Buat
saya, tiga kata itu yang bisa menggambarkan suasana Kopdar Ibu-Ibu Doyan Nulis
(IIDN) Jogja yang berlangsung di basecamp IIDN Jogja Sanggrahan RT 1 RW 15
Tlogodadi, Mlati, Sleman. Meski
lokasinya berada di hampir ujung utara Jogja dan agak nylempit, tidak menyurutkan semangat peserta untuk hadir pada hari
itu.
Masing-masing pasti punya cerita
spesial waktu pertama kali mencari lokasi, ada yang langsung nyampe, ada yang
nyasar sampe tiga kali, ada yang berkali-kali bertanya dan tetap kesasar juga,
dan yang paling heroik ada yang sehari sebelum acara udah survey lokasi duluan
agar pas hari-H bisa lancar jaya, ck...ck..ck... betul-betul wellprepared ibu satu ini (yang ngerasa
boleh ngacung sambil senyum malu-malu).
Kalau saya masuk golongan pertama yang
beruntung, selain karena ancer-ancer
yang diberikan teman panitia sangat detil, kebetulan kakak saya domisili di seputaran lokasi kopdar,
jadi sudah ada gambaran lah letaknya
di mana.
![]() |
Ini adalah salah satu petunjuk yang menandakan kita sudah mendekati lokasi Kopdar. Foto diambil dari hasil jepretan mbak Meta Nuci |
Acara
yang dilaksanakan di hari Selasa yang bukan merupakan hari libur, membuat
sebagian peserta menjadi sangat kreatif mengatur strategi untuk tetap bisa
ikutan. Ada yang mengajak anaknya ikut serta, ada yang ijin sebentar di sela
acara untuk urusan jemput anak, ada pula yang mendelegasikan tugas
jemput-menjemput ini ke suami, asisten, adik, ponakan, tetangga...pokoknya
segala daya dan upaya deh dikerahkan.
Tidak kalah seru strategi ibu bekerja
yang hadir, ada teman yang sehari sebelumnya bertukar jadwal dengan sejawat
agar selasa bisa bebas ikut acara dari awal sampai akhir, ada yang menutup
kliniknya, ada yang sengaja datang pagi-pagi ke kantor untuk piket dan
bermanis-manis dengan atasan agar mudah mendapat ijin keluar, dan tentu saja
ada yang ‘kabur’ begitu saja. Pokoknya
semangat membara ini bisa mengubah Ibu-Ibu Doyan Nulis jadi Ibu-Ibu Doyan
Nekat.
Acara
seru dipandu MC kondang bersuara lantang Mbak Marul Prihastuti, diawali dengan
sambutan korwil IIDN Jogja Mbak Astuti Aja dan doa pembuka dilanjutkan
perkenalan seluruh hadirin yang terdiri dari tiga narasumber, dua wartawan,
tiga rekan dari penerbitan (dua diantaranya datang di tengah acara berlangsung)
dan 30 anggota IIDN dan IIDB Jogja. Sesi perkenalan ini penuh gelak tawa,
karena ternyata hampir semua berbakat jadi Ibu-Ibu Doyan Ngomong dan Ibu-Ibu
Doyan Ngebanyol.
Sesi
pertama, Teh Indari Mastuti menyampaikan tentang Serba-Serbi IIDN, Menulis dari
Nol dan Menjadi Penulis Biografi.
Mendengarkan founder IIDN ini bercerita, jadi ngeh dengan filosofi (halah sok filosofis) menulis dan tersemangati
untuk :
- Membuat to do list agar bisa me-manage waktu lebih optimal
- Menulis, menulis, menulis sebagai tabungan (ide atau sinopsis)
- Mendokumentasikan setiap pencapaian sebagai penyemangat di saat ‘kelelahan’
- Membuat matriks target pribadi (untuk direalisasikan, bukan sekedar jadi pajangan atau target semu)
- Komitmen waktu untuk menulis
Bagaimana
tidak bersemangat, melihat si Teteh yang kayaknya fully charged dari awal sampe akhir acara, padahal kita tahu kalau
Sabtu beliau berangkat ke Semarang terkendala macet Kereta Api karena banjir di
Comal-Pekalongan, Minggu siang acara di Semarang dan Minggu malam sudah sampai
Jogja. Hari Senin dari pagi sampai sore keliling Jogja menyambangi
penerbit-penerbit di Jogja dan malamnya berlanjut bertemu dengan rekan. Eh...Selasa pagi udah dengan ceria menyapa
kami semua yang datang dan tidak nampak lelah sedikitpun. Bagi yang sudah
membaca “Puzzle Mimpi” pasti ingat bahwa yang membuat energi Teh Indari selalu
berlimpah adalah ‘semangat’.
Sharing
tentang menjadi penulis biografi tidak kalah dahsyat. Menulis biografi merupakan
tingkatan ‘cukup tinggi’ dalam proses penulisannya, karena seorang penulis biografi
tidak sekedar dituntut untuk memiliki kemampuan teknis menulis semata namun harus memiliki
kecerdasan emosi. Pada prinsipnya
siapapun bisa ditulis biografinya asal bisa memberikan inspirasi bagi orang
lain. Teh Indari memaparkan langkah-langkah penulisan biografi, konsep
penulisan, riset, materi interview, serta menceritakan beberapa kasus penulisan
biografi yang gagal karena berbagai sebab.
Satu hal yang ditekankan dalam
menulis biografi bahwa sejatinya proses penulisan yang panjang itulah yang akan
memberikan pengalaman, pengayaan dan inspirasi bagi si penulis sendiri. Ketika dia dapat menyampaikan pesan itu kepada
pembaca, adalah buah dari sebuah proses panjang yang penuh makna. Tentu saja itu di luar perhitungan fee yang merupakan kompensasi logis dari
sebuah profesi. Nah, kalau menyangkut soal imbalan langsung berubah menjadi
Ibu-Ibu Doyan Nduit.
Sesi
satu berakhir setelah hampir dua jam (yang rasanya sebentaaaaar banget)
berlalu, acaranya berikutnya Ishoma. Eh, sebelum Ishoma ada pembagian doorprize, macam-macam doorprize disiapkan untuk peserta, dari pembatas buku sampai bibit pohon
dan saya beruntung mendapat jilbab Zoya warna oranye yang manis, Alhamdulillah.
Menu
makan siang yang disediakan tentu saja
makanan khas Jogja yaitu gudeg. Buat saya yang tidak asli Jogja (tapi cinta
Jogja) dan tidak suka makanan yang terlalu manis, gudeg yang dihidangkan kali
ini pas banget. Tidak terlalu manis, tidak terlalu kering, dan bukan jangan gori (Jawa: sayur berbahan nangka
muda) yang kelebihan kuah...tapi nyemek-nyemek
pas gitu.
Untuk gudeg nikmat ini tak lupa terimakasih buat Mbak Irfa HudayaEkawati alias Mak Pinky yang ikhlas bakti bina bangsa berbudi bawa gudegnya
dari Muntilan sana. Waktu jam makan ini ketahuan deh kalau kita semua masuk
dalam golongan Ibu-Ibu Doyan Ngisi perut.
Setelah
sholat dan makan siang yang nikmat, sesi kedua yaitu sesi parenting dari Mbak Noor Ruly Abyz Wigati yang menggawangi kelas
parenting IIDN setiap hari Kamis pukul 15.00-16.00 (Hayooo....udah pernah
ikutan belum?). Menurut Mbak Abyz, Ilmu pengasuhan anak akan terus berkembang
dan tidak akan habis. Saling berbagi tentang pengasuhan anak akan memicu para
ibu untuk menuliskan pengalaman pengasuhan anak yang bisa jadi menginspirasi
ibu atau para calon ibu.
Salah
satu hal menarik yang disampaikan mbak Abyz tentang pengalamannya melakukan ‘reframe’
untuk anak pertamanya. Saya pernah
membaca sekilas tentang teori ini, namun belum pernah mendengar sharing
pengalaman orang tua yang melakukannya. Langsung teringat anak saya yang nomor
dua yang sejak play group sampai kelas dua SD masukan dari pengajarnya selalu
tertulis agar dia lebih sabar, bisa jadi kami sudah membingkainya menjadi anak
yang tidak sabaran. Sampai rumah saya diskusi dengan suami dan berniat mencoba
ilmu baru yang didapat tadi (eh, kok ngelantur
curhat nih...maaf ya).
Sebelum
sesi ketiga dimulai, wakil dari penerbit Galang Press menyampaikan tentang jenis
tulisan prosedur penerimaan tulisan. Pada prinsipnya penerbit ini membuka pintu
lebar-lebar untuk para Ibu menyampaikan karyanya...Ayo, sekarang waktunya
Ibu-Ibu Doyan Nulis Beraksi. Satu lagi
penerbit yang hadir yaitu dari Indonesia Tera juga menyampaikan hal senada di
awal pertemuan ketika sesi perkenalan berlangsung.
Sesi
ketiga yaitu membuat boneka bulu oleh Teh Enno Ariestha dari IIDB Bandung. Tidak semua ibu bisa mengikuti sesi ini,
maklum hari sudah sore dan mulai terdengar segala rupa dering hape. Ada yang
sms, “Mah, malam ini kita makan apa?”, ada yang bilang “Maunya ditemani Bunda”
dan yang lainnya. Bagaimanapun ibu
adalah poros rumah tangga, rasanya gimanaaaa....gitu ya kalau sudah sore dan
tidak ada ibu di rumah.
![]() |
before |
![]() |
after |
Namanya Ibu-Ibu ya, tetep narsis dimanapun berada, ini adalah sebagian jejak narsis yang sempat diabadikan mbak fotografer
![]() |
Gaya Bebaaaas.... |
Akhirnyaaaaa......semua
sesi sudah dilalui, secara resmi MC sudah menutup acara, tapi masih ada acara
tidak resmi lainnya yaitu meneruskan menjahit boneka bulu, sharing dengan para
narasumber yang belum pulang, makan siomay bareng-bareng. Sebagian masih
menunggu jemputan, sebagian lagi menunggu hujan reda. Saya harus pulang
menembus rinai hujan karena masih harus berkendara 25 kilometer jauhnya untuk
bertemu suami dan tiga anak tersayang.
Adzan
maghrib terdengar ketika saya sampai di rumah, rasa senang mendapat sambutan
empat wajah penuh senyum dan mereka semua sudah selesai makan sore....Oh,
sungguh beruntung saya dapat suami yang pengertian bangeeet.
Malam
itu, badan capek namun mata tak kunjung terpejam. Energi yang terpompa seharian
tadi tak kunjung suruuut (semoga energi ini bertahan terus...terus...dan
terus). Terimakasih untuk semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu, mohon
maaf jika ada salah tulis salah ketik.
Sampai
ketemu di kopdar berikutnya dan SEMANGAT !
kereen...komplit reportasenya...makasih mbak Anjas ^_^
BalasHapusBtw, ngakak baca tentang si muka guritanya.
sukses terus buat IIDN Jogja...yup, SEMANGAT!
Tambahin dong Mbak Nunung, masih ada yang kurang tuuuuh....
BalasHapus