Rabu, 29 Februari 2012

SEPERTI SIAPA YA?

“Kakak, maemnya diselesaikan dulu…baru bercerita” ujarku mengingatkan Sakha
“Iya, Bu” Sigap Sakha menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya dan bercerita lagi dengan seru.
“Tadi to, Bu..di sekolahan, dengerin to Bu…bla…bla…bla…”
“Ya, tapi itu mulutnya kosong..disuap dulu nasinya” tegurku lagi
“O, ya” dan “ Bla…bla…bla…Sakha kembali asyik menceritakan pengalamannya hari ini.

“Mhm…banyak amat sih ngomongnya” Bisikku pelan pada suamiku.
“Kayak siapa?” Suamiku melirik sambil tersenyum
“Kayak Bapak lah…Ibu kan pendiam” Jawabku sambil mengedip-ngedipkan mata.

Dilain waktu jika ada tingkah anak-anak yang baru seringkali pertanyaan
“seperti siapa ?” muncul.
Kalau hal yang ‘bagus’, aku dan suami biasanya sambil bercanda saling meng-klaim itu sebagai “seperti aku waktu kecil”
Dan jika perilaku itu bersifat sebaliknya, kami saling tuduh itu sebagai
“Itu seperti kamu waktu kecil !”
(Misalnya saja saat Akhsan mengulum semua permen vitamin-nya kemudian memasukkannya kembali ke dalam botol ”hanya ” untuk mencegah kakak dan teman-temannya minta bagian )

Tanya sana-sini, ternyata beberapa teman sesama pasangan muda mengalami hal yang sama. Ada satu cerita menarik, sepasang teman yang baru mempunyai satu anak, ‘segitunya’ mendiskusikan tentang “meniru siapa?’, sampai-sampai, di ujung diskusi biasanya mereka menelepon ibu masing-masing untuk menanyakan kebenaran masa lalu mereka.
Hehe…., tidak terbayangkan jika perilaku ketiga anak kami harus kami konfirmasikan kepada pihak ketiga, berapa waktu dan pulsa yang dibutuhkan untuk itu?

Kalau kemiripan fisik, tak bisa ditolak…akan lebih mudah mengidentifikasi.
Banyak yang mengatakan Sakha dan Abbad mirip Bapaknya, sedangkan si tengah Akhsan sangat mirip dengan aku, ibunya.

Meskipun penilaian setiap orang tidak sama, ada juga yang kenal aku sejak kecil mengatakan Sakha mirip sekali denganku waktu kecil (wajahnya, mungilnya, lincahnya, cerewetnya, ’ngeyelnya’ dan ‘sok tua’-nya hehehe).

Dari salah satu artikel di Kompasiana yang dibacakan suami untukku, “Karena intensitas hubungan, sepasang suami dan istri ada kecenderungan untuk saling memiripkan diri, baik dari sifat maupun fisik”

Pernah aku dan suami sengaja bercermin bersama saling memperhatikan wajah dan ternyata, kami punya banyak persamaan, utamanya di bentuk tulang pipi, jadilah aku, suami dan tiga anak, sekeluarga bertema “Keluarga suku pipi tembem”.

Sekarang, ketika anak-anak mulai menunjukkan karakternya, aku pikir pertanyaan mirip siapa tak perlu diseriusi. Anak bukanlah replikasi dari orang tuanya
Tak dipungkiri gen pembawa sifat orang tua dimiliki tiap anak, tetapi bagaimanapun anak adalah pribadi unik yang berbeda dari orang tuanya.
Jika kebetulan ada beberapa hal yang sama, tentu saja karena saat anak masih kecil orang tua menjadi role model yang paling dekat, dikenal dan (mungkin) dikagumi anak-anak.
Nanti, ketika anak semakin dewasa, berinteraksi dengan lebih banyak orang, menjelajahi lingkungan yang lebih besar, menghadapi persoalan dan tantangan yang sesuai dengan jamannya.
Bisa jadi pertanyaan “Seperti siapa?” tak kan terlalu sering tarlontar.

Mungkin yang harus lebih sering didiskusikan para orang tua adalah, apa yang semestinya dilakukan orang tua untuk menyiapkan anaknya menghadapi masa depan mereka.
Menyiapkan anak-anak menjadi manusia yang tangguh menghadapi persoalan, tak gentar dengan tantangan, sabar menjalani cobaan, beryukur di segala keadaan.
Dan yang pasti, LEBIH BAIK DARI ORANG TUANYA, Semoga !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem