“Kakak, maemnya diselesaikan dulu…baru bercerita” ujarku mengingatkan Sakha
“Iya, Bu” Sigap Sakha menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya dan bercerita lagi dengan seru.
“Tadi to, Bu..di sekolahan, dengerin to Bu…bla…bla…bla…”
“Ya, tapi itu mulutnya kosong..disuap dulu nasinya” tegurku lagi
“O, ya” dan “ Bla…bla…bla…Sakha kembali asyik menceritakan pengalamannya hari ini.
“Mhm…banyak amat sih ngomongnya” Bisikku pelan pada suamiku.
“Kayak siapa?” Suamiku melirik sambil tersenyum
“Kayak Bapak lah…Ibu kan pendiam” Jawabku sambil mengedip-ngedipkan mata.
Dilain waktu jika ada tingkah anak-anak yang baru seringkali pertanyaan
“seperti siapa ?” muncul.
Kalau hal yang ‘bagus’, aku dan suami biasanya sambil bercanda saling meng-klaim itu sebagai “seperti aku waktu kecil”
Dan jika perilaku itu bersifat sebaliknya, kami saling tuduh itu sebagai
“Itu seperti kamu waktu kecil !”
(Misalnya
saja saat Akhsan mengulum semua permen vitamin-nya kemudian
memasukkannya kembali ke dalam botol ”hanya ” untuk mencegah kakak dan
teman-temannya minta bagian )
Tanya sana-sini, ternyata beberapa
teman sesama pasangan muda mengalami hal yang sama. Ada satu cerita
menarik, sepasang teman yang baru mempunyai satu anak, ‘segitunya’
mendiskusikan tentang “meniru siapa?’, sampai-sampai, di ujung diskusi
biasanya mereka menelepon ibu masing-masing untuk menanyakan kebenaran
masa lalu mereka.
Hehe…., tidak terbayangkan jika perilaku ketiga
anak kami harus kami konfirmasikan kepada pihak ketiga, berapa waktu dan
pulsa yang dibutuhkan untuk itu?
Kalau kemiripan fisik, tak bisa ditolak…akan lebih mudah mengidentifikasi.
Banyak yang mengatakan Sakha dan Abbad mirip Bapaknya, sedangkan si tengah Akhsan sangat mirip dengan aku, ibunya.
Meskipun
penilaian setiap orang tidak sama, ada juga yang kenal aku sejak kecil
mengatakan Sakha mirip sekali denganku waktu kecil (wajahnya, mungilnya,
lincahnya, cerewetnya, ’ngeyelnya’ dan ‘sok tua’-nya hehehe).
Dari
salah satu artikel di Kompasiana yang dibacakan suami untukku, “Karena
intensitas hubungan, sepasang suami dan istri ada kecenderungan untuk
saling memiripkan diri, baik dari sifat maupun fisik”
Pernah aku
dan suami sengaja bercermin bersama saling memperhatikan wajah dan
ternyata, kami punya banyak persamaan, utamanya di bentuk tulang pipi,
jadilah aku, suami dan tiga anak, sekeluarga bertema “Keluarga suku
pipi tembem”.
Sekarang, ketika anak-anak mulai menunjukkan
karakternya, aku pikir pertanyaan mirip siapa tak perlu diseriusi. Anak
bukanlah replikasi dari orang tuanya
Tak dipungkiri gen pembawa
sifat orang tua dimiliki tiap anak, tetapi bagaimanapun anak adalah
pribadi unik yang berbeda dari orang tuanya.
Jika kebetulan ada
beberapa hal yang sama, tentu saja karena saat anak masih kecil orang
tua menjadi role model yang paling dekat, dikenal dan (mungkin) dikagumi
anak-anak.
Nanti, ketika anak semakin dewasa, berinteraksi dengan
lebih banyak orang, menjelajahi lingkungan yang lebih besar, menghadapi
persoalan dan tantangan yang sesuai dengan jamannya.
Bisa jadi pertanyaan “Seperti siapa?” tak kan terlalu sering tarlontar.
Mungkin
yang harus lebih sering didiskusikan para orang tua adalah, apa yang
semestinya dilakukan orang tua untuk menyiapkan anaknya menghadapi masa
depan mereka.
Menyiapkan anak-anak menjadi manusia yang tangguh
menghadapi persoalan, tak gentar dengan tantangan, sabar menjalani
cobaan, beryukur di segala keadaan.
Dan yang pasti, LEBIH BAIK DARI ORANG TUANYA, Semoga !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar