Selasa, 11 Februari 2014

KOSAKATA BARU



Pagi ini mengantar Abbad ke sekolah, dapat cerita seru dari Ustadzah TK.

“Bu, kemarin itu lucu waktu makan siang. “ Ustadzah mulai bercerita dengan penuh ekspresi, maklum ya pengajar TK selalu ekspresif dan menyenangkan ketika berbincang.

Setelah anak-anak selesai makan siang salah satu ustadzah mengatakan, “Wah...kuahnya habis” ini sebagai bentuk penghargaan kepada anak-anak yang antusias makan sayur 

Tak diduga Abbad menjawab dengan ekspresi sedih namun tetap dengan mata binar lucunya sambil mengangkat bahu, menekuk siku dan menengadahkan kedua telapak tangannya (kebayang nggak pose tubuhnya) sambil berkata “ Waduh, maaf... barangkali kami mengambilnya terlalu banyak”

Ustadzah langsung menenangkan dengan kalimat “ Ah, tidak masalah. Ustadzah bisa mengambil di TK B atau di belakang”. Jawaban itu menghilangkan ekspresi sedih Abbad seketika.

Anak-anak seringkali mengucapkan kalimat yang tidak terduga. Kosakata yang diucapkan sebenarnya biasa saja, tapi penggunaannya dalam kalimat dan situasi tak terduga seringkali membuat para orang tua terkikik geli, terpana dan bahkan terpesona

Hal yang sama aku ingat pernah terjadi juga kepada Akhsan (anak ke-2) saat ia berusia 4-5 tahunan dan sekolah TK A...sama dengan Abbad sekarang. Akhsan sangat suka dengan kata ‘mula-mula’. Kosakata ini dia dapat dari ustadzahnya ketika mengajarkan sebuah proses, aku tidak tahu persis proses pembuatan apa.

Sampai di rumah dia ‘mengajarkan’ kosa kata itu padaku. 
“Ibu, sini aku bisa membuat pesawat dari kertas lipat”, katanya memulai .
“Aku direkam ya” pintanya.
Kuambil kamera digital, dan duduk menggelesot di lantai tepat di depannya untuk memulai proses perekaman.
Sambil melipat-lipat kertasnya Akhsan mengiringi dengan narasi yang menarik.
“Baiklah, kita akan membuat pesawat dari kertas lipat. Mula-mula kita ambil kertas lipat, lalu kita lipat seperti ini. Mula-mula kertasnya dibalik, lalu dibalik lagi mula-mula. Lalu mula-mula dibuat seperti ini dan dilipat ke sini mula-mula...nah jadi deh mula-mula pesawatnya”

Aku berusaha menahan kamera tidak bergoyang karena tubuhku terguncang menahan tawa, Akhsan jatuh cinta pada kata mula-mula. Saat itu aku tak menyalahkan atau membenarkan kata mula-mulanya, kubiarkan saja. Hari-hari berikutnya aku kadang menggunakan kata ‘mula-mula’ itu sesuai kaidah yang sebenarnya.  Lambat laun Akhsan mengerti dan sekarang ini kalau kugoda dengan kata ‘mula-mula’ dia akan tertawa-tawa mengingat masa lalunya. Sayang sekali aku kehilangan file rekaman ‘mula-mula’ itu, jadi tak bisa ditayangkan di sini.

Ketika seorang anak mengenal kosa kata baru yang menurutnya menarik, dia akan mencoba menirunya. Kata baru yang menarik bagi anak bisa  karena diksinya yang berbeda dengan kosakata yang sudah dia kenal sebelumnya, atau menarik karena diucapkan oleh orang yang disukainya atau menarik karena ekspresi orang lain yang mendengar ketika kosakata itu dilontarkan. Seiring bertambahnya umur anak, dia akan semakin banyak mendapatkan kata baru yang tidak semuanya baik. Ketika kata baru yang dikenalnya itu masuk dalam  kategori biasa- biasa saja tidak akan menjadi persoalan buat kita para orang tua. Jika kata itu masuk dalam kategori harus dijelaskan, orang tua harus berusaha menjelaskan sebisa mungkin dengan bahasa anak misalnya yang pernah kualami ketika menjelaskan kata ‘selingkuh’ dan ‘kondom’ kepada Sakha.  Yang harus kita hindari adalah salah memberikan ekspresi yang justru akan mengundang keinginan anak untuk mengulang kata yang ‘tidak baik’ . 

Ketika anak mendapatkan kata yang buruk, orang tua tidak perlu langsung tampang wajah menyeramkan. Meski sulit coba pasang ekspresi datar,belajar pasang ‘poker face’ sambil meneruskan obrolan untuk mencari tahu dari siapa atau dari mana anak mendapatkan kata baru itu. Misalkan anak kita  mendengar kata ‘bajingan’ yang diucapkan dengan nada mengumpat, kemudian dia menirukan atau bahkan mengulang-ulangnya.  Orang tua bisa menjelaskan asal kata bajingan.  Sejarah bajingan ini  kudapat dari cerita suamiku. Awalnya bajingan adalah sebutan untuk supir/orang yang mengendarai pedati (Nah....pembicaraan bisa berkembang dengan browsing gambar pedati bersama anak kalau memang dia tiadak pernah melihat bentuk nyata pedati).  Pedati yang merupakan kendaraan jaman dulu berjalan sangat lambat, ketika orang jengkel karena tak kunjung tiba di tempat tujuan sehingga ada yang mengeluh “Bajingan, suwe banget!” – (Jawa: Supir pedati kok lama sekali ). Dalam perkembangannya kemudian dipotong dengan hanya mengeluh “bajingan” yang pada akhirnya dipakai untuk mengumpat sampai saat ini. Dengan penjelasan seperti itu, anak akan paham dan tahu bagaimana menggunakan kata pada situasi dan intonasi yang tepat. Yakin juga bahwa anak adalah agen penyebar informasi yang hebat, dia akan menyebarkan info sejarah itu dengan sangat cepat kepada teman-temannya.

Jadi, berbahagialah jika mempunyai anak yang punya banyak teman, gemar membaca buku atau banyak melakukan aktivitas yang memungkinkan dia menemukan  kosakata  baru. Sebagai orang tua, kita imbangi dengan selalu berusaha menjadi fasilitator yang baik untuk mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem