Senin, 14 Januari 2013

KALUNG UNTUK IBU



Ini cerita sudah lamaaaa banget pengen kutulis dan kubagi, tapi ada saja yang membuat tidak kesampaian.
Cerita tiga bulan lalu saat  Sakha PKL ke Bringharjo dan Lottemart, ini adalah PKL untuk anak-anak agar bisa membandingkan antara pasar tradisional dan modern. 

Seperti biasa, Sakha selalu antusias mengikuti kegiatan di luar. 
“Ibu mau kubelikan apa?” tanyanya beberapa hari sebelum berangkat.
 Anak-anak memang diperkenankan membawa bekal dengan jumlah nominal maksimal 50 ribu rupiah.
“ Mhm….apa ya, bawang merah aja ya” jawabku tiba-tiba teringat persediaan bawang merah yang menipis.

***
Selasa, Hari PKL Sakha
Sepulang sekolah Sakha berbagi hasil belanja.  
Akhsan, Abbad dan Sakha masing-masing mendapat satu set penggaris (yang terdiri dari satu penggaris lurus 15cm, dua penggaris segitiga dan satu busur derajat). 
Warna biru untuk Akhsan, warna coklat untuk Abbad dan warna pink untuk Sakha. 
 Selain itu Sakha juga membeli satu lusin pensil yang dibagi untuk adik-adiknya masing-masing tiga buah dan sisanya disimpan untuk Sakha sendiri.  

“Beli apa lagi?” tanyaku berharap mendapat sekantong bawang merah

“Aku belie s krim dan coklat sudah kumakan disana, dan aku beli ini untuk Ibu” Sakha mengangsurkan benda kecil dalam genggamannya.

Ketika genggaman kecil itu terbuka, ada sebuah kalung dengan liontin  huruf A

“ A, untuk Anjas” Katanya menirukan sepotong dialog dalam ‘Hafalan Shalat Delisa’

Tiba-tiba saja, ada gelombang kecil di mataku yang susah ditahan dan rasanya hampir tumpah keluar.

“Terimakasih, Kak” Kuterima kalung itu sambil kupeluk dan kucium kedua pipi Sakha menyembunyikan keharuanku.

Ah, oleh-oleh dari sulungku ini membuatku tersenyum di sepanjang sisa hari itu.  

Kalung dari Sakha tidak kukenakan di leher, kusulap menjadi gelang dengan melingkarkannya tiga kali di pergelangan tangan kiriku.

“Kenapa tidak dipakai di leher, Bu?” Tanya Sakha

“Ibu lebih suka di pakai  jadi gelang, Ibu pengen bisa lihat terus pemberian Kakak…kalau dipakai di leher, ibu cuma bisa lihat di rumah sambil ngaca…tapi kalau dipakai di tangan kan bisa dipandang sewaktu-waktu” Jawabanku menyenangkan Sakha dan dia memberikan hadiah tambahan berupa peluk dan cium untukku.

***
Seorang teman bertanya ketika melihat gelang baruku “Wah, gelang baru, emas putih ya Mbak?”
Senyumku mengembang dan menjawab...”Ini lebih berharga dari sekedar emas permata...ini gelang cinta”
Sakha, anakku, perhatianmu….sungguh meluberkan kebahagiaanku

3 komentar:

Jangan Asem