Rabu, 29 Februari 2012

RASAN-RASAN IBU-IBU

Seorang kawan bertanya, kenapa catatan yang kubuat hanya bertema anak-anak dan keluarga, kenapa tidak yang lain…
Kenapa bukan ulasan politik atau persoalan perempuan di dunia kerja atawa kritisi sosial.
Ingin aku berkilah dengan menjawab dengan sadis, “Para pengamat politik itu pandai bicara, pintar mengkritisi …tapi mereka akan bertindak sama (bahkan lebih buruk) dengan yang dikritiknya jika dikemudian hari menempati posisi yang sama.”
Atau dengan jawaban sok bijak, “Menulis tentang orang lain belum tentu benar, bisa menimbulkan intrepretasi yang tidak diharapkan, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya” atau sederet alasan lainnya.
Sebenarnya, sejujurnya, jawaban yang paling tepat adalah “Aku belum mampu”
Saat ini, aku masih dalam taraf belajar menulis, belajar menuangkan pikiran dan merangkai kata menjadi sebuah tulisan yang minimal bisa dimengerti oleh orang lain.
Karenanya topik yang berani kutulis adalah hal yang (menurutku) paling dekat dan paling kumengerti.
Sampai saat ini, hal yang paling dekat denganku adalah anak-anak dan uba rampe-nya. Statusku yang bekerja di luar rumah, tidak bisa menggeser kedekatanku (paling tidak - keingindekatanku) dengan anak-anak. Pekerjaan seperti apapun, peluang sebagus apapun, jika ada di persimpangan yang menjauhkanku dengan anak-anak, selalu kuupayakan untuk kuhindari. Jikalau tak bisa lagi dihindari, akan aku siasati (dan siasat disini pastinya berkonotasi positif berpihak anakku dan negatif untuk pihak yang lain).
Jadi, cerita yang (mungkin menurut orang lain) remeh-temeh inilah yang bisa kutuliskan. Paling tidak, catatan yang kubuat membuat Sakha (yang mulai belajar membaca), bersemangat membaca tulisan tentang diri dan adik-adiknya.
Ada satu petikan dari catatan seorang teman

Petikan Tulisan Bapak Quraish Shihab :
“Ibu” dalam bahasa Al-Qur’an dinamai dengan umm. Dari akar kata yang sama dibentuk kata imam [pemimpin] dan ummat. Kesemuanya bermakna “yang dituju” atau “yang diteladani”, dalam arti pandangan harus tertuju pada umat, pemimpin, dan ibu untuk diteladani. Umm atau “ibu” melalui perhatiannya kepada anak serta keteladanannya, serta perhatian anak kepadanya, dapat menciptakan pemimpin-pemimpin dan bahkan dapat membina umat. Sebaliknya, jika yang melahirkan seorang anak tidak berfungsi sebagai umm, maka umat akan hancur karena pemimpin [imam] yang pantas diteladani tidak akan lahir.

Aku berdoa semoga bisa menjadi seorang ibu, seorang umm, yang sesuai dengan akar katanya.
Bisa jadi (dan hampir pasti) aku bukanlah ibu yang sempurna (masih sering menyetel nada dengan suara tinggi saat menghadapi anak-anak saat aku sudah low bat sementara batre anak-anak masing berdenyar dengan kuat).

Aku hanya berharap, catatanku bisa merekam sepotong pengalaman hidupku, menjadi seorang ibu, mengasuh anak-anak yang kucoba dengan sebaik yang kumampu.
Kelak, dikemudian hari…ketika anak-anak beranjak dewasa, bisa tertawa bersama membaca kekonyolan ibunya saat belajar menapaki hidup bersama mahluk-mahluk manis yang diamanahkan Alloh padanya.

Lho…kok ujungnya ga nyambung sama pangkalnya ? …Gapapalah…namaya juga lagi belajar, judulnya juga rasan-rasan (Hayah…alasan maneh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem