Jumat, 11 Mei 2012

PERAJIN AMATIRAN

Ini  kisah klise tentang perajin tidak profesional..

# Kisah pertama
Seorang sepupu merintis usaha kaos batik (sekitar tujuh tahun yang lalu)
Menggandeng anak juragan batik dari pekalongan yang sedang merampungkan kuliah di Jogja.
Berdua di kontrakan mereka bereksperimen untuk mendapatkan formula kaos batik yang unik dan berkualitas.
Usaha yang dilakukan tidak sia-sia, kaos batik yang dihasilkan unik dan asik.
Terbayar sudah kelelahan dan belepotan  tangan terkena noda pewarna pakaian.

Ketika sebuah pameran kerajinan diselenggarakan disebuah Expo center,
memberanikan diri sepupuku dan kawannya itu membawa kaos batiknya menawarkan kepada para peserta pameran. Satu dua peserta yang menolak tak menyurutkan langkah dan semangat mereka.
Sampai pada orang ketiga yang ditawari, ibu separuh baya, tertarik dengan konsep dan desain kaos batik.
Dua perajin muda itu kegirangan, sangat senang dan bangga...akhirnya !

Sebagai langkah awal si ibu minta dikirim seribu kaos dalam tempo tiga hari (sampai hari terakhir pameran), karena si ibu akan segera terbang menuju pameran berikutnya.
Kegembiraan yang melambung segera surut....
berganti kebingungan ...
bagaimana caranya.....
seribu kaus....
dalam tiga hari.....
bagaimana dengan modal....
bagaimana dengan desain ....
bagaimana dengan tenaga.....
bagaimana dan banyak bagaimana....
Dua pemuda itu mengiyakan pesanan si ibu, meminta kartu nama si ibu dan berpamit dengan sopan.

Pikiran mereka berkecamuk, tak bisa menemukan jawaban dan solusi....bagaimana memenuhi pesananan seribu kaus dalam tiga hari.
Pesanan si ibu tak terpenuhi.
Kabar terakhir yang kutahu, sepupuku jual beli mobil...entahlah bagaimana cerita rekan usahanya dulu.
Satu kisah dengan banyak pelajaran untuk mereka berdua, dan untukku juga tentunya.

#Kisah kedua
Iseng melihat benang woll sisa di rumah, kurajut benang hitam menjadi sebuah tas mungil untuk Sakha, sulung-ku dan tali tempat minum untuk Akhsan si-tengah.
Menyampirkan tas mungil ke sekolah Sakha memamerkan pada teman-temannya.
Setengah bercanda aku katakan siap menerima pesanan jika ada teman yang berminat.
O..lala...anakku betul-betul menawarkan pada teman-temannya
"Ibu, Mbak A pesan tas kecil kayak aku yang warna pink. Mbak M pesan gantungan tempat minum warna ijo dikasih tulisan nama mbak M...ibu bisa?" katanya sepulang sekolah
"Bisa, tapi gak sekarang ya Kan...ibu kan disambi-sambi ngerjainnya" jawabku santai
"Oke Bu" kata sulungku waktu itu

Dua pekan setelahnya
"Ibu, mana pesanannya...aku ditanyain teman-teman..." protes anakku
"Lah, ibu belum sempat" kataku mulai deg-degan
"Ibu udah janji...harus ditepati, kata ibu kalo janji harus ditepati...ibu bohong" Sulungku muali berkaca-kaca
Gawat nih.....waktu itu betul aku belum ada kesempatan membuatkan pesanan teman anakku.
menebus rasa bersalah, kutulis surat pendek untuk Mbak A dan Mbak M, kalau aku belum bisa membuatkan pesanan mereka.
Sepulang sekolah datang balasan surat dari teman Sakha "Ya...tidak apa-apa" dan aku bernafas lega

Dua pekan berikutnya
"Ibu....kok belum bikin juga...." protes Sakha lagi
"Loh, kan Ibu udah kasih surat belum bisa, dan udah dijawab gak papa" aku membela diri
"Tapi Mbak A udah bayar !!!" Sakha setengah berteriak setengah terisak
Dan aku yang terkaget-kaget sekarang
"Lho...belum ada barang kok udah dibayar..." menggantung kalimatku bingung
"Kan udah janji, jadinya tas itemku aku kasih, padahal janjinya warna pink" Dan air mata itu tumpah sudah

Maafkan ibu anakku....sungguh ibu tidak bermaksud mengacaukan marketingmu...
Maafkan ibu tidak bisa memproduksi sesuai janji ibu
Maafkan ibu sudah mempermalukanmu.

Aku tahu anakku marah, dan itu karena kesalahanku tak segera menepati janji
Sore itu juga kubeli segulung benang pink, kurajut dalam dua sore dan tadaaaa......




Terbayar hutangku pada Mbak A dan yang penting....lunas janjiku kepada Sakha
Sekali lagi maafkan ibu, Nak...yang sudah jadi perajin tidak profesional
Satu lagi pelajaran besar buatku....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem