Kamis, 06 Februari 2014

Kopdar IIDN Jogja 4 Februari 2014 Seru, Semangat, dan Manfaat



Buat saya, tiga kata itu yang bisa menggambarkan suasana Kopdar Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) Jogja yang berlangsung di basecamp IIDN Jogja Sanggrahan RT 1 RW 15 Tlogodadi, Mlati, Sleman.  Meski lokasinya berada di hampir ujung utara Jogja dan agak nylempit, tidak menyurutkan semangat peserta untuk hadir pada hari itu. 
Masing-masing pasti punya cerita spesial waktu pertama kali mencari lokasi, ada yang langsung nyampe, ada yang nyasar sampe tiga kali, ada yang berkali-kali bertanya dan tetap kesasar juga, dan yang paling heroik ada yang sehari sebelum acara udah survey lokasi duluan agar pas hari-H bisa lancar jaya, ck...ck..ck... betul-betul wellprepared ibu satu ini (yang ngerasa boleh ngacung sambil senyum malu-malu). 
Kalau saya masuk golongan pertama yang beruntung, selain karena ancer-ancer yang diberikan teman panitia sangat detil, kebetulan  kakak saya domisili di seputaran lokasi kopdar, jadi sudah ada gambaran lah letaknya di mana. 
Ini adalah salah satu petunjuk yang menandakan kita sudah mendekati lokasi Kopdar. Foto diambil dari hasil jepretan mbak Meta Nuci

Acara yang dilaksanakan di hari Selasa yang bukan merupakan hari libur, membuat sebagian peserta menjadi sangat kreatif mengatur strategi untuk tetap bisa ikutan. Ada yang mengajak anaknya ikut serta, ada yang ijin sebentar di sela acara untuk urusan jemput anak, ada pula yang mendelegasikan tugas jemput-menjemput ini ke suami, asisten, adik, ponakan, tetangga...pokoknya segala daya dan upaya deh dikerahkan. 
Tidak kalah seru strategi ibu bekerja yang hadir, ada teman yang sehari sebelumnya bertukar jadwal dengan sejawat agar selasa bisa bebas ikut acara dari awal sampai akhir, ada yang menutup kliniknya, ada yang sengaja datang pagi-pagi ke kantor untuk piket dan bermanis-manis dengan atasan agar mudah mendapat ijin keluar, dan tentu saja ada yang ‘kabur’ begitu saja.  Pokoknya semangat membara ini bisa mengubah Ibu-Ibu Doyan Nulis jadi Ibu-Ibu Doyan Nekat.

Acara seru dipandu MC kondang bersuara lantang Mbak Marul Prihastuti, diawali dengan sambutan korwil IIDN Jogja Mbak Astuti Aja dan doa pembuka dilanjutkan perkenalan seluruh hadirin yang terdiri dari tiga narasumber, dua wartawan, tiga rekan dari penerbitan (dua diantaranya datang di tengah acara berlangsung) dan 30 anggota IIDN dan IIDB Jogja. Sesi perkenalan ini penuh gelak tawa, karena ternyata hampir semua berbakat jadi Ibu-Ibu Doyan Ngomong dan Ibu-Ibu Doyan Ngebanyol.

Sesi pertama, Teh Indari Mastuti menyampaikan tentang Serba-Serbi IIDN, Menulis dari Nol dan Menjadi Penulis Biografi.  Mendengarkan founder IIDN ini bercerita, jadi ngeh dengan filosofi (halah sok filosofis) menulis dan tersemangati untuk :
  1. Membuat to do list agar bisa me-manage waktu lebih optimal
  2. Menulis, menulis, menulis sebagai tabungan (ide atau sinopsis)
  3. Mendokumentasikan setiap pencapaian sebagai penyemangat di saat  ‘kelelahan’
  4. Membuat matriks target pribadi (untuk direalisasikan, bukan sekedar jadi pajangan atau target semu)
  5. Komitmen waktu untuk menulis
Bagaimana tidak bersemangat, melihat si Teteh yang kayaknya fully charged dari awal sampe akhir acara, padahal kita tahu kalau Sabtu beliau berangkat ke Semarang terkendala macet Kereta Api karena banjir di Comal-Pekalongan, Minggu siang acara di Semarang dan Minggu malam sudah sampai Jogja. Hari Senin dari pagi sampai sore keliling Jogja menyambangi penerbit-penerbit di Jogja dan malamnya berlanjut bertemu dengan rekan.  Eh...Selasa pagi udah dengan ceria menyapa kami semua yang datang dan tidak nampak lelah sedikitpun. Bagi yang sudah membaca “Puzzle Mimpi” pasti ingat bahwa yang membuat energi Teh Indari selalu berlimpah adalah ‘semangat’.

Sharing tentang menjadi penulis biografi tidak kalah dahsyat. Menulis biografi merupakan tingkatan ‘cukup tinggi’ dalam proses penulisannya, karena seorang penulis biografi tidak sekedar dituntut untuk  memiliki kemampuan teknis menulis semata namun harus memiliki kecerdasan emosi.  Pada prinsipnya siapapun bisa ditulis biografinya asal bisa memberikan inspirasi bagi orang lain. Teh Indari memaparkan langkah-langkah penulisan biografi, konsep penulisan, riset, materi interview, serta menceritakan beberapa kasus penulisan biografi yang gagal karena berbagai sebab.
Satu hal yang ditekankan dalam menulis biografi bahwa sejatinya proses penulisan yang panjang itulah yang akan memberikan pengalaman, pengayaan dan inspirasi bagi si penulis sendiri.  Ketika dia dapat menyampaikan pesan itu kepada pembaca, adalah buah dari sebuah proses panjang yang penuh makna.  Tentu saja itu di luar perhitungan fee yang merupakan kompensasi logis dari sebuah profesi. Nah, kalau menyangkut soal imbalan langsung berubah menjadi Ibu-Ibu Doyan Nduit.

Sesi satu berakhir setelah hampir dua jam (yang rasanya sebentaaaaar banget) berlalu, acaranya berikutnya Ishoma. Eh, sebelum Ishoma ada pembagian doorprize, macam-macam doorprize disiapkan untuk peserta, dari pembatas buku sampai bibit pohon dan saya beruntung mendapat jilbab Zoya warna oranye yang manis, Alhamdulillah. 
Menu makan siang  yang disediakan tentu saja makanan khas Jogja yaitu gudeg. Buat saya yang tidak asli Jogja (tapi cinta Jogja) dan tidak suka makanan yang terlalu manis, gudeg yang dihidangkan kali ini pas banget. Tidak terlalu manis, tidak terlalu kering, dan bukan jangan gori (Jawa: sayur berbahan nangka muda) yang kelebihan kuah...tapi nyemek-nyemek pas gitu. 
Untuk gudeg nikmat ini tak lupa terimakasih buat Mbak Irfa HudayaEkawati alias Mak Pinky yang ikhlas bakti bina bangsa berbudi bawa gudegnya dari Muntilan sana. Waktu jam makan ini ketahuan deh kalau kita semua masuk dalam golongan Ibu-Ibu Doyan Ngisi perut.

Setelah sholat dan makan siang yang nikmat, sesi kedua yaitu sesi parenting dari Mbak Noor Ruly Abyz Wigati yang menggawangi kelas parenting IIDN setiap hari Kamis pukul 15.00-16.00 (Hayooo....udah pernah ikutan belum?). Menurut Mbak Abyz, Ilmu pengasuhan anak akan terus berkembang dan tidak akan habis. Saling berbagi tentang pengasuhan anak akan memicu para ibu untuk menuliskan pengalaman pengasuhan anak yang bisa jadi menginspirasi ibu atau para calon ibu.
Salah satu hal menarik yang disampaikan mbak Abyz tentang pengalamannya melakukan ‘reframe’ untuk anak pertamanya.  Saya pernah membaca sekilas tentang teori ini, namun belum pernah mendengar sharing pengalaman orang tua yang melakukannya. Langsung teringat anak saya yang nomor dua yang sejak play group sampai kelas dua SD masukan dari pengajarnya selalu tertulis agar dia lebih sabar, bisa jadi kami sudah membingkainya menjadi anak yang tidak sabaran. Sampai rumah saya diskusi dengan suami dan berniat mencoba ilmu baru yang didapat tadi (eh, kok ngelantur curhat nih...maaf ya).

Sebelum sesi ketiga dimulai, wakil dari penerbit Galang Press menyampaikan tentang jenis tulisan prosedur penerimaan tulisan. Pada prinsipnya penerbit ini membuka pintu lebar-lebar untuk para Ibu menyampaikan karyanya...Ayo, sekarang waktunya Ibu-Ibu Doyan Nulis Beraksi.  Satu lagi penerbit yang hadir yaitu dari Indonesia Tera juga menyampaikan hal senada di awal pertemuan ketika sesi perkenalan berlangsung.

Sesi ketiga yaitu membuat boneka bulu oleh Teh Enno Ariestha dari IIDB Bandung.  Tidak semua ibu bisa mengikuti sesi ini, maklum hari sudah sore dan mulai terdengar segala rupa dering hape. Ada yang sms, “Mah, malam ini kita makan apa?”, ada yang bilang “Maunya ditemani Bunda” dan yang lainnya.  Bagaimanapun ibu adalah poros rumah tangga, rasanya gimanaaaa....gitu ya kalau sudah sore dan tidak ada ibu di rumah. 

before
Lanjut cerita tentang sesi tiga, peserta yang masih bertahan mulai memilih boneka bulu yang akan dibuat. Ada boneka gurita dan boneka angsa, saya ambil saja satu kantong paket boneka gurita berwarna kuning.  Teh Enno dengan telaten melayani ibu-ibu dari mulai menggambar pola, menggunting, menyambung pola. Hari semakin sore dan tidak semuanya mempunyai tingkat ketelatenan yang sama dalam hal gunting, tusuk dan jahit. Maaf ya Teh Enno kalo ada oknum peserta mengerjakan sambil komentar celamitan, maklum lagi jadi Ibu-Ibu Doyan Ngelantur.

after
Karena waktu tidak memungkinkan, sebagian besar membawa pulang hasil setengah jadi dan setengah tanggung boneka bulu-nya. Saya pun demikian, ini adalah penampakan saat dibawa pulang dari basecamp dan hasil jadinya (dikerjakan seharian di rumah).  Hal yang paling sulit buat saya adalah menjahit bagian wajah si gurining (gurita kuning), setelah saya bandingkan dengan foto hasil boneka gurita di fb Teh Enno, rasanya gurining saya butuh setrika wajah atau minimal suntik botox untuk mengencangkan wajahnya.




Namanya Ibu-Ibu ya, tetep narsis dimanapun berada, ini adalah sebagian jejak narsis yang sempat diabadikan mbak fotografer 
Gaya Bebaaaas....

Akhirnyaaaaa......semua sesi sudah dilalui, secara resmi MC sudah menutup acara, tapi masih ada acara tidak resmi lainnya yaitu meneruskan menjahit boneka bulu, sharing dengan para narasumber yang belum pulang, makan siomay bareng-bareng. Sebagian masih menunggu jemputan, sebagian lagi menunggu hujan reda. Saya harus pulang menembus rinai hujan karena masih harus berkendara 25 kilometer jauhnya untuk bertemu suami dan tiga anak tersayang.

Adzan maghrib terdengar ketika saya sampai di rumah, rasa senang mendapat sambutan empat wajah penuh senyum dan mereka semua sudah selesai makan sore....Oh, sungguh beruntung saya dapat suami yang pengertian bangeeet. 

Malam itu, badan capek namun mata tak kunjung terpejam. Energi yang terpompa seharian tadi tak kunjung suruuut (semoga energi ini bertahan terus...terus...dan terus). Terimakasih untuk semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu, mohon maaf jika ada salah tulis salah ketik.
Sampai ketemu di kopdar berikutnya dan SEMANGAT !


2 komentar:

  1. kereen...komplit reportasenya...makasih mbak Anjas ^_^

    Btw, ngakak baca tentang si muka guritanya.

    sukses terus buat IIDN Jogja...yup, SEMANGAT!

    BalasHapus
  2. Tambahin dong Mbak Nunung, masih ada yang kurang tuuuuh....

    BalasHapus

Jangan Asem