Kamis, 25 Juli 2013

Menuliskan Kesan

Pekan lalu istri mantan kepala kantorku menelpon, meminta aku menuliskan kesan untuk almarhum suaminya. Tulisan itu akan digabung dengan tulisan yang lain dalam rangka membuat buku kenangan tentang almarhum.
"Tidak perlu banyak-banyak, tapi jangan yang biasa-biasa saja ya" Pesan sang Ibu
 Aku menjawab telpon dengan gugup dan tak bisa bertanya lebih jauh "mengapa saya?" karena sang Ibu mulai terisak ketika mengatakan akan meng-sms kan email putranya tempatku mengirim hasil tulisan nanti.

Berselang dua menit telpon ditutup, masuk sms dari sang ibu berisi akun email dua putranya.
"Nggih, Bu. Saya usahakan ASAP" balasku waktu itu

Sepuluh menit di depan monitor, layarnya masih bersih. Banyak yang ingin kutuliskan, tapi mana yang harus kupilih untuk menjadi tulisan ringkas sesuai permintaan.


Akhirnya kucoba menuliskan ini



MENGENANG BAPAK KAMI


Mengingat Bapak, selalu perlu jeda beberapa waktu menghela nafas panjang  untuk menahan air mata yang menyeruak mengaburkan pandangan.  Kesedihan memang bisa pupus, namun rasa kehilangan selalu menyisakan ruang. Rasa kehilangan itu masih terasa, kehilangan sosok seorang Bapak yang mengayomi dan melindungi.  Ya, Bapak tidak saja menjadi pimpinan dalam institusi, namun juga memberikan perhatian luar biasa kepada anak buah layaknya seorang Bapak kepada anak. Perhatian yang detil dan tulus, Beliau beserta Ibu berkenan hadir meluangkan waktu untuk menyaksikan karyawan yang naik pelaminan, menjadi saksi karyawan yang mantu, ataupun menengok anak buah yang mendapatkan momongan. Tak jarang ketika seorang teman sakit, dan kami menengok ke rumah sakit, ternyata bertemu Bapak yang sudah mendahului disana.

Mengingat Bapak, membuat kami berusaha untuk mencintai Ilmu sebagaimana beliau mencontohkan.  Beliau mendorong kami untuk terus belajar dari mana saja, dari siapa saja, dan tekun mendalami sesuatu . “Jangan hanya tahu banyak hal tapi sedikit-sedikit, lebih baik menekuni sesuatu sampai menjadi ahli dalam bidang itu” pesan Beliau kepada kami.

Salah satu yang mengesankan adalah ketekunan Beliau membuat catatan kecil hal-hal penting dan menarik hasil bacaan beliau.  Catatan-catatan itu sering beliau bagi kepada kami dalam berbagai kesempatan, pada saat apel rutin, pembukaan pertemuan atau ketika sekedar berbincang. Catatan sederhana yang sarat makna, dan seringkali mengena benar dengan kondisi hati maupun pekerjaan kami.

Mengingat Bapak, adalah mengingat sejarah. Hal lain yang juga beliau ajarkan kepada kami, “Jangan pernah meninggalkan sejarah, karena sejarah berjalan terus dengan kehidupan kita”. Kecintaan beliau akan sejarah ini Beliau ujudkan salah satunya dengan menyusun buku ‘B/BTKL Dari Masa Ke Masa’. Pada saat proses pengumpulan bahan dan referensi, kami semula bingung mencari referensi tentang B/BTKL yang sudah ada sejak jaman dahulu, sampai kemudian Bapak memberikan satu berkas tebal berisi berbagai surat keputusan yang dengan tekun Beliau kumpulkan dan simpan sejak tahun 1978.  Dalam pengantar buku itu Bapak menuliskan “Dengan membaca atau mempelajari sejarah, kita seolah-olah dibawa bertualang menembus dimensi ruang dan waktu untuk menyaksikan peristiwa yang jauh dari kita”.  Contoh nyata Bapak teladan-kan untuk mencintai sejarah, tidak hanya sekedar untaian kata namun Beliau memberikan buktinya.

Mengingat Bapak, bagaimana beliau mengajarkan kami untuk menghormati dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.  Di akhir masa jabatan beliau, dalam kondisi tubuh tidak sebugar sebelumnya, beliau masih memikirkan untuk membuat surat pamit kepada kolega.  Sebuah bentuk kesopanan yang luar biasa dicontohkan kepada kami, baik sebagai individu maupun sebagai pejabat. 

Mengingat Bapak, seperti melepas keberangkatan kapal api.  Kami duduk di pinggiran dermaga, melambaikan tangan sambil menyusut air mata. Namun sesungguhnya, Bapak tidak sebenarnya pergi, Bapak pulang menuju tempat yang lebih indah di sisi-Nya.


“Sugeng kondur Bapak Maryadi Broto Suwandi

 

 

Empat hari setelah telpon itu, kukirim file tulisan.

Dua puluh menit setelah ku klik tombol send, sang Ibu mengirim pesan

"Terimakasih Bu Anjas, saya sedang baca tulisannya sambil nangis"

Dan air mataku turun beruntun

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem