Kamis, 25 Juni 2020

Di

Kami biasa menyebutnya 'Di', iya...hanya 'Di' tak tahu nama lengkapnya, semua orang yang kutahu menyapanya 'Di'.
.
Ah, sebenarnya tak tepat juga kata menyapa, Di tak pernah nampak ngobrol dengan siapa-siapa, dia sibuk menggembala wedhus-wedhus gembelnya. Menunggu di tepi sawah yang selesai dipanen, tempat piaraannya merumput, sambil mengepit kayu kecil panjang di ketiak dan bagian perutnya menggembung tempatnya menyimpan bekal dibalik baju.
.
Selain kesulitan berkomunikasi, Di rupanya tak bisa berhitung, sejak pertama melihatnya orang akan tahu Di punya kemampuan Yang berbeda. Wedhus gembelnya banyak dan terus beranak-pinak, itulah kelebihan Di, bertangan dingin menjaga ternak.
.
Namun Di tak pernah berhitung, berapa wedhus yang digembala, berapa yang pulang bersamanya. Suatu pagi buta aku pernah menemukan seekor anak wedhus terperosok di sawah depan rumah, kuminta suami menanyakan ke orang-orang sebrang dusun, rupanya itu anak wedhus Di, tertinggal saat perjalanan pulang dan Di tak menyadarinya.
.
Sore tadi ada keributan, Di berlari-lari kebingungan, tak ada suara, hanya nampak mukanya panik tak terkira.
.
Di tidak menemukan semua wedhusnya, padahal jelas-jelas dia menggembalakan serombongan di sawah habis panen selatan musholla. .
Di hanya ingat, seorang laki-laki paruh baya menyapanya dengan ramah, memberinya es teh dalam gelas plastik yang segera dihabiskannya.
.
Samar-samar Di ingat, kemudian datang sebuah mobil bak terbuka, lelaki ramah tadi menghalau semua wedhusnya masuk kesana.
.
Belum tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Asem