Sepulang kantor, seperti biasa aku menjemput Sakha dan Akhsan dari sekolah.
Seperti biasa pula, kami bertukar cerita tentang pengalaman hari itu, Akhsan bercerita di sekolah membuat bola dari kertas koran kemudian diberi telinga, hidung dan kumis hingga menjadi kepala kucing. Sakha bercerita tentang Nabi Ismail, rupanya hari itu ada drama kecil dari Ustadzahnya yang menceritakan kisah Nabi Ismail.
Saat kami semua kehabisan cerita, tiba-tiba Sakha nyeletuk.
“Ibu capek nggak?” tanya Sakha
“Capek gimana, Kak?” aku meminta penjelasan
“Ya, ibu capek nggak. Ibu kan kerja, terus punya anak tiga....capek nggak?” ulang Sakha
“ Mhmmmm, capek nggak ya” gumamku
“Lho ibu tu, ditanya kok…capek nggak?” kejar Sakha
Aku menebak-nebak dalam hati, ke arah mana ya pembicaraan sulungku ini, berfikir positif aku menebak dalam pikiranku sendiri, mungkin Sakha baru mendapat cerita di sekolah tentang jerih payah seorang ibu (Hehehe…GR dikit boleh dong)
“ Capek Kak, bangun pagi-pagi ibu masak, teerus kerja sampe sore, trus njemput anak-anak, terus nemani sampe pada tidur, terus kalo malam neteki ade dan nemani kalau bangun”, panjang lebar aku berucap, mendapat kesempatan menceritakan kepada Sakha
“Ah, masa gitu aja capek” ujar Sakha kalem
Wah….aku melongo mendengar jawaban Sakha (aku membayangkan pernyataan yang lebih simpatik seperti “Wah…kasihan ya, ibu capek banget” atau “Ibu mau Kakak pijitin nanti malam)
Srrrrt…..kembali ke alam nyata, aku pasang kuda-kuda (Hehehe…siap diskusi ama sulung yang pandai silat lidah)
“Kalau menurut Kakak, ibu capek ngga?” Tanyaku hati-hati
“Kalau cuma punya anak tiga ya enggak capek lah, lebih capek yanguti” ujar Sakha Lagi (Yanguti adalah panggilan untuk ibuku)
“Kok bisa capek Yanguti? “ Tanyaku lagi
“Yanguti kan juga kerja, terus anaknya delapan. Pasti lebih capek dari ibu yang anaknya cuma tiga !” panjang lebar Sakha menjelaskan
Wah, skor satu - kosong untuk Sakha.
Tak mau kalah aku mencoba mencari celah dari pembicaraan ini,
“ Yanguti anaknya delapan nurut semua lho Kak, Yanguti masak apa aja selalu dimakan anak-anaknya, gak ada yang pilih-pilih makanan” Jawabku lagi (berharap ini menjadi awal diskusi membahas perilaku Sakha yang kadang masih pilih-pilih lauk kalau mau makan)
“Ya pasti semua mau makan, lha Yanguti kalau masak enak sih!” Lantang jawaban Sakha
Teng ! skor sekarang dua-kosong untuk Sakha, aku jadi kurang berminat melanjutkan pembicaraan, khawatir pembahasan akan sampai pada ketrampilan memasakku yang berada di wilayah standar (tak sampe di bawah standar, yang penting nilai gizinya terpenuhi..hehehe…pembelaan lagi)
Untungnya tinggal satu belokan lagi “Alhamdulillah sampai rumah” ucapku lega
Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Kemarin membaca surat elektronik seorang warga Jogja untuk Pak Wali tentang Pelecehan di Balaikota yang lengkapnya ada di sini . Sempat me...
-
Pernahkah anda (dengan iseng atau sengaja) memperhatikan bentuk kepala orang ? Sebelumnya, aku tak pernah serius memperhatikan kepala oran...
-
'Bunda sudah di bandara, sebentar lagi sampai rumah' SMS yang dikirim Risma semenit lalu ke ponsel Bima, suaminya. Segera s...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar