdarahan di awal kehamilan, untuk menjaga kandungan keduaku. Saat melihat dua garis merah di test pack aku seperti mendendangkan sebuah lagu soundtrack sebuah sinetron jaman baheula yang dinyanyikan dan dibintangi Ronny Sianturi (yang masih langsing saat itu)….potongan syairnya begini “ Bagaikan melangkah…di awan “ (emangnya bisa, ya)…

Aku merasa bersalah pada Sakha, bersalah tak bisa menyusuinya sampai penuh dua tahun.
Aku merasa sangat khawatir, tak bisa memberikan perhatian yang mencukupi untuk Sakha .
Aku was-was…jangan-jangan aku tak bisa adil membagi kasih sayang untuk kedua anakku nantinya. Tentu saja aku tetap senang dan menikmati kehamilanku (yang Alhamdulillah lancar tanpa persoalan kecuali sekali perdarahan yang aku ceritakan di depan tadi).

Saat kehamilanku hampir tujuh bulan, Yogya dan sekitarnya diguncang gempa besar. Pada saat kejadian kebetulan kami bertiga sedang mengunjungi rumah ibuku di Magelang, tapi karena kondisi rumah di Yogya yang tak memungkinkan satu bulan pasca gempa aku pulang pergi bekerja dari Magelang. Tiap hari Magelang- Yogya PP melelahkan buatku dan kandunganku, belum lagi gempa susulan yang masih kerap terjadi, beberapa kali kami yang di kantor bercerai berai keluar ruangan saat gempa mengggoyang bumi Bantul.
Kecemasan sering melandaku, menangis saat merasakan guncangan, sering terkagetkan dengan suara yang bisa jadi dalam kondisi normal tidak akan menjadi persoalan.
Akhsan lahir dengan proses yang amat cepat dan dimudahkan oleh-Nya, tumbuh besar menjadi anak yang berwajah sendu, sangat perasa dan mudah terharu. Apalagi jika melihat ibunya ‘kenapa-kenapa’. Aku ingat saat bayi dulu, berada dalam gendonganku tiap kali aku merasa kaget atau tegang…Akhsan akan bereaksi dengan posisi badan seperti terperanjat dan kemudian menangis.

Kumaklumi ke-berbedaannya dengan sang kakak, tapi yang seperti ini tak bisa dibiarkan…kami (aku dan suami) mencoba memberikan perlakuan yang bisa meningkatkan keberaniannya, mendorong percaya dirinya. Hasilnya nampak, Akhsan lebih mudah berteman dan berani “pentas” kebolehannya menyanyi dan mengaji. Saat ini, Akhsan bahkan kadang lebih mandiri dan konsisten dibandingkan kakaknya saat seumuran Akhsan(Sebenarnya tak boleh dibanding-bandingkan ya….)

Lain lagi cerita tentang Abbad (versi lengkapnya ada di catatan “Mata-mata yang bercahaya), Aku hamil Abbad dengan hati yang lebih tenang. Pengalaman mengasuh dua anak balita (yang tak terbayangkan sebelumnya) memberiku keyakinan bahwa Alloh akan memberikan kekuatan pada yang mau berjuang untuk kuat.

Santai dan menghadapi dengan senyuman selama kehamilan Abbad. Proses kehamilan dan kelahiran yang berbeda dengan kakak-kakaknya (baca: 4000/25, 3400/18, 4150/15) kulewati dengan santai. Alhasil Abbad menjadi anak yang penuh senyum, gemar tertawa dan nyaman jika harus bermain sendirian.

Buat yang sedang, akan atau berencana hamil (lagi)…apapun yang akan anda lakukan “bayangkan perasaan si jabang bayi di dalam sana”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem